Eks Tim Mawar Kopassus Blak-blakan Soal 3 Nelayan Tawanan Abu Sayyaf, Ceritakan Pengalaman Prabowo

Tiga nelayan Indonesia diculik kelompok Abu Sayyaf sejak bulan September 2019. Eks Tim Mawar Kopassus singgung kemampuan Prabowo dan Budi Gunawan.

Penulis: Ferdinand Waskita | Editor: Suharno
ISTIMEWA/Dokumentasi Kementerian Pertahanan
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto bersalaman dengan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto di Mabes TNI, Jakarta Timur, Kamis (31/10/2019). 

Selain masalah kultur, dia menilai kelompok Abu Sayyaf tak murni kelompok teroris yang langsung membunuh tawanan.

Fauka menuturkan permintaan uang tebusan jadi bukti kelompok Abu Sayyaf lebih tepat digolongkan sebagai bajak laut atau perompak.

"Teroris itu kelompok memperjuangkan ideologi. Abu Sayyaf ini arahnya sudah bagaimana sudah ke arah bagaimana untuk hidupnya mereka. Jadi mereka menawan hanya untuk meminta tembusan," tuturnya.

Fauka membenarkan bila kelompok Abu Sayyaf pernah membunuh tawanan karena otoritas terkait ogah membayar uang tebusan.

Namun dia mencontohkan pembebasan sandera sepuluh warga negara Indonesia lewat negoisasi yang melibatkan Mayor Jenderal (Purn) Kivlan Zein jadi negosiator.

Menurutnya keberhasilan negoisasi yang dilakukan tahun 2016 lalu jadi bukti kelompok Abu Sayyaf tak menutup upaya negoisasi.

"Kejadian kemarin juga yang kapal kita disandera juga bisa dibebaskan, yang melibatkan Kivlan Zen dengan cara negoisasi. Tidak perlu kita menurunkan pasukan, kita pendekatannya bisa pendekatan kultur dan agama," lanjut Fauka.

Dalam setiap kasus penawanan, Fauka mengatakan ada cara pembebasan sandera yakni negoisasi dan represif atau berupa tindakan.

Mantan anggota Tim Mawar Kopassus ini yakin pemerintah sudah mempertimbangkan untung, rugi setiap langkah pembebasan.

"Pembebasan tawanan dengan cara tindakan represif atau dengan pengerahan pasukan adalah jalan terakhir manakala negoisasi yang dilakukan pemerintah tidak berjalan dengan baik," sambung dia.

Cegah Kasus Penyanderaan Nelayan Terulang

Kasus penyanderaan tiga nelayan warga negara Indonesia pada September 2019 lalu yang hingga kini belum bebas menambah panjang masalah keamanan di wilayah Asia.

Belum diketahui pasti bagaimana langkah pemerintah Indonesia yang menolak pembayaran uang tebusan Rp 8,3 miliar guna membebaskan ketiganya.

Pengamat intelejen sekaligus mantan anggota Kopassus, Fauka Noor Farid menyarankan pemerintah Indonesia bekerja sama dengan seluruh negara di Asia dalam meningkatkan keamanan.

Yakni membentuk wadah pertahanan dan keamanan yang melibatkan seluruh negara Asia guna mencegah kasus penawanan terulang.

"Bagaimana negara-negara Asia bersatu membentuk suatu wadah atau sering berkoordinasi tentang bagaimana mengamankan wilayah. Terhadap itu tadi, mungkin teroris, bajak laut," kata Fauka di Pasar Rebo, Jakarta Timur, Rabu (18/12/2019).

Menurutnya wacana kerja sama pembentukan wadah pertahanan seluruh negara di Asia sudah dinyatakan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.

Yakni saat pertemuan Ke- 20 Kepala Staf Angkatan Darat se-Asean atau 20th ASEAN Chief of Army Multilateral Meeting 2019 di Bandung, November lalu.

"Supaya kejadian tak terulang pak Prabowon kemarin mengusulkan bagaimana kita memperkuat kerja sama tentang pertahanan dan keamanan Asia," ujarnya.

Fauka menuturkan kerja sama ini nantinya tak hanya melibatkan tentara angkatan laut dari masing-masing negara, tapi juga pertukaran informasi.

Warga Pakunhaji Tangerang Temukan Mayat Tanpa Identitas Penuh Luka Bacok Diikat Dekat Batu

Cerita Emak Iin Rasa Lelah Hilang Jika Pegang Ular Hingga Dijuluki Dewi Ular, Koleksinya Ratusan

Petugas Damkar Kota Depok Evakuasi Sarang Tawon Vespa di Genting Rumah Warga

Termasuk peningkatan patroli di wilayah perairan tempat kelompok seperti Abu Sayyaf, perompak Somalia lainnya kerap beraksi.

"Mereka (Negara) bertanggung jawab keamanan laut dari tindakan-tindakan seperti yang dilakukan kelompok Abu Sayyaf. Bagaimana mengamankan nelayan se-Asia intinya," tuturnya.

Mantan anggota Tim Mawar Kopassus ini mengatakan wadah pertahanan gabungan penting mengingat luas wilayah perairan Indonesia.

Pembentukan wadah juga mengantisipasi masalah penyeludupan barang-barang ilegal, termasuk narkoba yang kerap dikirim lewat perairan.

"Wilayah Indonesia ini kan luas, enggak mungkin kita bisa mengamankan sendiri. Tapi kalau kita bersatu, intinya bagaimana semua negara Asean terlibat menjaga tentang laut Asia," lanjut Fauka. (TribunJakarta.com/Bima Putra)

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved