Kondisi SM: Idap Skizofrenia, Tahun Lalu Tidak Mau Lagi Dirawat, Nasibnya Akan Ditentukan Pengadilan

Polisi tak dapat mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) karena tak memenuhi persyaratan

Penulis: Erik Sinaga 2 | Editor: Erik Sinaga
Twitter
Viral video wanita bawa anjing masuk ke dalam masjid di Sentul City, Bogor 

TRIBUNJAKARTA.COM, KRAMAT JATI - SM (52) dipastikan mengidap gangguan kejiwaan. SM adalah perempuan yang membawa anjingnya ke Masjid Al Munawaroh, Kabupaten Bogor pada Minggu (30/6/2019).

SM menjadi viral karena direkam jemaah sedang marah-marah dan menanyakan kabar suaminya yang menurutnya menikah di sana. Dia kemudian melepas anjingnya sehingga keadaan semakin memburuk.

Kepala Rumah Sakit (Karumkit) RS Polri Brigjen Pol Musyafak mengatakan SM dipastikan mengidap gangguan jiwa setelah pihaknya melakukan observasi medis sejak Senin (1/7/2019).

Berikut rangkuman TribunJakarta:

1. Pasti mengidap skizofrenia

Hasil observasi kejiwaan SM juga diperkuat dengan pernyataan dokter jiwa RS Siloam Bogor dan RS Priemer Bintarilo yang pernah menangani SM.

"Memang dari hasil pengalaman penyakit dahulu ditangani dokter tersebut. Kemudian penanganan dari ahli kami, kami bisa simpulkan penyakit skizofrenia," kata Musyafak di RS Polri Kramat Jati, Selasa (2/7/2019).

Saat diantar penyidik Polres Kabupaten Bogor kemarin, Musyafak menuturkan SM dalam kondisi tak stabil sehingga tak bisa diwawancarai.

Baru setelah diberi suntikan penenang SM yang kini berstatus tersangka atau dijerat pasal 156a KUHP tentang Penodaan Agama bisa diwawancarai dokter.

"Pas datang pertamakali memang gelisah dan agak kurang stabil kemudian kami lakukan pemeriksaan sekaligus berikan penanganan dengan injeksi oleh dokter ahli psikiater, akhirnya agak tenang," ujarnya.

Perihal apakah SM mengingat telah melepas anjing di Masjid Al Munawaroh, Musyafak menuturkan proses wawancara yang dilakukan tim dokter tak membahas masalah itu.

Tim dokter gabungan yang beranggotakan 6 dokter jiwa itu fokus menangani kejiwaan SM guna menentukan pengobatan yang tepat bagi SM.

"Kita arahnya ke penyakitnya dan kelainan kejiwaannya supaya lebih stabil, supaya lebih membaik dan segera untuk proses perawatan selanjutnya," tuturnya.

Lantaran dipastikan mengidap gangguan jiwa, Musyafak menyarankan agar SM dirawat di RS Jiwa sehingga dapat ditangani dengan baik.

Dia menyarankan SM dirawat di RS Jiwa yang berlokasi di sekitar Bogor, namun hal itu menurutnya ditentukan pihak keluarga atau penyidik Satreskrim Polres Kabupaten Bogor.

"Kami arahkan ke rumah yang terdekat dengan rumah SM, yaitu di Bogor. Adapun pelaksanaannya apakah di Bogor, di Grogol yah ditentukan keluarga atau penyidik," kata Musyafak.

2. Sarankan dirawat di RSJ

Kepala Rumah Sakit Polri Kramat Jati Brigjen Musyafak mengatakan perbuatan yang dilakukan SM itu didasari karena dia mengidap gangguan jiwa dan harus dirawat di RS Jiwa.

"Hasil pemeriksaan dan observasi selama dua hari itu kita akan beri masukan atau saran ke penyidik untuk tidak lanjut, dan dirawat di RS. Usulan kami, adapun pelaksanaan tergantung penyidik," kata Musyafak di RS Polri Kramat Jati, Selasa (2/7/2019).

Meski secara medis dinyatakan mengidap gangguan jiwa, Musyafak tak menyebut apa penyakit yang diidap SM dapat menggugurkan status tersangka SM.

Dia hanya menuturkan penetapan tersangka sepenuhnya merupakan kewenangan penyidik Satreskrim Polres Bogor yang menangani kasus SM.

"Bukan kapasitas kami. Kami dari RS siapa pun mereka akan kami lakukan pemeriksaan dan pengobatan. Status tersangka, terdakwa, saksi bukan kapasitas kami. Kami secara profesional untuk memeriksa dan merawat," ujarnya.

Lantaran observasi kejiwaan SM sudah rampung, Musyafak mengatakan pihaknya segera mengeluarkan hasil Visum et Repertum Psikiatrikum.

Visum hasil pemeriksaan kejiwaan berikut riwayat medis SM memang memiliki riwayat gangguan jiwa itu nantinya diserahkan ke penyidik Satreskrim Polres Bogor.

"Kami buatkan visum. Karena hasil dari medical record sebelum dari RS Marzoeki Mahdi dari dokter yang pernah menangani di sana dengan hasil pemeriksaan kemarin dan hari ini," tuturnya.

Seorang wanita berkacamata hitam diperika Polres Bogor setelah aksinya viral di Media Sosial Twitter
Seorang wanita berkacamata hitam diperika Polres Bogor setelah aksinya viral di Media Sosial Twitter (Dokumentasi Polres Bogor)

3. SM sejak tahun lalu tidak mau dirawat

Sejak beberapa tahun lalu SM sudah dipastikan secara medis memiliki masalah kejiwaan dan sudah pernah beberapa kali ditangani sejumlah Rumah Sakit.

Karumkit RS Polri Brigjen Musyafak mengatakan satu dokter yang pernah menangani SM bahkan sudah mengharuskan SM menghuni Rumah Sakit Jiwa.

"Bahkan dr Lahargo ini sudah beberapa bulan, tahun yang lalu menyarankan untuk dirawat. Tapi yang bersangkutan tidak mau. Kontrol pun kadang mau kadang tidak," kata Musyafak di RS Polri Kramat Jati, Selasa (2/7/2019).

Merujuk hasil kerja sama antara dokter jiwa RS Marzoeki Mahdi dan RS Priemer Bintaro, Musyafak menuturkan SM juga ogah menjalani kontrol rutin.

Pun mengkonsumsi obat yang diberikan dokter sehingga pada saat melepas anjing di masjid lalu penyakitnya diduga kambuh.

"Kontrol pun kadang mau kadang tidak, begitu dikasih obat pun kadang diminum kadang tidak. Barangkali kambuh sehingga melakukan tindakan kemarin di Masjid itu," ujarnya.

Satu dokter jiwa RS Polri yang menangani pemeriksaan kejiwaan SM, dr. Sp KJ Esther Sinsuw menjelaskan ada sejumlah alasan yang mendasari SM ogah minum obat.

Di antaranya SM tak merasa ada yang salah dengan kejiwaan dan fisiknya sehingga ogah meminum obat dan melakukan kontrol.

"Atau obat itu menimbulkan hal-hal yang tidak enak buat dia. Kita maksudnya baik, tapi yang bersangkutan sesudah minum obat kok enggak enak," tutur Esther.

Meski dipastikan memiliki gangguan jiwa, Esther menyebut kondisi perempuan yang berstatus tersangka atau dijerat pasal 156a KUHP tentang Penodaan Agama itu lebih tenang.

Hari ini, tim dokter gabungan yang mengobservasi kejiwaan SM bakal membuat Visum et Repertum Psikiatrikum lalu diserahkan ke penyidik Satreskrim Polres Bogor.

Tim dokter sepakat menyarankan penyidik agar SM dirawat di RSJ agar mendapat penanganan medis yang sesuai kebutuhannya.

"Kita arahkan ke yang terdekat dengan rumah SM, yaitu di Bogor. Adapun pelaksanaannya apakah di Bogor, di Grogol yah ditentukan keluarga atau penyidik," sambung Musyafak. 

4. Proses hukum tetap bergulir

Pakar Hukum Pidana Abdul Fickar Hadjar mengatakan proses hukum SM yang memiliki riwayat gangguan jiwa tetap dimungkinkan bergulir hingga ke meja hijau.

"Karena sudah ditetapkan sebagai tersangka, maka pengadilan lah yang menguji apakah tersangka bisa dipertanggungjawabkan atas perbuatannya," kata Fickar di Kramat Jati, Jakarta Timur, Selasa (2/7/2019).

Menurutnya polisi tak dapat mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) karena tak memenuhi persyaratan yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHAP).

Yakni tidak adanya bukti yang cukup, perkara bukan merupakan tindak pidana, penghentian penyidikan dilakukan demi hukum yang di antaranya perkara sudah kadaluarsa atau sudah pernah divonis.

"Mestinya dipastikan dulu keadaan jiwannya orangnya sebelum ditetapkan sebagai tersangka. Sehingga ketika diberhentikan (penyidikan) tidak perlu pakai SP3," ujarnya.

Pun proses hukum SM dimungkinkan tetap bergulir, Fickar menyebut Visum et Repertum Psikiatrikum yang dibuat tim dokter bentukan RS Polri dapat jadi penentu keputusan majelis hakim.

Hasil tersebut bakal disandingkan dengan keterangan pakar hukum pidana dan dokter jiwa yang dihadirkan dalam sidang bila berkas perkara SM dinyatakan lengkap atau P21 oleh Kejaksaan.

"Tetapi (di pengadilan) itu (hasil pemeriksaan kejiwaan) bisa jadi bukti bahwa dia tidak bisa dipertanggung jawabkan," tuturnya.

Kepala BKD DKI: Bambang Widjojanto Tak Punya Batas Cuti Karena Bukan PNS

Miliki Riwayat Gangguan Jiwa, Perempuan Pelepas Anjing di Masjid Sebelumnya Pernah Lepas Kendali

Diterpa Badai Cedera, PSS Sleman Siap Permalukan Persija Jakarta Dihadapan The Jakmania

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 77 Tahun 2015 tentang Pedoman Pemeriksaan Kesehatan Jiwa untuk Kepentingan Penegak Hukum pun tercantum prosedur penanganan.

Dalam Permen tersebut dijelaskan bahwa tugas dokter spesialis kejiwaan yang membuatnya Visum et Repertum Psikiatrikum bukan untuk menentukan pertanggungjawaban terperiksa.

Pasalnya hal itu tak diatur dalam disiplin ilmu kedokteran, sehingga penentuan pertanggungjawaban tersebut adalah hak dari hakim pengadilan.

Dokter spesialis kejiwaan dapat membantu hakim dengan mengemukakan unsur-unsur yang dapat menentukan pertanggungjawaban terperiksa. (TribunJakarta)

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved