Cerita Fitri Miliki Kebiasaan Aneh dan Makan Beling 2 Minggu Sekali: Bermula Saat Tersesat di Hutan
Saat usianya menginjak 18 tahun, Fitri mengatakan mulai melakukan kebiasaan aneh meskipun aturan adat di sukunya sudah ia lakoni.
Penulis: Nur Indah Farrah Audina | Editor: Erik Sinaga
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Nur Indah Farrah Audina
TRIBUNJAKARTA.COM, PASAR REBO - Fitriyani (44) mengakui punya kebiasaan aneh sejak tinggal di kampung dan berlanjut sampai sekarang memulung di Jakarta.
Sedari kecil hingga berusia 37 tahun, Fitri tinggal di Kalimantan Tengah.
Diakuinya ia merupakan orang primitif. Sebab teknologi apapun tak diperkenankan masuk ke dalam kampungnya.
"Semuanya serba dari alam. Makanya di sana untuk kehidupan sehari-harinya dengan cara berburu," katanya kepada TribunJakarta.com, Rabu (18/12/2019).
Sebagai perempuan, Fitri harus juga ikut berburu.
Tak aneh ia sudah terlatih untuk menangkap babi, ular dan hewan lainnya di hutan.
• Nyaris Jadi PSK, Cerita Fitri Sempat Terbuai Iming Gaji Besar di Jakarta Kini Jadi Pemulung
"Kami di sana itu kan di hutan. Hasil buruan kami itu nanti di jual. Biasanya pembelinya seperti orang China itu."
"Untuk babi dihargai Rp 200 ribu. Tapi kalau ular kobra paling mahal, bisa kami jual seharga Rp 700 ribu," sambungnya.
Selama besar di Kalimantan Tengah, Fitri menuturkan selalu mengikuti peraturan yang ditetapkan oleh sukunya.
Mulai dari tak boleh menolak makanan hingga larangan membakar ikan asin di tengah hutan kerap ia ikuti.
Saat menginjak usia 18 tahun, Fitri mulai melakukan kebiasaan aneh meski aturan adat di sukunya sudah ia lakoni.
Bermula ketika Fitri merajuk dan berlari ke hutan seorang diri akibat tak dibelikan gading gajah oleh keluarganya.
"Saat itu harga gading gajah itu sekitar Rp 4 juta. Namanya masih labil saya kabur dan duduk di bawah pohon."
Semua keanehan yang ada di dalam diri saya berawal dari situ," ungkapnya.
Ketika duduk di bawah pohon, Fitri menceritakan seperti ada daya tarik dari atas pohon.
Hal ini membuat dirinya menginginkan menengok ke arah atas pohon secara terus menerus.
"Saya melihat sosok yang seram di situ. Seperti usus tapi saya enggak tahu itu apa. Setelah itu saya dirasuki sosok tersebut," katanya.
Secara tak sadar, Fitri segera menyantap beling usai dirasuki sosok yang diketahui hantu itu.
Makan bohlam tetangga
Selanjutnya, kebiasaan aneh tersebut berlanjut hingga saat ini.
"Akhirnya sampai saat ini saya jadi rutin makan beling. Biasanya bohlam lampu yang saya makan."
"Dua minggu sekali pasti saya makan beling," katanya.
Saat memakan beling, Fitri mengaku selalu tak sadar.
Ingatannya seolah hilang begitu saja usai badannya terasa panas sekali.
Namun, begitu menyantap beling suhu tubuhnya terasa dingin seperti berendam di air dingin.

Menyikapi keanehan ini, Fitri kerap berobat kemana saja.
Mulai dari orang pintar di Kalimantan hingga orang pintar di Pulau Jawa.
"Saya sudah coba obati. Kata yang ngobatin sosok ini sudah terlanjur menyatu dengan darah. Jadi susah disembuhkan," jelasnya.
Kendati demikian, Fitri menjamin jika dia tak membahayakan orang lain.
Selama ini ketika kumat, Fitri hanya menginginkan beling saja.
"Orang-orang di sekitar saya sudah mengerti kondisi saya."
"Sehingga di rumah juga menyediakan beling atau bohlam lampu untuk saya," ungkap dia.
Pada tahun 2012 lalu, Fitri memutuskan merantau ke Jakarta dan sampai akhirnya menjadi pemulung.
Di awal menjadi pemulung dan tinggal di lapak bosnya di Kampung Sumur, Jakarta Timur, kebiasaan aneh Fitri kumat.
"Pas di Jakarta kumat lagi. Awal di sini kan enggak ada yang tahu saya seperti ini," katanya.
• Dikejar Korbannya, 2 Jambret di Tambora Ditangkap Polisi
• Pria di Pontianak Ditemukan Mati Berdiri Tersangkut di Pagar: Begini Penjelasan dari Segi Ilmiah
• Deretan Foto-foto Truk Kontainer yang Terperosok di Depan Gedung Thamrin City
Akibat suhu badannya sudah terlalu panas, Fitri mengatakan harus mengambil bohlam tetangganya.
"Sudah enggak tahan waktu itu mau makan beling, akhirnya ada bohlam tetangga ya saya ambil itu."
"Saya makan bohlam lampu milik tetangga yang masih terpasang," lanjutnya.
Setelah tersadar, Fitri pun menjelaskan ke tetangganya perihal keanehan yang dialaminya.
"Alhamdulillah tetangga saya mengerti. Makanya saat ini di rumah sudah disediakan beling agar kejadian serupa tak terulang lagi," tandasnya.
Tergiur Gemerlap Ibu Kota
Sebelum menjadi pemulung, Fitri menjelaskan kedatangannya ke Jakarta akibat terbuai ucapan manis rekannya, Yuni.
"Tinggal di Jakarta enak. Kerja enak dan gaji besar," ucap Fitri menirukan ucapan Yuni pada saat itu.
Saat tiba di Jakarta, Fitriyani takjub melihat pemandangan ibu kota.
"Awalnya enggak ada kecurigaan apapun. Di situ tanpa biaya apapun saya sampai ke Jakarta dan lihat gedung tinggi."
"Sebab di kampung saya tinggal di pedalaman," katanya saat ditemui disekitaran Pasar Rebo, Jakarta Timur, Selasa (17/12/2019).
Namun tak disangka rupanya Yuni memiliki niat buruk kepada Fitriyani.
Ia diajak ke daerah Tanah Abang sekira pukul 01.00 WIB.
"Saya mikir ngapain tengah malam keluar, bukannya tidur. Namanya polos saya enggak tahu akan di bawa kemana."
"Sampai tibalah di tempat yang dekat dengan rel kereta," sambungnya.
Setelah diusut, Fitriyani baru menyadari jika tempat tersebut merupakan lokasi prostitusi.
"Pas tahu tempat apa, saya sadar bahwa saya akan dijadikan Pekerja Seks Komersial (PSK)," katanya.
Tak cuma diajak ke lokasi prostitusi, Yuni bahkan memaksa Fitriyani untuk melayani lelaki hidung belang.
Enggan tubuhnya disentuh, Fitriyani langsung melawan.
"Di situ saya baru melawan, saya ucap berani kau sentuh badan saya, habislah kau," katanya.
Bukannya takut, lelaki tersebut justru malah mengajukan pertanyaan balik dan bertanya dari mana asalnya.
Setelah dijelaskan oleh Fitri, percakapan sengit dengan pria tadi selesai dan suasana menjadi hening seketika.
Pria yang tak pernah diketahui namanya itu menanyakan soal tragedi kemanusiaan dua suku di sana.
"Setelah itu dia pergi tanpa permisi dan saya pun ikut pergi dengan santai," ungkapnya.
Tanpa mengeluh, akhirnya Fitri memutuskan berjalan kaki ke kawasan Kampung Sumur, Jakarta Timur.
Setibanya di sana ia tak sengaja bertemu dengan pemulung yang menggunakan gerobak.
"Di situlah awal cerita saya menjadi pemulung. Saya diajak tinggal di lapak tapi dengan syarat harus bekerja setiap hari," katanya.
Dalam seminggu, penghasilan Fitri berkisar Rp 300 ribu dan terkadang bisa lebih dari itu ketika rezekinya sedang baik.
Sekalipun pernah mengalami nasib buruk dan hampir menjadi PSK, Fitriyani mengaku tak menaruh dendam kepada Yuni.
Bahkan bila suatu saat ia bertemu kembali dengan sosok Yuni, Fitriyani mengaku ingin mendoakannya.
Bertemu Jodoh Kedua
Sebab, akibat tipuan darinya, Fitri berhasil menjadi orang yang kuat dan menemukan jodohnya.
Di balik kisah pilunya, tepat di tahun 2016 lalu, Fitri bertemu dengan Jali (45) yang juga berprofesi yang sama.
"Kalau ketemu Yuni saya mau bilang terima kasih sama dia. Intinya saya sudah memaafkan dirinya."
"Berkat dia saya menikah lagi padahal kan saya dulunya janda yang ditinggal meninggal oleh suami saya," tandasnya
Tak ada yang tahu apa rencana Tuhan meskipun sedetik kemudian.
Kata-kata tersebut juga dirasakan oleh Fitri.
Pada pertengahan tahun lalu, suaminya keduanya, Jali, tiba-tiba saja lumpuh.
Tangan dan kaki suaminya tak bisa digerakkan.
Oleh sebab itu, kini Fitriyani menjadi tulang punggung keluarganya.
"Dulu kami berdua kerja mulung begini sehari bisa dapat Rp 100 ribu."
"Tapi semenjak saya sendiri Rp 300 ribu aja itu pendapatan seminggu," ucapnya.
Tanpa tahu apa yang terjadi, Fitriyani menjelaskan jika suaminya tiba-tiba saja mengalami kelumpuhan dan enggak untuk berobat.
Kendati demikian, Fitriyani menerima semuanya dengan lapang dada.
Sebab ia tahu sekali jika dulunya sang suami merupakan pekerja keras.
"Dia itu memang orang yang bisa dikatakan gila kerja. Pagi sampai malam dia bekerja cari botol atau kardus bekas."
"Makanya saya tak tega hati jika meninggalkannya," sambungnya.
Berkirim Surat dengan Anak di Kampung
Sebelum menikah dengan Jali, Fitriyani sudah lebih dulu menikah dengan Toyat.
Toyat dan Fitri satu suku dan keduanya menikah pada 1990.
Dari pernikahannya dengan Toyat, Fitri dikaruniai seorang anak bernama Rifal yang kini berusia 26 tahun.
"Ketika dia lahir kondisinya memang berbeda. Kalau dibilang itu dia menderita down syndrome," katanya.
Dengan keikhlasan hati dan menerima takdir, Fitri menerima kondisi anak semata wayangnya itu.
"Meski kami orang primitif tapi mereka mengerti perihal kondisi anak saya."
"Jadi tak pernah ada yang menyebut itu suatu kutukan atau apapun," katanya.
Usai satu ujian dan cobaan diterimanya dengan lapang dada, Fitriyani kembali mendapat cobaan.
Tak berselang lama, Toyat meninggal dan ia pun menjalani harinya dengan menafkahi anaknya sendiri.
Masih tinggal di kampung, Fitrii tak terlalu merasa sulit.
Sebab sumber kehidupannya saat itu selalu berasal dari alam.
Sehingga ketika ia sedang berburu, anaknya ia titipkan kepada orang tuanya.
Namun, usai diiming-imingi hidup di Jakarta enak, Fitri tak lagi tinggal bersama anaknya.
Rifal kini tinggal bersama keluarga Fitri di Kalimantan Tengah.
"Ketika ada uang tentu dikirimkan. Tapi komunikasi yang penting tetap lancar,"
"Di sana anti barang-barang elektronik, makanya saya sering bertukar surat saja," katanya.