Sopir Taksi Gantung Diri Gara-gara Utang: Jebakan Setan Pinjaman Online dan Pesan untuk Rentenir

Seorang sopir taksi, Zulfadhli (35) nekat gantung diri di kamar kos Jalan Mampang Prapatan VII RT 05/06, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.

Penulis: Ferdinand Waskita | Editor: Muhammad Zulfikar
Tribunnews.com/ilustrasi
Ilustrasi gantung diri 

Hal ini bermula dari April 2018 lalu, Dona meminjam sejumlah uang ke salah satu aplikasi fintech peer-to-peer lending.

Namun, dalam beberapa waktu, Dona tak bisa membayar. Ia terus memperpanjang pinjaman hingga bunga membengkak.

Saat itulah, mulai muncul telepon dan pesan singkat bernada intimidatif kepadanya dari perusahaan pinjaman online tersebut.

Tak hanya itu, petugas penagih pun menghubungi beberapa nomor di kontak telepon Dona dan memberitahu bahwa ia memiliki utang.

"Salah satu aplikasi online ini menghubungi atasan saya berturut-turut setiap malam. Saya lalu ditegur," kata Dona di kantor LBH Jakarta, Senin (4/2/2019).

Dona dianggap memasang nama bosnya sebagai jaminan. Akhirnya Dona dipecat dari pekerjaannya.

Setelah itu, Dona mengadu ke Otoritas Jasa Keuangan, namun tak kunjung mendapat respon.

Ia kemudian mengadu ke Lembaga Bantuan Hukum Jakarta dan menjadi pelapor pertama masalah pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan perusahaan pinjol itu.

"Mereka SMS ke beberapa orang di kontak saya. Kita dibikin malu," kata Dona.

Dona merasa regulator, khususnya, tak memperlakukan adil para korban pinjaman online ilegal. Sikapnya cenderung abai meski banyak laporan yang masuk. Hingga kini, LBH menerima lebih dari 1.000 pengaduan.

Pelaku Bom Bunuh Diri di Filipina Disebut WNI: Potongan Tubuh Ini Akan Jadi Petunjuk

Kementerian Luar Negeri Belum Bisa Konfirmasi 2 WNI yang Disebut Pelaku Bom Bunuh Diri di Filipina

Wajah Pucat dan Menggigil, Vanessa Angel Akui Ingin Bunuh Diri serta Susul Ibu

Pasangan Kekasih Bunuh Diri di Kamar Hotel Pamekasan: Korban Sempat Pamit Hingga Sang Ayah Pingsan

Padahal, kata Dona, OJK memegang peranan penting untuk mrngatur perusahaan-perusahaan tersebut.

"Saya pernah datang ke kantor perusahaan fintech itu. Kantornya enggak jelas karena virtual office. Kenapa OJK memperbolehkan virtual office," kata Dona.

"Kalau OJK tidak mengatur sebaik-baiknya, asosiasi apapun tidak bisa bergerak," kata dia. (Tribunnews.com/Komaps.com/Wartakota/TribunJakarta)

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved