Kedai Kopi Es Tak Kie Berdiri Sejak 1930, Pemilik Ungkap Alasan Tutup Siang & Rahasia Tetap Eksis
Tak jauh dari bibir gang, terdapat Kedai Kopi Es Tak Kie, kedai yang telah berdiri lama sejak 1930 tahun di sana.
Penulis: Satrio Sarwo Trengginas | Editor: Rr Dewi Kartika H
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Satrio Sarwo Trengginas
TRIBUNJAKARTA.COM, TAMAN SARI - Di akhir pekan, ingar bingar pengunjung menjejali Gang Gloria di Jalan Pintu Besar Selatan III, Jakarta Barat.
Tak jauh dari bibir gang, terdapat Kedai Kopi Es Tak Kie, kedai yang telah berdiri lama sejak 1930 tahun di sana.
Siang itu, suasana kedai Kopi Es Tak Kie ramai disambangi banyak pengunjung.
Sebagian besar pengunjung memesan minuman andalan kedai itu, yaitu Kopi Es Susu seharga Rp 22 ribu.
Latief Yulus (70), pemilik generasi ketiga Kopi Es Tak Kie punya banyak cerita tentang sejarah berdirinya kopi yang kini dianggap lawas ini.

Cikal bakal berdiri kedai kopi ini ternyata bermula pada tahun 1927.
Saat itu, kakek dan neneknya jualan makanan maupun minuman dalam gerobak di kawasan Petak Sembilan
"Mereka jualan kwetiau, bubur kacang hijau, dan bubur ayam. Minumnya liang teh," ujarnya kepada TribunJakarta.com pada Minggu (1/9/2019).
Mayoritas pembelinya, lanjut Latief, berasal dari para pedagang sekitar pecinan.
• Pedagang Online Diminta Waspada Saat Kopi Darat, Bisa Jadi Pancingan Pelaku Kejahatan
Dulu Bukan Kopi
Keuntungan yang berangsur bertambah, membuat kakeknya, Liong Kwie Tjong, menyewa sebuah gedung berarsitektur Belanda di tahun 1930.
Pemilik gedung yang disewa Liong Kwie Tjong saat itu merupakan orang etnis Cina berbahasa Belanda.
"Keluarga saya dulu bisanya menyewa gedung. Belum bisa beli. Nyewa itu sama orang Cina yang Holland Spreken," kenangnya.
Dulu, kenangnya, lebih banyak pengunjung yang mampir ke kedainya untuk menyantap sepiring bubur ketimbang menikmati kopi yang kini populer.
Bubur itu berisi tahu dipotong dadu, sayur asin, potongan ikan asin, kacang tanah dan bawang goreng.
• Berikut 6 Manfaat Kopi Bagi Tubuh, Melawan Kanker hingga Membakar Lemak!
Minuman yang dijual saat itu, segelas teh liang yang dipercaya baik untuk kesehatan.
Seiring sejalan dengan bergeraknya zaman, keluarga Latief pun kemudian merombak menu yang ada di kedainya itu.
Mula-mula ia menjual secangkir kopi panas, kemudian berubah lagi dengan sajian menu kopi ditambah es.

"Tapi lama-lama zaman berubah, jadinya kita jual minuman kopi es. Biji kopinya masih beli di pasar tapi perlahan kita sekarang beli dari Lampung ," lanjutnya.
Sejak menjual segelas kopi, banyak pengunjung yang menyukainya hingga sekarang.
Kopi yang dihidangkan kepada para pengunjung telah diracik khusus oleh Latief.
Latief menjelaskan nama Tak Kie memiliki arti khusus.
Tak berarti bijaksana dan sederhana sedankan Kie mudah diingat orang.
Selain gedung lawas, sisik melik sejarah Kedai Tak Kie kini hanya tersisa meja dan kursi saja.
"Meja dan kursi ini sudah lama. Dari zaman kakek-nenek saya. Yang lainnya udah banyak yang berubah dalamnya," bebernya.
Namun, lanjutnya, Latief tak akan mengubah gedung kuno ini menjadi lebih bagus.
Ia ingin dibiarkan apa adanya lantaran itu yang menjadi ciri khas tempatnya.
Ini Alasan Jam 2 Tutup
Tak seperti kedai kopi pada umumnya yang buka hingga malam, Kopi Es Tak Kie pun lebih cepat tutup saat siang menjemput.
Biasanya, kedai kopi ini buka dari pukul 07.00 WIB hingga 14.00 WIB.
Sebab, Latief mengatakan karena antusias pengunjung ke kedainya paling ramai sekitar waktu itu.
"Karena ke bawahnya sepi. Dulu sempat buka sampai jam sembilan malam. Tapi enggak ada pelanggan," terangnya.
Turunnya pengunjung lantaran mereka lebih memilih mal ketimbang rela berpanas-panasan menyusuri gang sempit demi menuju kedainya.
Walakin tutup, pengunjung masih bisa merasakan jajanan lain di sekitar Kedai tersebut.
Aneka sajian makanan dapat dijumpai sejak berjalan menuju mulut gang Gloria.
Sekba, nasi campur, bakmi, asinan juhi, lontong cap go meh dan lainnya menyapa para pejalan kaki kala menyusuri gang.
Suara denting piring dan sendok yang beradu seakan kian menghidupkan Gang Gloria yang sempit itu.
Sesekali, pengamen barongsai turut mencari rezeki menyodorkan amplop kepada para pengunjung.