Edi Tukang Asah Pisau Keliling Sejak Tahun 1992 yang Hidupi Anak-Istri dan Rela Dibayar Seikhlasnya
Kini, Edi hidup bersama dengan keponakannya di bilangan Ciledug sedangkan istrinya berada di kampungnya, Cirebon.
Penulis: Satrio Sarwo Trengginas | Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Satrio Sarwo Trengginas
TRIBUNJAKARTA.COM, PALMERAH - Penjual pisau keliling, Edi (65), tetap semangat bekerja demi mencari sesuap rezeki.
Ia berjualan sebagai penjual aneka pisau sejak tahun 1992 hingga kini.
Sejak pagi pukul 07.00 WIB Edi telah memulai hari menyusuri permukiman dengan sepedanya.
Di akhiri saat mentari hendak terbenam pukul 17.00 WIB.

Kedua kakinya terus mengayuh sepeda berkeliling sembari menjajakan aneka pisaunya itu.
Tak sedikit kalangan ibu-ibu memanggilnya untuk membeli pisau atau sekadar meminta jasanya menajamkan mata pisau.
Biasanya, para ibu membeli untuk keperluan di dapur.
Terlihat di atas rangka sepeda, sebuah grinda besi terpasang.
Bila hendak dipakai, pisau didekatkan ke batu grinda.
Ketika alat grinda itu diputar, mata pisau akan perlahan berubah tajam.
Aneka pisau yang dijualnya itu berbahan baja dan alumunium dengan kisaran harga Rp 5 ribu hingga Rp 40 ribu.
"Ibu-ibu bayar Rp 2 ribu-an untuk jasa tajemin pisau, seikhlasnya aja bayarnya enggak apa-apa," ujarnya kepada TribunJakarta.com pada Selasa (24/9/2019).
Jasa Reparasi Payung
Tak hanya semata bergelut dengan pisau, Edi juga menawarkan jasanya mereparasi payung.
Tangan Edi juga terampil dalam mereparasi payung.
Pekerjaan tambahan ini untuk menambah pemasukannya dalam sehari.
Terlihat di bagian samping belakang sepedanya, terikat beberapa gagang payung.
Sementara di bagian sadel penumpang, terpasang tas berupa alat-alat untuk mereparasi payung.
Di musim kemarau ini, orang-orang yang meminta jasa reparasi payung tak kalah banyak.
"Lumayan banyak juga kan orang yang minta benerin di musim kemarau. Biasanya ibu-ibu pengajian mau ngaji, payungnya benerin di saya," terangnya.
Biaya reparasinya pun tak mahal.

Edi hanya memasang harga Rp 2 ribu hingga Rp 5 ribu untuk biaya reparasi payung.
Dalam sehari, Edi mengaku mendapatkan rezeki sebanyak Rp 75 ribu.
Namun, ia juga kerapkali pulang dengan tangan hampa.
"Ada juga orang yang tiba-tiba ngasih tambahan rezeki ke saya," katanya.
Meski sering berpanas-panasan di luar, Edi tetap bekerja demi menyambung hidup.
Ia enggan merepotkan anak-anaknya yang telah hidup berkeluarga.
Kini, Edi hidup bersama dengan keponakannya di bilangan Ciledug sedangkan istrinya berada di kampungnya, Cirebon.
Istrinya juga bekerja dengan membuka warung di sana.
"Enggak mau merepotkan mereka. Yang penting saya sehat dan bisa kerja, kerja dan kerja," ujarnya mantap.
Semangatnya bekerja terlihat tatkala ia masih sanggup mengayuh sepedanya dari Ciledug menuju Jatinegara untuk berbelanja pisau dengan harga terjangkau.
Saat pulang, ia pun membelah lautan mahasiswa yang saat itu tengah berunjuk rasa di depan kantor DPR RI dengan terus mengayuhkan sepedanya.
"Saya enggak tahu apa-apa tentang demo itu, yang penting saya kerja dan cari duit. Kalau di sana ada yang beli ya silahkan," tandasnya.