Demo di Jakarta

Luka Lebam di Pipi Maulana Suryadi, Sang Ibu Sudah Ikhlas, Cuma Penasaran Alasan Anaknya Meninggal

"Saya sudah ikhlas, tapi saya ingin tahu kenapa anak saya bisa meninggal," ujar Maspupah.

Penulis: Muhammad Rizki Hidayat | Editor: Wahyu Aji
TRIBUNJAKARTA.COM/MUHAMMAD RIZKI HIDAYAT
Ibu Maulana Suryadi, Maspupah (49), saat diwawancarai Wartawan, di Blok F kawasan Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, Jumat (4/10/2019). 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Muhammad Rizki Hidayat

TRIBUNJAKARTA.COM, TANAH ABANG - Terdapat luka lebam pada pipi Maulana Suryadi (23), korban demo saat 24-30 September 2019 di sekitaran Gedung DPR MPR RI, Jakarta Pusat.

Laporan dari Rumah Sakit Polri Kramat Jati, menyebutkan Maulana Suryadi wafat akibat asma lantaran menghirup gas air mata milik aparat.

Ibunya Maulana Suryadi, Maspupah (49), menyebut putranya itu meninggal bukan karena asma.

"Saya sudah ikhlas, tapi saya ingin tahu kenapa anak saya bisa meninggal," ujar Maspupah kepada Wartawan, di area Blok F Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, Jumat (4/10/2019).

Maspupah melanjutkan, pada suatu malam dirinya didatangi delapan aparat polisi di kediamannya.

"Ada delapan orang polisi menggunakan dua mobil datang ke rumah," ucapnya.

Kata dia, satu di antara bertanya riwayat penyakit Maulana.

"Saya bilang, Maulana memang punya asma. Tapi sudah lama banget. Terakhir kali saya lihat dia juga sehat," ucapnya.

Kemudian, Maspupah bersama kedua adiknya Maulana Suryadi, Maulana Rizky (19) dan Marisa Febriyanti (13) diajak aparat menuju Rumah Ssakit Polri Kramat Jati, Jakarta Timur. Menengok jenazah Maulana Suryadi.

Pada perjalanan, mendadak mereka lebih dulu diajak ke sebuah tempat makan.

"Maulana Rizky curiga, masa kakak saya meninggal, polisi malah bisa-bisanya mengajak makan. Saya bilang, jangan suka suuzan," ucapnya.

Tiba di RS Polri, mereka bergegas melihat jenazah Maulana.

Saat melihat wajah jenazah Maulana Suryadi, Maspupah pangling alias tak sadar bahwa itu putranya

Sebabnya, wajah jenazah Maulana Suryadi berbeda dari biasanya.

Terdapat luka lebam pada pipi sehingga sukar dikenali. Bahkan tersemat darah yang keluar dari telinga bagian kiri.

"Saya tanya ke polisi, kenapa kupingnya berdarah pak," katanya.

Maspupah pun cemas dan sangat sedih. Dalam kesedihannya, seorang anggota polisi segera meminta dirinya membuat surat pernyataan.

"Itu adiknya yang bikin surat keterangan yang cewek (Marisa Febriyanti). Polisi itu ngomong, terus anak saya yang menulis, (Maulana Suryadi meninggal karena penyakit asma dan gas air mata)," ujarnya.

Surat pernyataan selesai, Maspupah diminta polisi masuk ke dalam ruangan yang terdapat di area RS Polri.

Kata Maspupah, di dalam ruangan tersebut polisi memberikan uang Rp 10 juta, sebagai uang pemakaman jenazah.

"Sini, Bu. Saya ingin turut berduka cita. Saya dikasih amplop, kata dia buat mengurus jenazah anak saya," kata Maspupah.

Sudah dilarang, sang anak tetap bersikeras berangkat demo

Maulana Suryadi (23), menjadi korban kerusuhan pada 24-30 September 2019, di sekitaran Gedung DPR MPR RI.

Maulana mengembuskan napas terakhirnya di Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, pada Kamis (26/9/2019).

Ibunya, Maspupah (49), menuturkan tentang Maulana Suryadi sebelum wafat.

"Dia selalu minta maaf semasa hidup. Sebelum ikut demo, permintaan maafnya saya merasa ada yang aneh," kata Maspupah, saat diwawancarai Wartawan, di Blok F kawasan Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, Jumat (4/10/2019).

Pada Rabu (25/9/2019) sekira pukul 20.00 WIB, Maulana Suryadi tiba di rumah seusai bekerja sebagai juru parkir di Blok F Pasar Tanah Abang.

Saat itu, Maspupah tertidur pulas lantaran lelah bekerja sebagai juru parkir juga di tempat yang sama dengan putranya tersebut.

Maspupah mengatakan, tiba-tiba saja Maulana Suryadi memijat badannya tanpa disuruh.

Maspupah pun terbangun dari tidurnya.

"Tidak biasanya dia begitu. Terus dia bilang, ibu pasti lelah," ujar Maspupah, mencontohkan bicara Maulana.

Tanpa ada salah, sambung Maspupah, Maulana dua kali meminta maaf kepadanya.

"Dalam hati saya, ini anak tumben banyak minta maaf," kata Maspupah.

Setelah itu, lanjut dia, Maulana menanyakan tas miliknya.

Digendong tasnya itu. Lalu anak pertama Maspupah tersebut pun meminta izin ikut demo di sekitaran Slipi, Jakarta Barat.

Maspupah melarang. Namun Maulana bersikeras ingin demo.

"Mau apa ikut demo nanti celaka. Sudah saya larang begitu. Tapi dia tetap jalan," ujarnya.

Lalu, Maulana bergegas menuju rumah bibinya, Ningsih. Pun meminta uang Rp 10 ribu.

"Dikasih duit sepuluh ribu, dia juga makan lahap banget di sana," ucapnya.

Seusai itu, Maulana mengajak seorang kawannya, Aldo (15), untuk menuju Slipi, lokasi demonstrasi.

Kedua pemuda itu pun menggunakan sepeda motor menuju ke sana.

Hingga Kamis (26/9/2019) pagi, kata Maspupah, Maulana dan Aldo tak pulang dan tiada kabar.

Khawatir, Maspupah pun berusaha menghubungi mereka, mencarinya ke lokasi kerja Maulana, di Blok F Pasar Tanah Abang. Tapi tak berjumpa.

Maspupah pun panik, bingung, dan perasaannya campur aduk.

Malamnya, Maspupah mendapat telepon dari seorang yang mengaku sebagai polisi dan meminta alamat rumah Maulana.

"Tak lama, ada (delapan orang polisi) ke rumah dan berkata, "Bu, sabar ya, Bu. Maulana Suryadi sudah tidak ada." Saya langsung merasa nyesak sampai nangis," ujar Maspupah.

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved