Cerita Keni Ibu Single Parent yang Jadi Juru Parkir di Jakarta Timur Ingin Anaknya ke Pesantren

Cerita Keni, Jadi Juru Parkir di Jakarta Timur Sejak 2016: Single Parent Dan Ingin Masukan Anak Ke Pesantren

Penulis: Nur Indah Farrah Audina | Editor: Suharno
TRIBUNJAKARTA.COM/NUR INDAH FARRAH AUDINA
Cerita Keni, Jadi Juru Parkir Sejak 2016: Single Parent Dan Ingin Masukan Anak Ke Pesantren 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Nur Indah Farrah Audina

TRIBUNJAKARTA.COM, CIPAYUNG - Selama dua bulan terakhir, Keni (43) resmi menjadi single parent.

Suaminya yang bernama Hasanudin (50) harus berpulang ke rahmatullah sehari setelah pengajian 1.000 hari Ibunya pada akhir bulan Oktober lalu.

Sejak saat itu, Keni berjuang seorang diri untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.

Meski harus menjadi tulang punggung keluarga, Keni menuturkan sudah tak kaget lagi.

Pasalnya, sebelum suaminya meninggal dunia, Keni sudah bekerja membantu pemasukan keluarga.

"Sejak 8 tahun lalu suami saya mengidap gula basah atau diabetes. Jadi sejak saat itu saya juga sudah mulai cari-cari pekerjaan karena dia (suami) kan kerja serabutan," katanya di Jakarta Timur, Selasa (17/12/2019).

Cerita Keni, Jadi Juru Parkir Sejak 2016: Single Parent Dan Ingin Masukan Anak Ke Pesantren
Cerita Keni, Jadi Juru Parkir Sejak 2016: Single Parent Dan Ingin Masukan Anak Ke Pesantren (TRIBUNJAKARTA.COM/NUR INDAH FARRAH AUDINA)

Mulai sebagai pembantu rumah tangga, tukang sampah hingga juru parkir minimarket pun ia lakoni tanpa malu.

"Ya gimana ya kalau ikutin malu aja ijazah anak saya yang ke-3 enggak ketebus. Kan dia sekolahnya swasta."

"Bapaknya kerja serabutan. Mau enggak mau saya bantu cari tambahan," sambungnya.

Namun pada 2016 lalu, Keni menetapkan untuk bekerja menggantikan anaknya menjadi juru parkir di kawasan Jalan Raya Mabes Hankam, Cipayung, Jakarta Timur.

"Saya punya anak 4, yang dua sudah nikah. Nah ini jadi tukang parkir gantiin anak saya yang nomor 2 karena dia sekarang tinggal di Garut. Sampai suami enggak ada saya masih bertahan di sini," katanya.

Penghasilan yang terbilang lumayan membuat Keni tak ingin lagi berganti pekerjaan.

Sebab dalam satu hari ia bisa mengantongi uang minimal Rp 100 ribu.

"Sejelek-jeleknya pasti Rp 100 ribu dapat. Paling banyak Rp 200 ribu. Tapi kan resikonya lumayan, namanya jagain kendaraan orang lain."

"Terus karena ini masih masuk Mabes jadi kalau pagi dan sore harus steril. Jadi paling diomelin yang parkir kalau saya kasih jalan buat orang Mabes lewat duluan," ungkapnya.

Sisihkan penghasilan untuk biaya pesantren

Sekalipun penghasilannya ratusan ribu dalam sehari, Keni masih memiliki 2 anak yang harus dibiayai.

Meskipun putri ketiganya sudah bekerja, tapi si bungsu Ahmad Nawawi masi duduk di bangku kelas 4 Sekolah Dasar (SD).

"Uang segitu untuk saat ini habis dalam sehari. Sebab beli beras dan beli bahan masakan aja sudah berapa."

"Belum lagi kebutuhan lainnya. Walaupun ada anak, mereka juga kasih sekedarnya kan," katanya.

Selain itu, sebagian penghasilannya juga ia kumpulkan untuk memasukan si bungsu ke pesantren di daerah Rangkasbitung.

Hal ini ia lakukan karena melihat pergaulan saat ini. Ia hanya menginginkan anak-anaknya menjadi penolong ketika diakhirat kelak.

"Saya mau pesantrenin anak saya. Ngeri kalau lihat pergaulan sekarang. Mumpung anaknya mau saya sambil persiapan."

"Insya Allah rezekinya ada, soalnya sudah saya survei ke lokasi pesantrennya biayanya lumayan," lanjutnya.

Sejauh ini uang yang terkumpul barulah Rp 500 ribu dari biaya yang mencapai belasan juta rupiah.

"Ya masih ada 2 tahun, InsyaAllah rezekinya ada. Yang penting sayanya enggak malu aja kerja begini. Namanya jadi orang tua tunggal harus kuat demi anak-anak," tandasnya.

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved