Sisi Lain Metropolitan

Sedihnya Bolot Dua Tahun Jadi Badut Mampang, Uang Hasil Ngamen Dibelikan Motor Tapi Digadai Anak

Pria tua yang akrab disapa Pak Bolot ini sehari-hari menjadi badut mampang di Kranggan, Jatisampurna, Kota Bekasi. Sedih saban ingat kelakuan anak.

Penulis: Nur Indah Farrah Audina | Editor: Y Gustaman
Tribunjakarta.com/Nur Indah Farrah Audina
Makroni alias Pak Bolot, badut mampang di lampu lalu litnas Cibubur, Bekasi, Jawa Barat, Rabu (12/2/2020). 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Nur Indah Farrah Audina

TRIBUNJAKARTA.COM, JATISAMPURNA - Makroni (75) memilih hidup seorang diri tanpa siapa, masih menyimpan kisah miris perihal anaknya.

Pria tua yang akrab disapa Pak Bolot ini sehari-hari menjadi badut mampang di kawasan Kranggan, Jatisampurna, Kota Bekasi.

Sempat punya usaha makanan lalu bangkrut, Pak Bolot memutuskan merantau ke Bekasi.

Apapun ia lakoni, mulai dari berdagang minuman biasa, pemulung hingga menjadi badut mampang.

Sendirian Pak Bolot tinggal sebuah kontrakan di Duren Sawit, Jakarta Timur.

Setiap siang hingga sore ia sudah berada di lampu lalu lintas Cibubur sambil mengenakan kostum badut.

Sepanjang masih bertenaga, sambil mengenakan kostum badut mampang, Pak Bolot akan beratraksi, berharap mendapat sedikit rupiah dari pengendara.

Selama ini Pak Bolot biasa hidup sendirian.

Dulu pernah punya empat istri, namun sudah cerai.

"Saya sudah biasa sendiri. Saya ini sudah pernah menikah empat kali, Aida, Paryati, Nawati dan Maskupah," cerita Pak Bolot.

"Lantaran orangnya enggak sabaran dan ada faktor lain, makanya mereka sekarang sudah saya ceraikan."

"Saya apa-apa sendiri pun tak masalah," ungkap Pak Bolot kepada TribunJakarta.com, Rabu (12/2/2020).

Dari empat kali menikah, Pak Bolot hanya memiliki satu anak dari Nawati.

"Anak saya cuma satu, namanya Muniti. Saat ini ia tinggal di Kecamatan Makasar, Jakarta Timur, dan sudah punya anak empat," beber Pak Bolot.

Meski sudah memiliki anak, cucu dan menantu, Pak Bolot enggan satu atap dengan anaknya.

Diam-diam ia menyimpan rasa kesal terhadap anak sematawayang dan menantunya.

Tiba-tiba saja Pak Bolot menangis, sedih ketika membahas kelakuan sang anak kepadanya.

Belum lama ini ia sakit hati akibat kelakuan anak dan menantunya, menggadaikan motor hasil jerih payah selama mengamen sebagai badut mampang.

"KTP saya kan hilang. Jadi saya ambil motor kredit pakai nama menantu saya."

"Nah ini belum lama dia mempersalahkan hal tersebut."

"Hati saya sakit rasanya. Punya anak satu tapi jahat ke saya," Pak Bolot menangis sesenggukan.

Pak Bolot menjelaskan, motor yang ia kredit memang menggunakan KTP menantunya.

"Ini motor pakai nama suami saya, berarti ini motor berhak saya pakai," ucap Mantini seperti ditirukan Pak Bolot.

"Di situ motor saya diambil. Padahal itu transportasi saya kalau ngebadut."

"Itu motor juga saya yang bayar cicilannya. Tapi kagetnya dia ngerasa milikin," ungkap Pak Bolot.

Makroni, badut mampang di Lampu Merah Cibubur, Bekasi, Jawa Barat, Rabu (12/2/2020)
Makroni alias Pak Bolot, badut mampang di lampu lalu lintas Cibubur, Bekasi, Jawa Barat, Rabu (12/2/2020) (Tribunjakarta.com/Nur Indah Farrah Audina)

Selesai berdebat, anak dan menantunya membawa pergi motor tersebut dan mengharuskan Pak Bolot bekerja menggunakan angkot selama 6 bulan.

"Kesal saya digituin. Pas saya tanyakan motornya mana, ternyata digadai."

"Akhirnya enggak saya teruskan bayarannya. Saya pilih beli motor bekas dengan uang Rp 2,5 juta yang saya kumpulin sedikit-sedikit dari dulu," katanya.

Uang Mengamen untuk Beli Kain Kafan

Hasil mengamen yang tak menentu selama ini Pak Bolot sisihkan lebih banyak untuk membeli keperluannya kelak ia meninggal.

Uang yang ia kumpulkan akan dibelikan kain kafan, tikar pandan, liang lahat, hingga biaya pengajian, seperti pengajian 3 harian pascameninggal.

Dari uang itulah yang Pak Bolot ambil untuk membeli motor bekas awal tahun ini sebagai transportasinya menuju Kranggan.

"Semenjak kejadian itu saya sudah enggak mau kenal lagi sama anak dan menantu saya," katanya.

Namun, untuk cucunya masih ia izinkan untuk bertemu dengannya.

"Jadi, cucu datang bilang, 'kakek saya mau ini.' Pasti saya belikan kalau ada uangnya," jelasnya.

"Buat saya cucu itu enggak ada salah. Yang salah itu orangtuanya."

"Sampai nanti setelah meninggal pun saya enggak mau nyusahin anak menantu saya."

"Makanya saya kerja begini buat masa depan. Saya sudah enggak mau kenal mereka," ungkap Pak Bolot.

Selain itu, yang semakin membuatnya semakin terluka ketika mengetahui kenyataan perihal sikap anaknya.

Menurut dia banyak orang di kampungnya mengetahui bila anak perempuannya itu sering melawan terhadap mertua.

"Biar bagaimapun mertua adalah orangtua. Di sana (kampung) dulu juga pada tahu kalau dia enggak berbaktilah."

"Sudah enggak berbakti kepada orangtua, kepada mertua juga sama."

"Padahal biaya sekolahnya dia boleh saya kerja keras dari dulu," katanya.

Saat ini, Pak Bolot hanya berharap anak menantunya segera bertobat.

Ia berjanji tidak akan menyusahkan keduanya.

Meski begitu, doa selalu Pak Bolot panjatkan agar anaknya mendapatkan hidayah dan mengubah kelakuannya.

"Hasil jerih payah saya aja diungkit karena menggunakan nama suaminya."

"Jadi saya hanya berdoa supaya keduanya segera mendapatkan hidayah," tandas dia.

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved