Pilpres 2019

Ijtima Ulama III Singgung Fatwa Alternatif, MUI: Fatwa Keabsahan Pemilu Minta ke Mahkamah Konstitusi

Majelis Ulama Indonesia menegaskan untuk fatwa politik praktis untuk keabsahaan Pemilu 2019 caranya meminta ke MK, bukan MUI apalagi Ijtima Ulama III.

Penulis: Y Gustaman | Editor: Y Gustaman
Net
Kantor Majelis Ulama Indonesia di Jakarta Pusat. 

TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia merespon panitia pengarah Ijtima Ulama III, Ustaz Bachtiar Nasir soal fatwa alternatif terkait Pemilu 2019.

Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat KH Cholil Nafis menjelaskan memang sudah lama ada fatwa yang dikeluarkan oleh individu atau kelompok selain MUI selama ini.

"Namun fatwa MUI menjadi representasi opini tokoh-tokoh umat Islam yang tergabung dari seluruh ormas Ahlussunnah waljamaah di Indonesia," ujar Kiai Cholil kepada TribunJakarta.com, Kamis (2/5/2019).

Ia menjelaskan fatwa yang dikeluarkan MUI selama ini terdiri dari masalah keseharian (waqi’iyah), tematis (maudhu’iya) dan perundang-undangan (qanuniyah).

"Sementara masalah politik (siyasah), MUI berbicara dalam koridor prinsip dan nilai-nilai politik Islam. MUI tak mengeluarkan fatwa soal politik praktis seperti keabsahan pemilu," imbuh dia.

Ia menjelaskan, sementara untuk meminta fatwa politik praktis kepada MUI jelas bukan pada tempatnya. Apalagi berkenaan dengan keabsahaan Pemilu 2019.

"Berkenaan dengan keabsahaan Pemilu untuk memenangkan capres bukan kepada MUI tapi kepada Mahkamah Konstitusi. Juga bukan oleh Ijtima Ulama III," terang Kiai Cholil.

"Sebab Indonesia sudah menyepakati tentang asas negara dan model tata negara yang dianutnya," ia menambahkan.

Sebelumnya, Ustaz Bachtiar Nasir mengaku Ijtima Ulama III digelar untuk membicarakan soal fatwa alternatif selain dari MUI atas dorongan masyarakat.

"Latar belakang pertemuan ini sebetulnya bukan ujug-ujug untuk kepentingan-kepentingan politik semata-mata," ujar Ustaz Bachtiar Nasir di Hotel Lor In, Sentul, Bogor, Rabu (1/5/2019).

Ia menegaskan Ijtima Ulama III tidak mendadak hanya menyoroti kepentingan politik semata, tetapi lebih kepada tuntutan masyarakat yang meminta arahan para ulama, meminta fatwa para ulama.

Diakui Ustaz Bachtiar, memang sudah ada komunikasi secara individu di antara para ulama tetapi kemudian dirasa kurang cukup sehingga perlu bertemu bersama.

"Sehingga kemudian jangan sampai kemudian salah arahan atau salah fatwa menyikapi Pemilu 2019 karena ini terkait dengan kedaulatan NKRI, ini terkait dengan masalah menjaga amanat UUD 45, ini juga terkait dalam rangka mengamankan dan mengamalkan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika," papar dia.

Hasil Ijtima Ulama III

Hasil Ijtima Ulama III mengeluarkan 5 rekomendasi untuk menghadapi isu kecurangan Pilpres 2019.

Satu di antara rekomendasi yang paling "keras" adalah usulan agar capres-cawapres Jokowi-Maruf Amin didiskualifikasi.

Ulama pendukung capres-cawapres 02, Prabowo-Sandi meminta Bawaslu dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk membatalkan atau mendiskualifikasi pasangan 01 Jokowi-Ma'ruf.

Beberapa ulama yang hadir di antaranya KH Abdul Rasyid Abdullah Syafie, Ustaz Yusuf Muhammad Martak, Ustaz Zaitul Rasmin, Ustaz Slamet Maarif, KH Sobri Lubis, dan Ustaz Bachtiar Nashir.

Dalam kesimpulan acara, Yusuf Martak, Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama mengatakan, "Telah terjadi berbagai kecurangan dan kejahatan yang bersifat terstruktur, sistematis, masif dalam proses penyelenggaraan Pemilu 2019."

Prabowo yang juga hadir dalam acara mengatakan bahwa kesimpulan pertemuan "cukup komprehensif dan tegas."

Saat ditanya apa yang dimaksud dengan kejahatan dalam proses pemilu, Slamet Maarif pun menjelaskan.

"Kenapa kita peserta Ijtima mengatakan ada kejahatan, karena ada perbuatan-perbuatan curang yang mengarah ke kejahatan," ungkap Slamet Maarif yang juga Ketua Ijtima Ulama III.

Slamet Maarif mencontohkan salah satu kejahatan di antaranya menzalimi suara orang, memerintahkan suara hak orang.

"Kemudian fakta-fakta di lapangan ditemukan bntuk kejahatan juga yang kita indikasikan terstruktur, sistematis, dan masif," ungkap Slamet Maarif.

Sejauh ini kubu Prabowo-Sandiaga belum menunjukkan metode penghitungan dalam klaim mereka bahwa capres nomor urut 02 itu menang dalam Pemilu.

Dalam kesempatan itu, penyelenggara juga membantah tuduhan bahwa seolah-olah Ijtima Ulama ini berusaha menggiring opini bahwa seolah-olah Pemilu 2019 diwarnai kecurangan.

"Justru para ulama datang ke sini untuk memberikan ketenangan kepada umat," kata Ustaz Bachtiar Nasir.

Bachtiar mengklaim kehadiran ulama justru untuk apa yang dia sebut sebagai upaya "meredam" suara-suara pendukung capres Prabowo-Sandi yang menganggap ada kecurangan pada penyelenggaraan 2019.

"Posisi kami harusnya diapreasiasi, karena ada arahan (dalam forum agar pendukung Prabowo Subianto) tenang, aman, tidak boleh ada chaos," kata Bachtiar Nasir. (TribunJakarta.com/Tribunnews.com)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved