Pilpres 2019

Sejumlah Tokoh Komentari Langkah Kubu Prabowo Bawa Sengketa Pilpres ke Mahkamah Internasional

Sengketa hasil suara Pilpres 2019 yang telah diputus Mahkamah Konstitusi (MK) tak bisa dibawa ke peradilan internasional.

Editor: Y Gustaman
TRIBUNJAKARTA.COM/ANNAS FURQON HAKIM
Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno di Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (27/6/2019). 

TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA — Sengketa hasil suara Pilpres 2019 yang telah diputus Mahkamah Konstitusi (MK) tak bisa dibawa ke peradilan internasional.

Hal itu disampaikan pengamat hukum tata negara Refly Harun, menanggapi wacana pihak yang tak puas atas putusan MK.

Dalam sidang sengekta hasil Pilpres 2019, Kamis (27/6/2019), MK menolak seluruh permohonan pasangan calon urut 02 Prabowo-Sandiaga.

"Ya enggak (bisa) lah," ujar Refly dilansir Kompas.com, Jumat (28/6/2019), dalam artikel: Pengamat: Sengketa Pilpres Tak Bisa Dibawa ke Peradilan Internasional.

Ia mengatakan, Peradilan Internasional biasanya hanya menangani perkata terkait kasus pelanggaran HAM dan genosida.

Refly Harun
Refly Harun (YouTube/Najwa Shihab)

Menurut dia belum ada yurisprudensi peradilan internasional seperti International Criminal Court (ICC) menangani sengketa pemilu suatu negara.

Refly menyatakan, ICC hanya berwenang menangani perkara pidana di suatu negara bila pengadilan di dalamnya tak berfungsi baik lantaran ditekan oleh penguasa.

Dalam hal ini, Refly tak melihat MK mengalami tekanan saat memutus perkara sengketa hasil suara Pilpres 2019 sehingga tak ada alasan peradilan internasional turut campur.

"Saya kira terlalu berlebihan kalau melihat MK lumpuh."

"Yang terjadi adalah hakim-hakimnya paling tidak, atau masih berpikiran konservatif. Kurang progresif. Itu saja mungkin. Tapi cara pandang hakim tidak boleh kita hakimi," lanjut dia.

Pendapat Mahfud MD

Dalam catatan Tribunnews.com, mantan Ketua MK Mahfud MD pernah berpendapat tentang sengketa pemilu dibawa ke peradilan internasional.

Mahfud MD menjelaskan bahwa permasalahan sengketa hasil Pemilu di sebuah negara tidak bisa dibawa ke pengadilan internasional.

Mahfud MD
Mahfud MD (KOMPAS.com/Indra Akuntono)

Pengadilan internasional tidak melayani gugatan kontestan pemilu di sebuah negara.

"Adapun PBB itu tidak mengadili sengketa hasil Pemilu, tidak mengadili gugatan kontestan Pemilu," kata Mahfud di KPU RI, Jakarta Pusat, Rabu, (10/4/2019).

Sebab pengadilan internasional hanya melayani soal sengketa antarnegara seperti konflik, dan peradilan kriminal internasional yakni International Criminal Court di Den Haag, Belanda.

IIC mengadili sengketa kejahatan kemanusiaan seperti kejahatan perang, dan pemusnahan etnis atau genosida.

"Jadi, tidak ada mekanisme hukum yang memungkinkan orang mengadu ke peradilan internasional atau ke PBB, itu nggak ada," jelas Mahfud.

Maka, bila ada kelompok masyarakat atau seseorang tidak puas atas hasil dan perjalanan pesta demokrasi di Indonesia, Mahfud menyarankan mereka mengajukan gugatan ke Bawaslu, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dan MK.

"Tidak mungkin urusan pemilu itu dibawa ke negara lain PBB dan sebagainya. Kita udah punya perangkat hukum, ada Bawaslu dan DKPP, ada pengadilan pidana dan ada Mahkamah Konstitusi," tuturnya.

Mahfud turut menanggapi pernyataan Direktur Media dan Komunikasi Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Hashim Djojohadikusumo yang mengatakan pihaknya akan melayangkan gugatan ke lembaga-lembaga internasional jika terbukti ada kecurangan dalam penyelenggaraan Pemilu kali ini.

Hashim berujar, sah-sah saja pihaknya melayangkan gugatan bila mendapati indikasi kecurangan dalam persiapan hingga pelaksanaan Pemilu 2019.

"Kalau ada kecurangan yang tidak ditangani kami akan lapor semua pihak, bisa Bareskrim Mabes Polri atau Interpol tergantung bagian hukum, kami juga akan laporkan ke International Court of Juctice atau Mahkamah Internasional PBB, ke human rights, pokoknya ke semua pihak yang sah," ujar Hashim di Hotel Ayama Midplaza, Jakarta Pusat, Senin (1/4/2019).

"LSM Internasional pernah mempermasalahkan keabsahan pemilu di Thailand yang digelar oleh petahana, dan tentu di beberapa negara lain," imbuhnya.

Politikus Demokrat: Mahkamah Internasional Mana?

Di Twitter-nya politikus Partai Demokrat Rachlan Nashidik mempertanyakan mau dibawa ke mahkamah internasional mana sengketa pemilu selanjutnya.

Wasekjen DPP Partai Demokrat Rachland Nashidik di Kramat Jati, Jakarta Timur, Selasa (5/3/2019)
Wasekjen DPP Partai Demokrat Rachland Nashidik di Kramat Jati, Jakarta Timur, Selasa (5/3/2019) (TribunJakarta.com/Bima Putra)

Sebab cuma ada dua "Mahkamah Internasional".

Yakni International Court of Justice dan International Criminal Court.

Yang satu melayani sengketa antarnegara. Lainnya mengurus Genocide, War Crimes, Crimes Against Humanity dan Crimes of Aggression.

"Sengketa Pemilu mau dibawa ke mahkamah mana?" ujarnya di Twitter.

Pendapat Ketua KPU

Ketua Komisi Pemilihan Umum ( KPU) Arief Budiman mengatakan, tahapan Pemilu Presiden selesai di putusan Mahkamah Konstitusi.

Jika ada pihak mewacanakan untuk membawa sengketa hasil Pilpres ke Mahkamah Internasional, maka, hal itu tak masuk sebagai tahapan pemilu.

"Itu bukan tahapan pemilu. Maka jangan tanya KPU. Kalau dalam tahapan pemilu, yang dibikin KPU, hanya sampai putusan MK finalnya," kata Arief Budiman di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (28/6/2019).

Menurut Arief Budiman, putusan MK bersifat final dan mengikat seluruh pihak.

Oleh karenanya, putusan MK wajib untuk dilaksanakan seluruh kalangan, tanpa terkecuali.

Hal ini, telah dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.

"Tapi kalau tahapan pemilu yang diatur dalam UU Pemilu ya putusan MK itu final and binding dalam tahapan pemilu kita," ujar Arief Budiman soal wacana Maahkaamah Internasional.

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved