Tak Kuat Mental Jadi Pengemis, Pria Asal Garut Ini Memilih Jadi Tukang Sol Sepatu di Cipayung Jaktim

Tak kuat mental menjadi pengemis, pria asal Garut Abdurohman (69) pilih jadi Tukang Sol Sepatu di Cipayung Jakarta Timur.

Penulis: Nur Indah Farrah Audina | Editor: Suharno
TRIBUNJAKARTA.COM/NUR INDAH FARRAH AUDINA
Abdurohman pria asal Garut memilih jadi tukang sol sepatu di Cipayung Jakarta Timur daripada jadi pengemis, Kamis (28/11/2019). 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Nur Indah Farrah Audina

TRIBUNJAKARTA.COM, CIPAYUNG - Tak kuat mental menjadi pengemis, Abdurohman (69) pilih jadi tukang sol sepatu di Cipayung Jakarta Timur.

"Kalo minta-minta malu, enggak kuat mental saya. Malu lah pokoknya," ucapnya berulang kali di Jakarta Timur, Kamis (28/11/2019).

Sepanjang perbincangan TribunJakarta.com dengan Abdurrohman, selalu saja ia mengucapkan kata 'tak kuat mental dan malu'.

Baginya mengharap belas kasih sama saja seperti menjatuhkan harga diri.

Mengingat hal itulah, yang membuatnya bertahan menjadi tukang sol walaupun sering tak dapat uang.

Tanpa kenal lelah, kakinya selalu melangkah sembari mendorong gerobak kecil tempat menyimpan peralatan solnya.

Ribuan rumah ia lewati setiap hari dengan harapan ada yang bersedia menggunakan jasanya.

Sesekali mulutnya pun ikut berucap 'sol sepatu'.

Kepergok Lakukan Pencurian Sepeda Motor di Kampung Melayu, Obeng Jual Hasil Curiannya Rp 500 Ribu

"Setiap hari saya seperti ini. Kalau tenaganya ada saya keliling Cipayung Jakarta Timur. Tapi kalau enggak kuat paling cuma keliling dua kelurahan aja, seperti Bambu Apus dan Lubang Buaya," jelasnya.

Kini, karena faktor usia yang sudah senja membuat tenaganya tak lagi seperti dulu.

Waktunya berkeliling dari pagi sampai sore pun lebih banyak dihabiskan untuk beristirahat.

"Seringnya kan istirahat. Sebab saya sudah keliling pagi sampai siang seringnya belum ada yang menggunakan jasa saya. Sekarang tuh susah," ungkapnya.

Saat sedang beristirahat, ia juga selalu menyempatkan untuk berdzikir sambil berdoa semoga ada yang menggunakan jasanya.

Tak muluk-muluk, setidaknya ada satu orang yang mau mengesol sepatunya untuk biaya membeli makan.

"Kalau lagi istirahat berdoa aja sambil semangatin diri sendiri kalau setelah ini pasti ada rezeki. Alhamdulillah dapat satu atau dua orang yang ngesol sepatu," bebernya.

Setiap harinya penghasilan Abdurohman tak pernah menentu. Tak jarang ia bisa tak dapat uang sama sekali setelah seharian berkeliling.

"Seringnya dapat Rp 30-40 ribu. Tapi tak jarang sering sepi. Makanya saya bilang jasa sol sepatu juga sudah kurang diminati," jelasnya.

Dua Wanita Cantik Ini Berburu Teman Kencan di WeChat, Ajak Kencan Lalu Gasak Mobil dan Harta Korban

Harus Pintar Kelola Uang

Memiliki penghasilan tak menentu, Abdurohman harus pintar mengatur keuangannya.

Jika dalam sehari sama sekali tak mendapatkan uang, ia harus tetap makan dan tak membiarkan dirinya kelaparan.

Untuk itu, uang yang di dapatnya selalu ia sisihkan minimal Rp 10 ribu.

"Kalau makan ya harus makan. Jadi sebisa mungkin uang yang didapat saya simpan. Jadi ketika enggak dapat uang, bisa gunakan uang yang kemarin di dompet. Makan sehari sekali pun enggak apa-apa, yang penting perutnya keisi," katanya.

Selain itu, ia juga menyisihkan uangnya perbulan Rp 100 ribu untuk membayar kontrakan.

"Nanti kalau ada rezeki lebih, disimpan lebih banyak untuk bayar kontrakan. Kan saya tinggal ber-5. Jadi perorang Rp 100 ribu. Alhamdulillah selama ini selalu terbayar," lanjutnya.

Sebagai seorang kepala rumah tangga dan meninggalkan keluarga di kampung, Garut, Abdurohman juga memikirkan istri dan anak-anaknya.

Meskipun penghasilannya tak menentu, Abdurohman masih mengirimkan uang untuk keluarganya di kampung.

Baginya bukan besaran rupiahnya yang penting, melainkan tanggung jawabnya yang memang harus dijalani.

"Kalau anak ada 6, tinggal satu yang belum nikah. Yang belum nikah juga bantu biaya di kampung karena tinggal sama Ibunya. Jadi saya di sini kirim sekedarnya aja," katanya.

"Kalau ada rezekinya saya kirim ke kampung. Mereka pun mengerti, terutama istri," lanjutnya.

Persija Jakarta dan Persib Bandung Miliki Kesamaan Kondisi Jelang Laga Pekan ke-29 Liga 1 2019

Merantau Sejak Tahun 1970

Pria asal Garut ini rupanya sudah berada di Jakarta sejak tahun 1970.

Pada awalnya, Abdurohman hanya bekerja sebagai petani di kebun milik orang lain ketika di kampung.

Namun, karena diajak rekannya untuk ke Jakarta, ia pun ikut.

Setibanya di Jakarta, pekerjaan Abdurohman bisa dikatakan serabutan.

Apapun ia kerjakan asalkan menghasilkan rezeki yang halal.

"Dulu itu serabutan. Jadi apa aja dikerjain. Sebab saya sudah merantau otomatis harus mandiri. Mau kerjaan di wilayah mana juga saya iyakan," katanya.

Hingga pada suatu hari ia mulai tertarik untuk belajar mengesol.

Sejak saat itulah, Abdurohman memiliki keahlian lain usai tiba di Jakarta.

"Saya belajar otodidak dar lihat teman. Akhirnya belajar dan bisa. Masih di tahun yang sama saya pilih jadi tukang sol dan enggak pernah berubah sampai sekarang," ungkapnya.

"Mau sepi atau ramai tetap pilih seperti ini, sebab saya enggak punya keahlian lain. Ini cocok sama saya," lanjutnya.

Puluhan tahun di Jakarta, membuatnya sudah tak asing dengan hingar bingar Ibu Kota.

Ia pun sudah bersahabat dengan kondisi di Ibu Kota yang sulit mendapatkan pekerjaan bagi mereka yang tak memiliki keahlian.

Kendati demikian, Abdurohman tetap kekeh dan ingin bertahan hidup di Jakarta sampai tubuhnya melemah dan tak kuat bekerja.

"Anak saya sebenarnya sudah melarang kerja. Tapi saya enggak mau diam di kampung aja dan harapakan bantuan anak," ujar Abdurohman.

"Iya kalau anak saya lagi punya uang, kalau enggak kan kasihan. Makanya saya bilang akan tetap di sini, nanti kalau sudah enggak sanggup kerja saya pulang," tandasnya. (*)

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved