Pemindahan Ibu Kota Kembali Dibahas, Anies Sebut Presiden Jokowi Setuju Jakarta Tetap Dibangun

Anies memaparkan, rencana perpindahan Ibu Kota di luar Jawa disebabkan oleh adanya ketimpangan dan pemerataan penduduk di wilayah Indonesia.

Penulis: Wahyu Aji Tribun Jakarta | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
KOMPAS/PRIYOMBODO
Refleksi lanskap kota Jakarta yang dipenuhi gedung pencakar langit, Rabu (06/02/2019). Kawasan Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan menjadi daerah pemilihan terkaya dengan rata-rata pertumbuah ekonomi yang tinggi. 

TRIBUNJAKARTA.COM - Presiden Joko Widodo memutuskan untuk memindahkan Ibu Kota ke luar pulau Jawa.

Hal itu diputuskan Jokowi dalam rapat terbatas terkait pemindahan Ibu Kota di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (29/4/2019).

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengatakan, awalnya dalam rapat itu ada tiga alternatif yang ditawarkan ke Jokowi.

Pertama, Ibu Kota tetap di Jakarta tetapi daerah seputaran Istana dan Monas dibuat khusus untuk kantor-kantor pemerintahan, kementerian, dan lembaga.

Sehingga seluruh kawasan pemerintahan berada di satu tempat dan itu menciptakan efisiensi di dalam tugas koordinasi pemerintah.

Alternatif kedua, pusat pemerintahan pindah ke luar Jakarta, tetapi masih dalam radius sekitar 50-70 km dari Jakarta.

Alternatif ketiga adalah memindahkan Ibu Kota ke luar pulau Jawa, khususnya mengarah kepada kawasan timur Indonesia.

Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla bersiap mengumumkan nama-nama calon menteri di halaman Istana Merdeka, Jakarta, Senin (26/10/2014). Hari ini Presiden Joko Widodo mengumumkan nama-nama calon menteri untuk mengisi Kabinetnya yang diberi nama Kabinet Kerja.
Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla bersiap mengumumkan nama-nama calon menteri di halaman Istana Merdeka, Jakarta, Senin (26/10/2014). Hari ini Presiden Joko Widodo mengumumkan nama-nama calon menteri untuk mengisi Kabinetnya yang diberi nama Kabinet Kerja. (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA)

"Dalam rapat tadi diputuskan, Presiden memilih alternatif ketiga, yaitu memindahkan Ibu Kota ke luar Jawa. Ini barangkali salah satu putusan penting yang dilahirkan hari ini," kata Bambang.

Menurut Bambang, keputusan Jokowi itu diambil dengan mempertimbangkan agar Indonesia tidak Jawa sentris.

Diharapkan nantinya pertumbuhan ekonomi bisa merata di setiap wilayah.

Kendati demikian, pemerintah belum memutuskan daerah mana yang akan dipilih menjadi Ibu Kota baru.

Bambang mengatakan, untuk memutuskan lokasi ini masih dibutuhkan pembahasan yang panjang.

"Dan tentunya akan dilanjutkan dengan ratas berikutnya yang akan bicara lebih teknis, bicara design, dan bicara mengenai masterplan dari kota itu sendiri," kata dia.

Gubernur Anies pastikan pembangunan Jakarta dilanjutkan

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan beri tanggapan soal wacana pemindahan Ibu Kota Indonesia ke luar Pulau Jawa.

Menurut Anies meskipun Ibu Kota bakal di pindah namun pembangunan di Jakarta dipastikan akan tetap berjalan.

"Kami di Jakarta menyampaikan bahwa Ibu Kota ada di Jakarta ataupun di tempat lain, masalah yang ada di Jakarta tetap harus diselesaikan. Ini menjadi komitmen dari pemerintah kita. Semua berkomitmen bahwa rencana Pemprov untuk melakukan pembagunan masif itu tetap akan dijalankan," kata Anies Baswedan di Pasar Kenari, Senin (29/4/2019).

Anies memaparkan, rencana perpindahan Ibu Kota di luar Jawa disebabkan oleh adanya ketimpangan dan pemerataan penduduk di wilayah Indonesia.

Sementara menurut Anies, rencana perpindahan tersebut hanya meliputi aspek pemerintahan dan administasinya saja.

Sedangkan untuk aspek Ekonomi, bisnis, dan perbankan tak ada yang berubah.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Balai Kota DKI, Senin (22/4/2019).
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Balai Kota DKI, Senin (22/4/2019). (TribunJakarta.com/Pebby Adhe Liana)

"Pak Presiden juga menggarisbawahi bahwa tantangan utama di Indonesia hari ini adalah adanya ketimpangan distribusi kesejahteraan dan juga distribusi penduduk. Jawa, amat padat. Sementara daerah lain, penduduknya sedikit," kata Anies.

"Kemudian dalam paparan tadi rencana akan dipindah hanya aspek pemerintahan administrasi. Jadi kegiatan perekonomian, perdagangan, perbankan itu tidak mengalamai perubahan. Jadi yang pindah itu hanya kegiatan administrasi pemerintahan di kantor kementerian. Jadi bukan memindahkan kegiatan perekonomannya di luar. Perekonomian dan lainnya tetap di Jakarta," kata Anies.

Diberitakan sebelumnya, Bappenas telah merampungkan kajian tahap pertama rencana pemerintahan Ibu Kota ke luar Jakarta.

Kajian tersebut terfokus pada tiga wilayah yang menjadi kandidat utama pengganti Jakarta.

Di antaranya, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur.

Hal ini juga dibahas dalam rapat terbatas membahas tindak lanjut rencana pemindahan Ibu Kota di kantor Presiden, Jakarta, Senin (29/4/2019).

Menurut Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro, awalnya dalam rapat itu ada tiga alternatif yang ditawarkan ke Jokowi.

Pertama, Ibu Kota tetap di Jakarta tetapi daerah seputaran Istana dan Monas dibuat khusus untuk kantor-kantor pemerintahan, kementerian, dan lembaga.

Sehingga seluruh kawasan pemerintahan berada di satu tempat dan itu menciptakan efisiensi di dalam tugas koordinasi pemerintah.

Kedua, pusat pemerintahan pindah ke luar Jakarta, tetapi masih dalam radius sekitar 50-70 km dari Jakarta, dan alternatif ketiga adalah memindahkan Ibu Kota ke luar pulau Jawa, khususnya mengarah kepada kawasan timur Indonesia.

Bambang pun menyebut bahwa Jokowi lebih menyetujui apabila Ibu Kota dipindah ke luar Jawa.

Komentar Anggota Komisi II DPR

Anggota Komisi II DPR RI, Achmad Baidowi mengapresiasi keputusan Jokowi menjawab keinginan lama yang telah ada sejak era Presiden Soekarno.

Apalagi jika melihat beban Jakarta yang semakin berat ketika memegang dua fungsi yakni sebagai kota pemerintahan dan pusat niaga.

"Sebuah keinginan lama melihat crowdetnya Jakarta sebagai ibu kota. Karena memegang dua fungsi yakni kota pemerintahan dan pusat niaga. Sehingga yang terjadi beban Jakarta sangat berat. Macet jadi sangat akut di Jakarta. Banjir pun begitu," ujar Wakil Sekjen Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini kepada Tribunnews.com, Senin (29/4/2019).

Wasekjen PPP Achmad Baidowi
Wasekjen PPP Achmad Baidowi (Istimewa)

Menurut Baidowi, keputusan memindah ibu kota pemerintahan harus dibarengi dengan kajian mendalam.

Termasuk menyiapkan Rencana Tata Ruang Wilayah( RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).

"Agar tidak mengulang kesalahan Jakarta. Mulai dari sistem tata letak perkantoran, infrastruktur, transportasi, serta aspek keamanan," papar Baidowi.

Jangan pula di ibu kota yang baru, imbuh dia, macet, banjir, dan kriminalitas, menjadi masalah baru.

Meskipun demikian ia yakin pemindahan ibu kota akan berhasil seperti negara-negara lain di dunia.

"Negara-negara di dunia juga banyak yang melakukan pemindahan ibu kota dan berhasil," ucapnya.

Pemindahan Ibu Kota Butuh Dana Rp 466 Triliun

Pemerintah memperkirakan pemindahan ibu kota menelan biaya sekitar Rp 323 triliun hingga Rp 466 triliun. Anggaran tersebut digunakan untuk biaya pembelian lahan dan pembangunan infrastrukturnya.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional / Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, anggaran tersebut muncul dengan pertimbangan dua skenario. 

Skenario Pertama adalah pemindahan ibu kota demgan mengikutsertakan seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan kebutuhan lahan 40.000 hektare (ha).

"Skenario satu diperkirakan akan membutuhkan biaya Rp 466 triliun atau US$ 33 miliar," ujarnya saat rapat di Kantor Presiden, Senin (29/4/2019).

Berdasarkan kebutuhan tersebut, pemerintah akan menyediakan dana sekitar Rp 250 triliun. Sementara porsi swasta untuk pembiayaan tersebut sebesar Rp 215 triliun.

Sementara skenario dua membutuhkan lahan yang lebih kecil sebesar 30.000 ha. Hal itu dikarenakan pada skenario kedua tidak seluruh ASN inut pindah ke ibu kota baru tersebut. "Skenario dua lebih kecil karena kotanya lebih kecil yaitu Rp 323 triliun atau US$ 23 miliar," terang Bambang.

Kebutuhan biaya tersebut telah melihat pelaksanaan di sejumlah negara. Antara lain yang dianggap hampir mirip dengan rencana Indonesia adalah Korea Selatan. Korea Selatan memindahkan pusat pemerintahan dari Seoul ke Sejong dengan biaya US$ 22 miliar.

Meski lebih murah, ibu kota Korea Selatan tersebut hanya didesain untuk 500.000 orang.

Sementara Brasil telah melakukan pemindahan jauh sebelumnya pada tahun 1955. Saat itu Brasil mengeluarkan biaya mencapai US$ 8,1 miliar dengan rencana penduduk 500.000 orang.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved