Kontroversi Anggaran DKI Jakarta

Beda Pandangan Soal Transparansi Anggaran Pemprov DKI Jakarta Versi Gerindra dan PSI

Ketidak transparan dalam penyusunan anggaran inilah yang seringkali disebut PSI sebagai penyebab kisruh anggaran 2020 DKI Jakarta.

Penulis: Dionisius Arya Bima Suci | Editor: Wahyu Aji
TRIBUNJAKARTA.COM/DIONSIUS ARYA BIMA SUCI
Konferensi pers di ruang Fraksi Gerindra DPRD DKI, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu (6/11/2019). 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Dionisius Arya Bima Suci

TRIBUNJAKARTA.COM, GAMBIR - Usulan anggaran dalam draf Kebijakan Umum Anggaran-Plafon Prioritas Anggaran (KUA-PPAS) menulai polemik.

Sejumlah anggaran mistis pun satu per satu mulai terkuak, mulai dari pengadaan lem aibon sebesar Rp 82,8 miliar hingga pengadaan bolpoin senilai Rp 123,8 miliar.

Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menjadi yang paling getol menyoroti sejumlah usulan anggaran mistis Pemprov DKI Jakarta.

Mereka pun menuding pemerintahan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tidak transparan.

Pasalnya, dokumen KUA-PPAS belum juga bisa diakses oleh masyarakat hingga sangat ini.

Ketidak transparan dalam penyusunan anggaran inilah yang seringkali disebut PSI sebagai penyebab kisruh anggaran 2020 DKI Jakarta.

Pandangan berbeda justru disampaikan oleh Fraksi Gerindra DPRD DKI Jakarta.

Melalui konferensi pers yang dilaksanakan di Gedung DPRD DKI, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, partai berlambang burung garuda ini menyebut proses pembahasan anggaran sudah transparan.

Wakil Ketua DPRD DKI dari Fraksi Gerindra M Taufik mengatakan, pembahasan anggaran dilakukan secara terbuka di setiap komisi-komisi DPRD DKI.

"Pembahasannya sangat terbuka, karena pimpinan komisi mengatakan rapat dibuka dan terbuka untuk umum," ucapnya, Rabu (6/11/2019).

"Artinya semua bisa memantau, melihat keadaan itu," tambahnya menjelaskan.

Hal inilah yang disebut Taufik sebagai indikator utama pihaknya menyatakan pembahasan anggaran 2020 DKI Jakarta dilakukan secara terbuka dan transparan.

"Saya kira transparansi ukurannya dalam proses pembahasan. Bahaya kalau tertutup bisa kong kali kong," ujarnya.

Terkait dengan dokumen KUA-PPAS, Taufik mengatakan, Pemprov DKI Jakarta sendiri telah menyerahkannya pada 5 Juli 2019 lalu ke DPRD DKI dengan nomor surat 579/1.713.6.

"Perihal penyampaian rancangan KUA-PPAS tahun anggaran 2020 sudah disampaikan di DPRD pada 5 Juli lalu. Kemudian, kita DPRD sempat membahas di bulan-bulan Oktober sampai November," tuturnya.

Ia menambahkan, Pemprov DKI Jakarta sendiri tidak memiliki kewajiban untuk mengupload dokumen KUA-PPAS tersebut.

Dokumen yang belum matang pun, disebut Taufik, jika diunggah hanya akan menimbulkan kegaduhan lantaran belum ada dasar hukumnya.

"Menurut saya kalau mau mendiskusikan ya di forum, jangan dilaporkan ke teman-teman wartawan gitu," kata Taufik.

Sementara itu, Syarif, politisi Gerindra yang menjabat sebagai Sekretaris Komisi D DPRD DKI menyebut, para anggota dewan selalu menyisir setiap anggaran yang diusulkan.

Ia pun berani menjamin tidak akan ada usulan anggaran yang terlewat dari mata para anggota dewan.

"Saya jamin, saya garansi tidak ada satu mata anggaran, satu crit pun yang lolos dari pembahasan. Tidak ada," tuturnya.

Diberitakan sebelumnya, William Aditya Sarana yang menemukan anggaran janggal lem aibon Rp 82,8 Miliar dilaporkan LSM Maju Kotanya Bahagia Warganya (Mat Bagan) ke Badan Kehormatan DPRD DKI Jakarta.

Sebelumnya, William Aditya Sarana, politisi muda dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ini berhasil membongkar sejumlah usulan anggaran janggal Pemprov DKI untuk tahun 2020.

Beberapa usulan anggaran seperti pengadaan lem aibon senilai Rp 83,8 miliar hingga pengadaan bolpoin sebesar Rp 123,8 miliar pun berhasil dibongkarnya.

Akibat sepang terjangnya di dunia perpolitikan ini, ia pun harus menelan pil pahit lantaran dilaporkan ke Badan Kehormatan (BK) DPRD DKI Jakarta.

Lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini dinilai melanggar kode etik karena membongkar anggaran ganjil dalam draf Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2020.

William Aditya Sarana
William Aditya Sarana (Instagram @willsarana)

 Anggaran Penataan Kampung Kumuh di DKI Jakarta Hingga Rp 556 Juta per RW Dinilai Tak Masuk Akal

Yang melaporkan William Aditya Sarana ke Badan Kehormatan dilayangkan oleh LSM Maju Kotanya Bahagia Warganya (Mat Bagan).

LSM ini sendiri merupakan salah satu pendukung Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Dalam siaran tertulisnya, LSM ini menilai William sebagai biang keladi kegaduhan di tengah masyarakat soal anggaran DKI Jakarta.

Selain itu, William juga dituding menimbulkan citra buruk bagi mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan.

"Sikap yang bersangkutan justru menimbulkan opini negatif kepada Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan yang seolah-olah dianggap tidak transparan," kata Ketua Mat Bagan Sugiyanto, Selasa (5/11/2019).

Meski mengakui salah satu tugas anggota dewan ialah mengusut setiap anggaran yang dinilai janggal, namun Sugiyanto menyesalkan keputusan William yang membeberkan hal tersebut ke media sosial.

"Sebagai anggota dewan yang memiliki hak bertanya kepada mitra kerjanya Pemprov DKI Jakarta, harusnya kesempatan bertanya itu digunakan di forum rapat komisi atau badan anggaran (banggar)," ujarnya.

 Fakta-fakta Kasus Septic Tank Meledak di Cakung, Polisi Ungkap Penyebabnya Karena Ada Gas

Dipanggil Senin Depan

Badan Kehormatan (BK) DPRD DKI Jakarta akan segera memanggil anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi PSI William Aditya Sarana.

Hal ini berdasarkan keputusan rapat internal BK DPRD DKI menindaklanjuti laporan dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Maju Kotanya Bahagia Warganya (Mat Bagan).

"Kami tadi sudah kuorum sepakat mengundang saudara William untuk menjelaskan kepada kami di BK sebetulnya apa yang terjadi," ucap Wakil Ketua BK DPRD DKI Oman Rohman Rakinda, Selasa (5/11/2019).

Menurut rencana, BK DPRD DKI sendiri akan mendengar langsung keterangan dari William pada Senin (11/11/2019) mendatang.

Dijelaskan Oman, William diduga melanggar Keputusan DPRD DKI Nomor 34 tahun 2005 tentang Kode Etik Pasal 13 ayat 2.

"Ini kaitannya dengan SKPD. Artinya pembahasan DPRD itu menyangkut hubungan anggota DPRD dengan eksekutif," ujarnya.

"Nah, di situ bunyinya kita diminta untuk kritis, adil, profesional, dan proporsional," tambahnya menjelaskan.

Lebih lanjut ia menambahkan, proses tindaklanjut atas laporan dugaan melanggar kode etik yang dilakukan oleh lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini harus dilalukan maksimal 10 hari setelah pelaporan.

"Untuk menyidangkan pengaduan itu paling lambat 10 hari kita harus membahasnya," kata Oman.

Nantinya, hasil sidang dan rekomendasi akan langsung diserahkan oleh BK ke pimpinan dewan atau dalam hal ini Ketua DPRD DKI Jakarta.

"Jadi apa yang kami peroleh di BK, kemudian rekomendasinya seperti apa kami akan laporkan ke pimpinan dewan. Nanti, pimpinan dewan tanggapannya seperti apa, kami akan rapatkan lagi," tuturnya.

"Jadi enggak langsung di publish," tambahnya.

 Kasus Septic Tank Meledak Tak Hanya di Cakung, Kejadian Sebelumnya Tewaskan 2 Orang & 20 Terluka

William Harus Didukung

Sebelumnya, pengamat politik Muhammad Qodari mengatakan, tindakan Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi PSI yang menyuarakan kejanggalan pengajuan anggaran Pemprov DKI Jakarta harus didukung.

Pasalnya, apa yang dilakukan anggota Fraksi PSI William Aditya Sarana merupakan salah satu tugas anggota Dewan.

"Sejauh yang disampaikan itu sesuai dengan aturan atau mekanisme undang-undang, sesuai dengan tupoksinya DPRD, ya wajar harus diterima sebagai sesuatu yang bagus, kan menjalankan fungsi," ujar Qodari saat dihubungi Kompas.com, Senin (4/11/2019).

 Polresta Bogor Ungkap Fakta-fakta Kasus Pembunuhan Sopir Taksi Online, Pelaku Kecanduan Game Online

Qodari mengingatkan, tugas Anggota DPRD adalah membuat peraturan daerah, menyusun APBD bersama eksekutif, dan melakukan pengawasan.

Sementara yang dilakukan William adalah pengawasan anggota DPRD terhadap pemerintah.

"Nah sejauh itu tentang bentuk pengawasan saya kira tidak masalah," jelas dia.

Sebelumnya, William Aditya Sarana melalui akun twitternya @willsarana membeberkan rancangan anggaran DKI Jakarta yang terlihat janggal.

Anggaran belanja material berupa Lem Aibon dengan angka fantastis Rp 82 miliar tersebut menjadi heboh di jagat twitter.

 Septic Tank Meledak di Jatinegara, LIPI Beri Saran Pembuatan dan Perawatan Septic Tank Rumah Warga

William juga mendorong Gubernur DKI Anies Baswedan membuka akses ke publik terkait RAPBD.

"APBD berasal dari rakyat, karena itu rakyat harus bisa mengetahui peruntukannya," ujar dia.

Namun, William kemudian ditegur oleh Wakil Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta Inggard Joshua saat rapat.

Inggard menilai, William tidak memiliki tata krama lantaran mengunggah rancangan KUA-PPAS ke media sosial.

Padahal, rancangan KUA-PPAS itu belum dibahas di forum DPRD.

"Sebagai anggota Dewan kita perlu punya rasa harga diri dan punya tata krama dalam rangka menyampaikan aspirasi. Aspirasi itu boleh keluar setelah kita melakukan pembahasan, jangan sampai artinya kita belum melakukan pembahasan sudah ramai di koran,” ujar Inggard dalam rapat itu.

Salah satu Fraksi Gerindra ini menyatakan, seharusnya kritik anggaran Pemprov DKI Jakarta ini dilakukan dalam rapat.

“Ini saya berharap forum yang kencang itu di ruangan ini. Kita mau berantem ya berantem di ruangan ini, jangan berantem di luar,” katanya.

Inggard mengatakan, seharusnya William sebagai anggota DPRD menandakan dan mencatat anggaran apa saja yang memang janggal dan memang perlu evaluasi.

Meski dinilai baik lantaran telah mengungkapkan anggaran yang janggal itu, Inggard mengatakan, harusnya kritik dibahas dalam forum rapat, bukan di media sosial maupun media mainstream.

“Khususnya pada saudara William. William ini kan baru, saya berharap bukannya tidak boleh ngomong di koran atau di televisi, boleh aja. Tapi harus jaga tata krama, itu kan baru KUA-PPAS yang baru disampaikan oleh eksekutif kepada legislatif. Nah ketika ada pertanyaan tolong dicatat, dicatat dan kita bahas nanti,” ujar Inggard.

Inggard khawatir rancangan anggaran KUA-PPAS yang janggal itu dipublikasikan oleh William di media sosial malah mendapat prasangka buruk dan heboh di publik seperti saat ini.

Padahal, anggaran itu belum final dibahas oleh DPRD maupun Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

“Sampaikan kita akan bahas nanti, artinya jangan sampai ada prasangka buruk. Anda kan baru di sini, apalagi masih muda, kan saya berharap Komisi A jangan terlalu maju depan tapi tidak punya arah yang jelas,” ucap Inggard.

Ia mengatakan, SKPD itu merupakan mitra dari DPRD sehingga tidak sepantasnya William membocorkan anggaran janggal itu di publik.

“Kalau bisa kita tuh eksekutif itu mitra kita, kalau perlu kita ngomong di dalam jadi tidak ricuh dan bilang tidak pantes ini,” ucap Inggard.

“Saya ingatkan saudara, kecuali kalau orang lain di luar boleh. Mau LSM yang ngomong silakan. Kalau kita (DPRD) yang ngomong tidak pas, kita bisa panggil dari eksekutif. Bisa memanggil, secara pribadi boleh,” tuturnya.

Namun, setelah itu disampaikan, William lebih memilih diam enggan menanggapi kritik dari Komisi A itu. (TribunJakarta.com/Kompas.com)

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved