Kisah Mulyono, Penjual Sate Keroncong: Jaga Resep Warisan Ayahnya Hingga Jadi Langganan Polisi
Seiring berjalannya waktu, banyak orang yang menyebut warung satenya dengan sebutan Sate Keroncong.
Penulis: Satrio Sarwo Trengginas | Editor: Muhammad Zulfikar
"Gulai dimasak dari jam setengah 5 pagi nanti baru selesai sekira pukul 9 atau setengah 10 pagi," terangnya.
Kemudian seiring berjalannya waktu, tongseng di era 90-an mulai digemari orang-orang.
Banyak dari orang-orang yang datang menyukai tongseng buatan warung sate Mulyono itu.

Jadi Sate Keroncong
Seiring berjalannya waktu, banyak orang yang menyebut warung satenya dengan sebutan Sate Keroncong.
Pasalnya, warungnya itu diiringi oleh sekelompok grup musik jalanan yang memainkan lagu-lagu keroncong.
Kehadiran mereka, ada cerita tersendiri bagi Mulyono.
Saat ayahnya masih berjualan sate, warungnya dulu bernama Warung Sate Seksi Tujuh.
Nama Seksi Tujuh mengacu kepada nama kantor Polisi Besar kala itu (Kini Kantor Polres Jakarta Timur).
Di tahun 1996, dua tahun sebelum pecah kerusuhan di sejumlah kota di Jakarta, ada sekelompok grup musik yang sering mencari rezeki di sekitar kawasan Jatinegara.
Mereka mengamen di Pasar Induk Cipinang dan Pasar Ikan Jatinegara.
Suatu ketika, grup musik itu datang ke depan warung sate milik Mulyono.
Mereka mengamen sekira jam makan siang, saat warung itu dipadati para pengunjung.
"Mereka melihat omzet di sana bagus. Besoknya mereka coba lagi. Akhirnya mereka ke sini terus. Yaudah saya kasih tempatnya di sana," ungkap Mulyono.
Grup musik itu dulu beranggotakan para pemain asal Semarang, Jawa Tengah.