Sisi Lain Metropolitan
Cerita Sutrisno, Kerja Keras Jadi Pencari Paku di Ibukota Demi Bantu Saudara dan Anak Yatim
Tak peduli berapapun gaji yang diterimanya, kakek Sutrisno akan melakoninya dengan sungguh-sungguh selama bisa bermanfaat bagi orang lain.
Penulis: Nur Indah Farrah Audina | Editor: Erik Sinaga
Hal itu pun kemudian berlanjut hingga kini di saat dirinya sudah tak lagi bekerja di toko furnitur.
Terhitung setahun belakangan, Sutrisno memutuskan untuk menjadi pencari paku di Ibu Kota.
Berbekal magnet dan tas karung yang dibuat sendiri, selepas subuh ia sudah berjalan keliling mengumpulkan paku dan barang-barang serupa.
Ketika lelah datang, Sutrisno menyudahi pencariannya dan paku-paku itu baru akan dijual ke lapak tiap 3 hari kemudian.
Tujuannya hanya satu, agar ia tak bolak-balik dan menjual dalam jumlah banyak.
"Untuk satu kilonya biasanya Rp 5 ribu. Jadi minimal Rp 75 ribu pasti dapat."
"Itu yang disisihkan untuk yang di kampung itu," jelasnya.
Menyambi Kerjaan
Bila mengandalkan pendapatan dari pencarian paku tentulah tak akan cukup.
Meski bekerja hanya untuk mengisi waktu luang ketika rindu dengan 3 anak dan cucunya, tetap saja Sutrisno harus bekerja untuk makan sehari-hari.
Ia yang tak ingin menggantukan hidup pada ketiga anaknya, menjadi alasan utama tetap bekerja di usia senja.

Pekerjaan pencari paku yang begitu melelahkan, membuat Sutrisno tak terlalu fokus dan hanya mencari sekira dua kali dalam seminggu.
Sementara untuk hari-hari biasanya, Sutrisno memilih untuk menjual botol-botol bekas yang selalu diberikan oleh para tetangganya.
"Kalau yang dari cari paku pasti dikirimkan ke kampung. Sementara untuk kehidupan saya seperti makan ya dari kiloin botol bekas aja."
"Jadi tetangga saya pada ngumpulin kalau ada acara nanti saya tinggal ambil. Atau yang warung, sampah botolnya dikasih saya," katanya.