Kisah Vera Hadapi Penyandang Tuna Ganda Netra dari Digigit hingga Tak Nafsu Makan Seminggu

Vera Dotulong atau biasa disapa Vera ini sudah bekerja selama 15 tahun lamanya di yayasan yang terletak di Jalan Inerbang, Kramat Jati, Jakarta Timur.

Penulis: Nur Indah Farrah Audina | Editor: Wahyu Aji
TRIBUNJAKARTA.COM/NUR INDAH FARRAH AUDINA
Wakil Kepala Sekolah Vera Dotulong di Yayasan Pendidikan Dwituna Rawinala, Jalan Inerbang, Kramat Jati, Jakarta Timur, Senin (22/7/2019). 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Nur Indah Farrah Audina

TRIBUNJAKARTA.COM, KRAMAT JATI - Menjadi tenaga pengajar atau guru bagi anak berkebutuhan khusu bukanlah hal yang mudah.

Apalagi penyandang tuna ganda netra atau anak yang memiliki hambatan pengelihatan seperti buta atau low vision dengan disertai hambatan lainnya seperti tuli, retardasi mental, fisik, autis dan lain sebagainya.

Yayasan Pendidikan Dwituna Rawinala menjadi salah satu lembaga pendidikan bagi penyandang tuna ganda netra dengan berisikan 55 siswa dan tenaga pengajar yang lebih banyak dari siswanya.

Vera Dotulong atau biasa disapa Vera ini sudah bekerja selama 15 tahun lamanya di yayasan yang terletak di Jalan Inerbang, Kramat Jati, Jakarta Timur ini.

Hingga akhirnya ia sekarang menjadi wakil kepala sekolah sekaligus guru pendidikan dasar.

VIDEO Menengok Sejumlah Kegiatan Yayasan Pendidikan Dwituna Rawinala untuk Tuna Netra Ganda

Bekerja belasan tahun membuatnya memiliki berbagai pengalaman unik saat menghadapi para penyandang tuna ganda netra.

Ia berbagi cerita tentang pengalamannya saat baru dua tahun bekerja. Saat itu dirinya sedang menjadi guru pengganti di kelas dan kebetulan kelas tersebut sedang mendapat giliran berenang.

"Karena kebetulan giliran berenang, saya instruksikan anak-anak untuk ganti baju. Karena anak laki-laki saya suruh ganti baju sendiri. Ketika yang lain sudah keluar ada satu anak yang enggak keluar dari kamar mandi dan kemudian saya bujuk untuk berenang," terangnya di lokasi, Senin (22/7/2019).

Ia yang merupakan guru pengganti, tidak mengetahui jika anak tersebut tak menyukai berenang. Kemudian tak berselang lama tiba-tiba siswanya melakukan penyerangan.

"Pas saya bujuk itu posisi dia jongkok. Tau-tau tangan saya digigit kenceng banget. Saya berontak ngeri robek. Akhirnya saya diam aja. Setelah itu baru saya titipkan anak itu ke asisten guru karena saya mau obatin lukanya," lanjutnya.

Dia menjelaskan, luka bekas gigitan siswanya itu mengeluarkan sedikit darah namun menimbulkan rasa nyeri yang tak tertahankan. Sebab setengah jam kemudian sekujur lengam kirinya berubah warna menjadi ungu kebiruan layaknya luka lebam bekas pukulan.

"Langsung saya ke Rumah Sakit. Pas di RS ditanya sama dokternya kenapa saya diam aja pas digigit. Kemudian dia mengatakan jaringan dalam lengannya robek meskipun luarnya baik-baik saja. Dan kemudian ia diberikan suntikan anti tetanus," ujarnya.

Dalam satu bulan luka tersebut membuat tangannya terasa sangat nyeri dan berubah warna menjadi kehitaman. Saat itu ia sampai takut untuk melihat lengannya sendiri.

Tak sampai di situ, ia juga menceritakan pengalaman lainnya yang membuatnya tak nafsu makan hingga seminggu.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved