Cerita Hamid, Keliling Jual Tikar Anyaman Rumput Mendong untuk Hidupi Anak dan Cucunya di Tasik
"Pernah selama tiga hari berturut-turut tak ada yang beli," ungkapnya saat ditemui TribunJakarta.com di pinggir jalan Pejaten pada Senin (5/7/2019).
Penulis: Satrio Sarwo Trengginas | Editor: Wahyu Aji
"Pernah enggak ada yang beli, sengsaranya kalau enggak laku, itu aja," terangnya.
Pernah Kecopetan Jutaan Rupiah
Selama berjualan tikar anyaman rumput mendong, Hamid pernah tertimpa nasib sial.
Kejadian malang itu tatkala Hamid berjualan di bilangan Pasar Minggu dan Cipinang.
Dompet miliknya dua kali dicopet oleh orang yang berpura-pura hendak membeli dagangannya.
Padahal, uang yang berada di dalam dompetnya merupakan uang untuk setoran ke atasannya.
"Lagi ngobrol sama pembeli, dipepet. Bilangnya mau beli borongan. Saya enggak curiga, tapi ternyata enggak jadi beli dan ketika dia pergi, dompet saya enggak ada. Dua kali kejadiannya," kenangnya.
Akibatnya, Hamid kehilangan uang setoran hingga jutaan rupiah dari hasil dirinya berkeliling jajakan tikar.
"Yang di Pasar Minggu hilang Rp 1,5 juta kalau di Cipinang, Rp 2,5 juta. Hilang semua duit setoran," tambahnya.
Tinggal Berempat Bersama Sesama Penjual Tikar
Hidup di Jakarta, lanjut Hamid, hanyalah untuk menyambung hidup dan membiayai anak cucunya.
Ia tinggal bersama sesama penjual tikar di rumah yang dibeli oleh pengusaha tikar.
"Bos saya yang beli rumah di Pejaten, jadi saya sama tiga penjual lainnya tidur di sana," bebernya.
Di rumah berukuran empat meter x sebelas meter itu, Hamid tinggal bersama dengan tiga penjual tikar yang seumuran dengan dirinya.
"Tinggal di sana cuma buat tidur aja. Kita tidur bareng tumpukan tikar yang akan dijual besoknya. Keci sih tapi ya namanya merantau. Yang jual juga udah tua kayak saya semua," ujarnya.