Cerita Aziz Jadi Tukang Asah Keliling Sejak 1973, Dapat Berkah karena Tak Pasang Tarif
Puluhan tahun jadi tukang asah keliling, Surnaji (60) tak pernah pasang tarif. hal itu malah membuatnya mendapat keberkahan.
Penulis: Nur Indah Farrah Audina | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Nur Indah Farrah Audina
TRIBUNJAKARTA.COM, PONDOK MELATI - Puluhan tahun jadi tukang asah keliling, Surnaji (60) tak pernah pasang tarif.
Surnarji atau biasa disapa Azis ini sudah tinggal di Jakarta sejak tahun 1973.
Alasannya merantau tentunya untuk memperbaiki ekonomi keluarganya.

Namun, alasan utamanya datang dari Cirebon ke Jakarta untuk tetap bisa bekerja setiap hari.
"Ya dulu waktu di kampung kan kerjanya kalau ada yang suruh aja. Kalau enggak di suruh jadi pengangguran. Tapi kalau di siji kan beda, setiap hari pasti saya bekerja," katanya di Bekasi, Jawa Barat, Kamis (5/12/2019).
Sesampainya di Jakarta, Azis mengontrak bersama teman-teman sekampungnya di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Saat itu, ia belum terpikirkan akan bekerja apa. Namun, usai melihat tukang asah keliling, dirinya mengaku langsung tertarik.
"Kebetulan saya melihat tukang asah keliling bawa gerinda ini. Saya tanya penghasilannya ternyata lumayan. Wah saya tertatik dong. Yang penting bisa kasih uang ke kampung aja," sambungnya.
Akhirnya di tahun yang sama, Azis memutuskan untuk menjadi tukang asah keliling Ibu Kota setiap harinya.
Ketika disinggung soal harga perbarang yang diasah, Azis menuturkan tak pernah mematoknya.
Hal itu ia lakoni sejak tahun 1973 hingga saat ini dengan alasan ekonomi pengguna jasanya.
"Harga? Wah dari dulu enggak pernah kasih harga. Jadi pada bayar seikhlasnya aja. Kalau saya melihatnya seperti ini, ekonomi tiap orang kan beda-beda. Siapa tahu mereka lagi butuh jasa saya tapi uangnya pas-pasan. Nah di situ hati saya yang enggak sanggup buat kasih tarif kayak orang-orang," ungkapnya.
Selama 46 tahun tak pasang tarif, rupanya menjadi keberkahan tersendiri bagi Azis.
Hal ini terbukti dari uang yang ia hasilkan.
Menurutnya, sekalipun hari itu sedang sepi dan hanya satu orang yang menggunakan jasa asahnya, justru ia menerima jumlah uang yang terbilang lumayan.
"Nah itu justru jadi keberkahan tersendiri buat saya. Ya tahulah seperti apa sepinya jasa asah seperti ini saat ini, tapi saya justru selalu ada aja rezekinya buat beli makan dan kirim uang ke kampung," jelasnya.
Saat ini, minimal Rp 50 ribu pasti didapatkan Azis usai berkeliling sejak pagi hingga larut malam di kawasan Jakarta Timur hingga Bekasi, Jawa Barat.
Nyambi Jualan Mainan

Akibat tak pernah menetapkan tarif asahnya, Azis akhirnya menyambi jualan lainnya.
Saat itu, ia menceritakan sambil menjadi tukang asah, ia juga menjual sejumlah mainan anak-anak.
"Pokoknya kalau dari asah enggak tega aja hati saya pakai tarif. Akhirnya cari uang tambahan dari jualan mainan aja. Sambil bawa gerinda saya juga bawa mainan," jelasnya.
Selain mainan, Azis juga menjual pisau seharga Rp 10 ribu.
"Saya juga bawa pisau. Kan kalau begini pasti pakai harga. Ya sudah alhamdulillah dapat tambahannya dari situ," ucapnya.
Anggap Gerinda Sebagai Istri Pertama
Selama 46 tahun bekerja sebagai tukang asah, Azis menganggap jika gerinda atau batu asahan yang berputar sebagai istri pertamanya.
Sehingga, apapun yang ia jual selama puluhan tahun tetap saja tak pernah bisa menggantikan posisi gerinda dihatinya.
Ya, di usianya yang menginjak 60 tahun, alat itu selalu dibawanya dan tetap dipikul.
"Kan buat tambahan saya jualan mainan dan banyak hal lainnya. Tapi tetap aja balik lagi ke gerinda ini. Ini tuh ibarat istri pertama saya. Dia yang tahu susah senangnya saya," jelasnya sambil tertawa.
• Diterjang Hujan Deras dan Angin Kencang, Tower Listrik di Depok Miring
• Abdul Latif Siram Bensin dan Bakar Pria di Palembang Gegara Hal Sepele, Pelaku Sering Bawa Pisau
• Berprestasi, 58 Anggota Polres Metro Jakarta Barat Dapat Pin Emas dari Kapolri
Oleh karena itu, dikala ketiga anaknya menyuruhnya istirahat di kampung, Azis selalu menolak.
Ia merasa kondisi tubuhnya masih mampu untuk bekerja.
Azis juga ingin selalu berdampingan dengan gerinda, saksi bisu perjuangannya selama di Jakarta.
"Kalau anak suruh istirahat, saya bilang enggak betah diam di rumah saja. Saya juga bilang gerinda itu istri pertama saya. Jadi kalau saya enggak sakit dan masij kuat akan selalu bekerja menjadi tukang asah dan dekat dengan gerinda ini. Kan yang penting tetap semangat dikala usia senja," tandasnya.