Kisah Sukirno: Berulang Kali di PHK, Kini Jadi Penjual Ember Keliling Karena Faktor Lingkungan
Sejak merantau dari Jawa Tengah di tahun 1992, lelaki yang akrab disapa Kirno ini tak pernah mengira jika ia akan di-PHK
Penulis: Nur Indah Farrah Audina | Editor: Erik Sinaga
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Nur Indah Farrah Audina
TRIBUNJAKARTA.COM, PASAR MINGGU - Terkena imbas pemutusan hubungan kerja atau PHK, Sukirno (45) lanjutkan hidup dengan menjual ember keliling.
Sejak merantau dari Jawa Tengah di tahun 1992, lelaki yang akrab disapa Kirno ini tak pernah mengira jika ia masuk dalam daftar nama yang terkena PHK.
Pasalnya, selama 10 tahun bekerja di pabrik tekstil, Kirno selalu rajin dan tekun.
Bila tak sakit parah, ia tak akan pernah izin. Ia pun mengakui kinerja kerjanya terbilang bagus.
"Dapat 10 tahun di sana malahan kena pecat pas krisis itu," ucapnya singkat pada TribunJakarta.com, Selasa (10/12/2019).
Tanpa persiapan untuk masa depan, Kirno menuturkan sempat tak memiliki pekerjaan selama beberapa waktu usai dirinya PHK.
Sedangkan, posisinya saat itu sudah berkeluarga.
Akhirnya, ia memutuskan untuk menjadi kuli bangunan dan bekerja serabutan.
"Waktu itu ada proyek, ya saya ikut jadi kuli selama setahun. Habis situ serabutan aja," sambungnya.
Tak menyerah begitu saja pada keadaan, Kirno pun bangkit dan memasukan lamaran kerja kembali.
Meski berulang kali tak ada jawaban maupun balasan dari perusahaan terkait, ia tetap tak ingin menyerah.
"Posisi saya punya anak dan istri, kalau kerja serabutan aja kasihan mereka. Akhirnya enggak lama lepas proyek itu, saya keterima kerja lagi di pabrik tekstil daerah Karawaci," ungkapnya.
Selama bekerja di pabrik, ekonomi keluarganya kembali membaik dan mulai stabil. Hingga ia dikaruniai 3 orang anak, kondisi ekonomi keluarganya masih terbilang cukup.
Namun sayang, setelah 6 tahun bekerja, lagi-lagi Kirno mengalami PHK.
Hal itu membuatnya harus berpikir keras untuk segera mendapatkan pekerjaan. Sebab tanggung jawabnya kini sudah bertambah karena 3 anaknya masih kecil-kecil dan butuh biaya untuk persiapan masuk sekolah.
"Pas di-PHK lagi sudah enggak kepengin kerja lagi sama orang. Saya mau mandiri dan usaha sendiri," jelasnya.
Dengan meperhatikan lingkungan sekitar kontrakannya di Kalideres, Kirno mengaku tertarik untuk berjualan ember.
"Di lingkungan tempat tinggal saya rata-rata jualan ember. Akhirnya saya ikutin jejak itu. Biarpun kecil-kecilan tapi yang penting punya sendiri," katanya.
Ia pun resmi berjualan ember keliling Jabodetabek sejak tahun 2009 hingga saat ini.
Sedangkan untuk omsetnya, Kirno membawa uang sekitar Rp 150-200 ribu perharinya.
"Sehari ya pasti laku karena saya kelilingnya juga jauh. Jabodetabek saya kelilingi. Jadi sehari dapatlah Rp 150-200 ribu dari hasil menjual 4 ember," ucapnya.
Batasi ongkos

Memberanikan diri memulai usaha, menjadikan Kirno harus pintar mengatur keuangannya.
Ia pun harus memperhitungkan uang transport dan makannya dalam satu hari.
Meskipun dalam satu hari pasti ada ember yang terjual, Kirno tetap tak ingin pengeluarannya melebihi pendapatannya.
"Untuk satu ember biasanya saya ambil untung 100%. Misalnya harga modal Rp 25 ribu, saya jual Rp 50 ribu. Untung ini juga diperhitungkan dari tenaga keliling dan uang makan," katanya.
Sementara untuk ongkos perjalanannya, Kirno mematok angka maksimal pengeluaran uang, yakni sebesar Rp 50 ribu.
• Jelang Natal, Pedagang di Pasar Pagi Asemka Jakarta Barat Beralih Dagang Pernak-Pernik Natal
• Kronologi Suami Bacok Istrinya Karena Cemburu di Pamulang Tangerang Selatan, Sempat Acungkan Golok
• Arloji Rp 7 M Eks Dirut Garuda Ari Askhara Tuai Perhatian, Intip Penampakan Mobil Mewah & Rumahnya
"Rp 50 ribu untuk pulang pergi ya. Jadi kalau masih bisa jalan kaki sampai kontrakan di Kalideres ya saya jalan ketika ongkosnya sudah melebihi angka itu. Namun kalau pas perjalanan ada yang beli, saya biasanya naik angkutan umum sekali atau dua kali dari uang untung itu," ucapnya.
Baginya, hal ini bukanlah untuk menyiksa diri ataupun pelit. Melainkan untuk memberikan keuntungan tersebut untuk menafkahi anak dan istrinya.
"Kalau lelah dan pegal itu resiko dari pekerjaan. Yang penting kebutuhan rumah tercukupi. Karena berapapun besaran uangnya sangat berharga untuk saya dan keluarga saya," tandasnya.