Info Kesehatan

Amphetamine Bisakah Jadi Obat Bagi Pengidap Bipolar? Ini Penjelasan Ahli Kejiwaan

selebgram Medina Zein ditangkap dan menjadi tersangka setelah dinyatakan positif mengkonsumsi narkoba.

Editor: Kurniawati Hasjanah
dokterdigital.
Ilustrasi Bipolar. 

Laporan Wartawan Warta Kota, Feryanto Hadi

TRIBUNJAKARTA.COM -- Pengusaha dan selebgram Medina Zein ditangkap dan menjadi tersangka setelah dinyatakan positif mengkonsumsi narkoba.

Hingga kini polisi belum mengumumkan lebih detail soal kasus yang menjerat Medina Zein.

Polisi mengatakan, pihaknya masih menunggu hasil pemeriksaan Puslabfor yang akan keluar pada 2 Januari mendatang.

Sebelum tertangkap, Medina Zein sempat mengaku dia adalah penderita bipolar.

Suatu gangguan yang berhubungan dengan perubahan suasana hati mulai dari posisi terendah depresif, tertekan ke tertinggi, panik atau gelisah.

 

"Bukan hal yang mudah untuk hidup dengan diagnosa issue mental tertentu, tiap hari bangun dengan perasaan yang sama, kembali tak terkendali, mengendalikan, lelah, semangat, patah lagi, membalut kembali," ucapnya dalam sebuah postingan yang dia unggah ke akun Instagramnya.

Banyak masyarakat yang kemudian berspekulasi penggunaan zat amphetamime oleh Medina karena bipolar yang ia idap.

Lalu apakah benar amphetamine bisa bisa jadi obat bagi penderita bipolar?

Direktur Rumah Sakit Jiwa Dr Soeharto Heerdjan dr. Laurentius Panggabean Sp. KJ menyanggah persepsi tersebut.

Menurutnya, amphetamine tidak masuk dalam daftar obat yang diresepkan bagi pengidap bipolar.

"Dulu memang pernah amphetamine digunakan untuk obat bagi penderita depresi. Tujuannya untuk meningkatkan mood. Tapi kemudian dihentikan karena ternyata lebih banyak negatifnya daripada untuk pengobatan itu sendiri," ujar dr. Laurentius dihubungi Warta Kota, Selasa (31/12/2019).

Dr. Laurentius menyebut, bipolar termasuk dalam kategori gangguan jiwa berat. Berkaitan dengan dua hal yakni kepanikan dan depresi. Ada tiga faktor yang menjadi penyebab penyakit ini, yakni genetika, psikologis dan faktor sosial.

"Tapi paling banyak itu biasanya karena faktor genetika," ujarnya.

Selain itu, orang yang mengaku mengidap bipolar harus bisa menunjukkan diagnosa dari dokter spesialis kejiwaan.

Sumber: Warta Kota
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved