Anggota Komisi I DPR Minta Menkominfo Anulir Regulasi Penyimpanan Data di Luar Negeri
Ia menilai poin ini berpotensi menganggu kedaulatan negara dalam hal data dan tidak sejalan dengan keinginan Presiden Jokowi.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR RI Bobby Adhityo Rizaldi meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mempertimbangkan kembali pasal 21 ayat 1 dalam PP 71/2019.
Dalam pasal 21 ayat 1 PP No. 71 tersebut dinyatakan bahwa dapat melakukan pengelolaan, pemrosesan, dan/atau penyimpanan Sistem Elektronik dan Data Elektronik di wilayah Indonesia dan/atau di luar wilayah Indonesia.
Ia menilai poin ini berpotensi menganggu kedaulatan negara dalam hal data dan tidak sejalan dengan keinginan Presiden Jokowi.
"Presiden Jokowi dalam pidato 16 Agustus 2019, mengatakan data adalah lebih berharga dari minyak, sehingga hal diatas tadi paling tidak menghambat percepatan pertumbuhan ekonomi digital dalam negeri," kata Bobby di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (5/11/2019).
• Jokowi Perintahkan Menkominfo Johnny G Plate Bereskan UU Perlindungan Data
Seharusnya, kata Bobby, Kominfo dalam hal ini, bukan hanya sebagai regulator tapi juga berfungsi sebagai 'enabler' pendukung sektor industri teknologi informasi dan komunikasi (TIK), untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi lebih dari 1 persen GDP.
"Bila pasal tersebut difokuskan di dalam negeri, akan terjadi peningkatan luar biasa dalam industri digital dalam negeri. Industri app digital lokal akan tumbuh, layanan penyediaan data base akan 'dipaksa' tumbuh cepat, dan data dari rakyat Indonesia bisa optimal di dayagunakan," kata Anggota DPR dapil Sumsel II ini.
Sebelumnya, Asosiasi Cloud Computing Indonesia (ACCI) meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) menganulir pengesahan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE).
Ketua ACCI Alex Budiyanto menilai aturan tersebut bersifat kontradiktif dengan pernyataan kepala negara soal perlindungan data masyarakat Indonesia.
Menurut dia, beleid yang merupakan revisi dari Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2021 tentang PSTE itu justru menghilangkan kedaulatan Indonesia terhadap data.
"Sebaiknya Presiden segera menganulir atau merevisi kembali PP PSTE, khususnya pasal 21 ayat 1 yang memperbolehkan data dan proses di luar Indonesia," kata Alex.
Alex menjelaskan PP ini adalah kemunduran besar bagi Indonesia.
Di saat negara maju menerapkan perlindungan data di negaranya secara ketat seperti Uni Eropa lewat aturan Regulasi Umum Perlindungan Data Uni Eropa atau EU GDPR, Indonesia malah merelaksasi tanpa perlindungan sama sekali.
Ia mengingatkan hingga saat ini Indonesia juga belum memiliki aturan perlindungan data pribadi (PDP) yang komprehensif sebagai acuan perlindungan data masyarakat.
"PP PSTE yang baru malah yang memperburuk kondisi ini, dengan aturan yang ada, bahwa data dan proses boleh diluar Indonesia, kedaulatan kita bisa tidak diakui," kata Alex.
Blak-blakan Rocky Gerung Disebut Stres Gagal Jadi Menteri Prabowo, Singgung Karier Politiknya |
![]() |
---|
Pacul Impor Diduga Ilegal, Pedagang Perkakas Jatinegara Cemas Dagangannya Disita Pemerintah |
![]() |
---|
Digendong Sang Ibu, Cucu Ketiga Presiden Jokowi, La Lembah Manah Pulang Dijemput Ibu Negara |
![]() |
---|
La Lembah Manah Nama Anak Kedua Gibran dan Selvi, Inilah Arti Cucu Ketiga Jokowi |
![]() |
---|
Presiden Jokowi Sudah Tiba di Solo, Kelahiran Adik Jan Ethes Tinggal Menghitung Waktu? |
![]() |
---|