Jadi Pedagang Asongan di Jakarta Sejak Tahun 1970, Ahmad Miliki Sawah dan Tanah di Kampung

Ahmad pedagang asongan di Terminal Pulogadung Jakarta Timur sejak 1970-an, miliki tanah dan sawah.

Penulis: Nur Indah Farrah Audina | Editor: Suharno
TRIBUNJAKARTA.COM/NUR INDAH FARRAH AUDINA
Ahmad penjual tisu dan masker di depan pintu masuk Terminal Pulogadung, Jakarta Timur, Kamis (7/11/2019) 

"Saya cicil beli sawah. Dulu kan masih murah. Ini uang tabungan dari bujangan juga ada. Alhamdulillah ya ada tanah sekira 1 hektar di kampung," ungkapnya.

Punya Tanah

Tak hanya sawah, Ahmad sebenarnya juga memiliki sekitar 2 ribu m² tanah di kampung halamannya.

Tentunya, tanah ini juga ia beli dari hasil menyisihkan sebagian penghasilannya semenjak merantau ke Jakarta di tahun 1970-an.

Kegigihannya berjualan setiap hari, membawanya untuk membeli sawah dan juga tanah di kampung halamannya.

"Ini kan buat masa depan. Kalau nanti enggak ada uang atau kebutuhan mendesak, sawah sama tanahnya bisa dijual di kampung," katanya.

Kendati demikian, hal itu tak lantas membuat Ahmad berleha-leha dan hidup santai di Jakarta.

Di usianya yang senja, Ahmad masih berjualan untuk menafkahi anak dan istrinya.

"Saya anti mengemis. Lebih baik penghasilan kecil tapi dari dagang seperti ini ketimbang ngemis. Mau orang bilang saya sudah ada tanah sama sawah ngapain kerja. Saya cuma bilang, masih kuat kerja. Masih kuat cari nafkah buat anak dan istri serta masih mau kerja," katanya.

Mampu Kuliahkan Anak dan Pergi Haji

Tak hanya sawah dan tanah, uang tabungannya sedikit demi sedikit juga dipergunakan oleh Ahmad untuk membiayai anak bungsunya, Nur Indah Masropikoh untuk kuliah.

"Saya senang anak saya yang kecil kepikiran kuliah. Dia sudah kerja tapi gajinya kecil. Jadi saya masih kerja dan nabung buat bantu bayar kuliah dia juga ini," jelasnya.

Saat ini, Ahmad mengatakan kalau Indah sudah memasuki kuliah di tahun ke-3.

Selain itu, uang tabungan Ahmad juga digunakan untuk mencicil biaya haji sang istri.

Niatnya yang ingin pergi haji lebih dulu diurungkan karena keinginan sang istri.

"InsyaAllah istri saya berangkat 3 tahun lagi. Jadi intinya apapun usahanya asalkan disiplin waktu dan disiplin soal keuangannya, pasti bisa melakukan banyak hal," jelasnya.

"Ya walaupun semuanya butuh proses. Saya pun begitu, demi semua ini, saya berjuang sejak tahun 1970-an sampai sekarang," tandasnya.

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved