Jokowi Sampai Anies Digugat Gara-gara Polusi Udara di Jakarta Memburuk Hingga Rencana Hujan Buatan

Dilansir dari TribunTravel, prediksi ini berdasarkan pengukuran PM 2,5 atau partikel halus di udara yang berukuran lebih kecil dari 2,5 mikron.

Penulis: Wahyu Aji Tribun Jakarta | Editor: Erik Sinaga
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Suasana gedung bertingkat di kawasan Kuningan, Jakarta, Selasa (2/7/2019). Kepala lembaga riset global Jones Lang LaSalle (JLL) James Taylor menyebutkan Jakarta menempati posisi ke-15 dalam daftar pasar investasi Asia Pasifik Pricewaterhouse Coopers, hal tersebut menunjukkan bahwa Jakarta semakin potensial untuk investasi terutama di sektor infrastruktur dan properti. 

TRIBUNJAKARTA.COM, BANTARJATI - Beberapa waktu terakhir, polusi udara di Jakarta disebut-sebut semakin parah.

Bahkan, kualitas udara di Jakarta tahun ini diprediksi lebih buruk dibandingkan tahun sebelumnya.

Dilansir dari TribunTravel, prediksi ini berdasarkan pengukuran PM 2,5 atau partikel halus di udara yang berukuran lebih kecil dari 2,5 mikron (mikrometer).

Parameter PM 2,5 dipakai karena unsur ini mendominasi zat pencemar di udara, di atas sulfur dioksida ataupun karbon monoksida.

Sementara itu, situs AirVisual mengumpulkan data polusi udara di sejumlah negara di dunia.

Dari data tersebut didapatkan peringkat negara-negara dengan tingkat polusi udara tertinggi di dunia.

Tingkat polusi dihitung berdasarkan satuan mikrogram per udara meter kubik atau ug/m3.

Berdasarkan pemantauan AirVisual, polusi udara di Jakarta tergolong yang terburuk di dunia yang berada pada peringkat 11 dengan tingkat polusi 42,01 ug/m3.

Udara Ibu Kota Kotor, Gubernur Anies Akui Punya Data, Sindir PLTU hingga Penjelasan PLN

Bangladesh menjadi negara paling terpolusi di dunia yang berada pada peringkat 1 dengan tingkat polusi 97,1 ug/m3.

Selain Indonesia dan Bangladesh, berikut selengkapnya 20 negara dengan tingkat polusi udara terburuk di dunia, dirangkum TribunTravel dari laman AirVisual.

1. Bangladesh: 97,1 ug/m3

2. Pakistan: 74,27 ug/m3

3. India: 72,54 ug/m3

4. Afghanistan: 61,8 ug/m3

Polusi udara di India (Vox)

5. Bahrain: 59,8 ug/m3

6. Mongolia: 58,5 ug/m3

Benahi Masalah Polusi, Anggota DPRD DKI Tantang Anies Baswedan Wajibkan PNS Naik Kendaraan Umum

7. Kuwait: 56 ug/m3

8. Nepal: 54,15 ug/m3

9. Uni Emirat Arab: 49,93 ug/m3

10. Nigeria: 44,84 ug/m3

11. Indonesia: 42,01 ug/m3

12. China: 41,17 ug/m3

13. Uganda: 40,8 ug/m3

14. Bosnia: 39,97 ug/m3

Ilustrasi (theconversation.com)

15. Macedonia: 35,47 ug/m3

16. Uzbekistan: 34,3 ug/m3

Kualitas Udara DKI Semakin Buruk Saat Kemarau, Ini Penjelasan Dinas Lingkungan Hidup

17. Vietnam: 32,91 ug/m3

18. Sri Lanka: 32 ug/m3

Jokowi sampai Gubernur Anies digugat

Gugat polusi udara
Gugat polusi udara (Tribunnews.com/Fahdi Fahlevi)

Tim Advokasi Ibu Kota melayangkan gugatan warga negara atau Citizen Law Suit (CLS) kepada sejumlah lembaga pemerintahan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Gugatan ini dilayangkan kelompok tersebut akibat polusi udara di Jakarta yang semakin parah.

Mereka menuntut secara perdata kebijakan dari para pemangku kepentingan, hak mendapatkan udara bersih bagi warga Jakarta.

Gugatan ini teregistrasi dengan nomor gugatan 374/Pdt.G/LH/2019/PN.Pst.

Dalam gugatan ini terdapat tujuh tergugat, yakni Presiden RI Joko Widodo, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, serta turut tergugat Gubernur Jawa Barat dan Gubernur Banten.

"Yang kita gugat hasilnya adalah kebijakan dan bisa terukur keberhasilannya langsung," ujar Bondan Andriyanu, juru kampanye Green Peace yang tergabung dalam Tim Advokasi Ibu Kota di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Pusat, Kamis (4/7/2019).

Mereka menilai pemerintah abai dalam mengumumkan bahwa kualitas udara sedang tidak sehat.

Menurut Bondan, seharusnya pemerintah membuat penelitian serta semacam peringatan kepada masyarakat terkait kualitas udara yang telah tercemar.

"Kalau udah ada kajian pencemaran udara nya dari mana saja, baru menarik kebijakan apa yang diambil," tegas Bondan.

Rencana hujan buatan

Suasana gedung perkantoran di Jakarta, TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Suasana gedung perkantoran di Jakarta, TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Selain meminta seluruh warga Jakarta agar menggunakan transportasi umum, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mempertimbangkan opsi menciptakan hujan buatan untuk mengurangi polusi udara.

Dilansir dari Kompas.com, Pelaksana tugas Kepala Dinas Lingkungan Hidup (LH) DKI Jakarta Andono Warih mengatakan, opsi ini sedang dibahas untuk digunakan selama tiga bulan ke depan saat musim kering di Jakarta.

"Sebetulnya BPPT sudah menawarkan melakukan modifikasi cuaca. Kan ada di twitter di Kepala BPPT untuk modifikasi cuaca bisa berarti hujan buatan. Itu termasuk opsi tapi Pemda DKI tidak punya keahlian dan resource tentang itu," kata Andono di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Rabu (3/7/2019).

Andono menyebut Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) telah menawarkan kepada pemerintah DKI untuk dilakukan modifikasi cuaca dengan hujan buatan.

Sementara itu, Kepala BPPT RI Hammam Riza melalui akun Instagram-nya menyampaikan ada tiga skenario hujan buatan, yakni penyemaian awan, penghilangan lapisan inversi, dan penyemprotan air baik dengan pesawat atau dari darat.

"Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca (BBTMC) BPPT berkoordinasi dengan pemerintah DKI Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), TNI Angkutan Udara, dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Indonesia untuk menciptakan kondisi udara Jakarta membaik," ujarnya.

Sebelumnya Pemprov DKI Jakarta memperkirakan udara Jakarta akan semakin memburuk dalam tiga bulan ke depan.

Dalam tiga bulan tersebut Jakarta akan masuk dalam periode el nino.

"Tiga bulan ke depan akan panas terus enggak ada hujan. Dari BMKG kalau panas kayak begini jadi partikel-partikel yang dihasilkan aktivitas di kota ini akhirnya akan udah nutup membentuk lapisan di atmosfer," ucap Andono.

Adanya lapisan tersebut, lanjutnya, membuat pencemaran yang terjadi akan tetap bertahan di atmosfer karena tidak adanya air hujan.

Sebenarnya polusi yang dihasilkan di Jakarta sama ketika musim kemarau maupun musim hujan.

Namun ketika musim hujan lapisan atmosfer yang berasal dari partikel penyebab polusi bisa dibersihkan atau dicuci oleh air hujan. (TribunTravel/Tribunnews/KOMPAS.com/Ryana Aryadita Umasugi)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved