Pemilu 2019
Duka Keluarga Ketua KPPS di Tangsel yang Meninggal Usai Bertugas, Dikenal Pekerja Keras
"Masih belum bisa berkata-kata saya," ujar Tri Widartani (49), istri Hanafi (49) Ketua KPPS TPS 50, Jurang Mangu Timur, Pondok Aren, Tangsel.
Penulis: Jaisy Rahman Tohir | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Jaisy Rahman Tohir
TRIBUNKAKARTA.COM, PONDOK AREN - "Masih belum bisa berkata-kata saya," ujar Tri Widartani (49), istri Hanafi (49) Ketua kelompok panitia pemungutan suara (KPPS) tempat pemungutan suara (TPS) 50, Jurang Mangu Timur, Pondok Aren, Tangerang Selatan (Tangsel).
Hanafi meninggal dunia setelah melakukan tugasnya menggelar pemungutan suara.
Tak hanya Tri, anak semata wayang yang ditinggalkan Hanafi menuju tempat peristirahatan terakhir, Sherli Ananda Rahmawati (16), hanya bisa duduk termangu.
Suasana duka masih dirasakan Tri dan Sherli saat ditemui di kediamannya di bilangan Jalan Gang Mushala RT 6 RW 5, Jurang Mangu Timur, pada Senin petang (22/4/2019).
Tenda dari terpal biru seadanya masih berdiri di pelataran rumah sederhana itu, bekas tempat duduk para pelayat Hanafi.
Hingar bingar pesta demokrasi sama sekali tidak terlihat di sana.
Kakak almarhum Hanafi, Gino Dipuro (66), yang memahami kondisi ipar dan anaknya dalam keadaan duka mendalam, menjelaskan kepada TribunJakarta.com tentang sosok Hanafi.
Ia menceritakan, Hanafi merupakan sosok pekerja keras.
Kerja kerasnya itu semakin terlihat saat Pemilu 2019 yang disebut-sebut sebagai torehan sejarah baru itu mulai dihelat.
Berkaca dari komitmen dan etos kerja yang mumpuni, Hanafi ditunjuk menjadi ketua KPPS.
Kesibukan sehari-hari sebagai pegawai swasta yang berdinas pada Senin-Jumat dan menjadi pengemudi ojek online pada Sabtu dan Minggu, kini bertambah untuk mengurusi pemilu.
"Dia kerja sampai jam lima, malamnya masih harus mengurus TPS, Bimtek segala macam, sampai malam," ujar Gino.
Hanafi bukan orang baru di dunia per-TPS-an. Setiap Pemilu dan Pilkada.
Pria satu anak itu memang selalu menjadi pilihan pertama sebagai ketua KPPS.
"Sebagai KPPS, setiap ada pemilihan, selalu jadi ketua," ujar Gino mengenang adiknya.
Hanafi harus membagi perannya.
Ia harus bekerja, sekaligus mengurus keluarga, hingga mengatur kerja anggota KPPS dan memepersiapkan TPS.
Tiga hari terakhir jelang pemungutan suara adalah yang terberat.
Hanafi turun lansgung membagikan formulir C6. Pada H-1, kotak dan surat suara datang ke TPS.
Hanafi mempertimbangkan betul masalah kecurigaan tentang kecurangan.
Ia memilih untuk menyimpan logistik pemilu itu di TPS tanpa dibawa pulang agar bisa dilihat semua orang.
Hanafi menjaganya, begadang semalam suntuk.
"Dia nungguin di TPS sampai setengah lima subuh. Abis salat dia balik lagi untuk upacara buat sumpah KPPS lagi," ceritanya.
Tak sempat tidur, Hanafi membuka pemungutan suara dan terus mengawalnya sampai siang hari.
Gino memperkirakan, adiknya saat itu lupa makan dan lupa akan kesehatan dirinya.
Pukul 12.00 WIB perut Hanafi bergejolak, ia memutuskan pulang. Ia mencari air kelapa untuk obat perutnya.
Belum sempat rehat, ketua KPPS itu dijemput untuk memulai penghitungan. Sekira pukul 14.00 WIB, Hanafi tak kuat, ia pulang.
Pihak keluarga mulai khawatir dan memanggil dokter dari klinik 24 jam terdekat.
"Kita panggil dokter 24 jam katanya asam lambungnya tinggi. Darahnya 140/70, /70nya ini yang membuat kolaps."
"Tapi dia enggak mau dirawat. Orang itu enggak ada ngeluhnya, sakit gitu apa, enggak," paparnya.
• Reaksi Bawaslu Jakbar Jadi Wilayah Tertinggi Pelanggaran Pemilu 2019
• Demi Pemilu 2019, Syukur Sampai Tak Bisa Jenguk Anaknya yang Dirawat Karena DBD
Meski tak mengeluh, namun kondisi Hanafi terus memburuk hingga pada pukul 16.00 WIB, Kamis (18/4/2019) nyawanya tak tertolong.
Hanafi tidak sendiri, data terakhir per Senin (22/4/2019), KPU RI merilis jumlah petugas KPPS yang meninggal dunia sebanyak 90 orang, sedangkan 374 orang sakit.
Tinta emas sejarah Indonesia melaksanakan pemilihan serentak eksekutif dan legislatif juga harus dibarengi torehan tinta hitam gugurnya para petugas Pemilu.