Tiga Pria Baku Hantam di Zebra Cross
Penuturan Empat Sopir Bajaj yang Diajak Rekayasa Baku Hantam di Jalan MH Thamrin
"Saat itu dia (FG) datang dan menawarkan saya untuk pura-pura berantam," kata Didi, saat diwawancarai TribunJakarta.com, Rabu (19/2/2020).
Penulis: Muhammad Rizki Hidayat | Editor: Wahyu Aji
Wakapolres Metro Jakarta Pusat, AKBP Susatyo, mengatakan pelaku YA mentransfer ratusan ribu rupiah kepada satu akun Instagram.
Susatyo menyatakan, tujuan YA melakukan ini demi meningkatkan pengikut di media sosialnya.
"Mbx Yeyen ini adalah akun yang digunakan tersangka kedua (YA) yang merekam. Tetapi ditulisannya, bahwa seolah-olah ini adalah nyata," ujar Susatyo.
"Ini sudah ada viewers 2.653. Kemudian diviralkan lagi di sebuah channel, dan ini viewersnya 116.650," sambungnya.
Artinya, kata dia, hampir 118 ribu warganet menyaksikan video rekayasa tersebut.
"Jutaan tiap hari melintas di MH Thamrin, akan membuat resah. Mengapa kepolisian turun langsung, untuk melakukan penyidikan untuk kasus ini agar tak terulang," tegas Susatyo.
Dia pun mengimbau agar pemilik akun media sosial tak sembarangan membikin konten.
"Kami harapkan semua akun-akun dan channel youtube dan menyebarkan terkait viralnya kasus kekerasan di ruas protokol Thamrin ini, segera dihentikan dan dihapus," kata dia.
FG Adalah Dosen dan YA Mahasiswanya

Kapolres Metro Jakarta Pusat, Komisaris Besar Polisi Heru Novianto, menyatakan FG merupakan dosen di kampus terkenal di perbatasan Tangerang dan Jakarta.
"Pelaku FG statusnya sebagai dosen di salah satu perguruan tinggi di Jakarta," kata Heru.
"Satunya lagi, YA mahasiswanya, 21 tahun, dia juga sebagai penyebar video di media sosial," lanjutnya.
Heru melanjutkan, ide awal rekasaya baku hantam ini dimulai dari FG.
Kemudian FG meminta tolong YA guna merekam video baku hantam yang direkayasa tersebut.
"Mereka sepakat, lalu FG menuju Jalan MH Thamrin dan mencari orang yang mau dibayar," kata Heru.
FG pun menawarkan uang ratusan ribu kepada Didi, Irawan, Toto, dan Wahid.
"Akhirnya empat pelaku lainnya mau dibayar dan melakukan rekayasa tersebut," kata Heru.
Dijerat Hukum 10 Tahun Penjara

Kapolres Metro Jakarta Pusat, Komisaris Besar Polisi Heru Novianto, mengatakan FG dan YA dikenakan Pasal 28 Ayat (1) Jo Pasal 45A Ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016.
Pasal tersebut menjelaskan tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008, tentang informasi dan transaksi elektronik dan atau Pasal 14 sub.
Mereka juga dapat dikenakan Pasal 15 Nomor 1 Tahun 1946, tentang peraturan hukum pidana dengan ancaman maksimal 10 tahun penjara.
"FG dan YA dapat kami sangkakan pasal tersebut dan dengan ancaman sepuluh (10) tahun penjara," ujar Heru.
Dia melanjutkan, pihaknya akan terus menyisir pelaku yang melakukan kebohongan seperti FG dan YA.
"Kami akan terus berpatroli untuk mengamankan para pelaku yang terindikasi meresahkan masyarakat," ucapnya.
"Sekarang, kami lihat jalan MH Thamrin lkondusif, tidak ada perkelahian, tidak ada hal-hal yang meresahkan warga," sambungnya.
Sementara, Didi dan tiga rekannya dibebaskan. Namun wajib memberikan keterangan kepada kepolisian jika dibutuhkan.
Pendapat Pengamat Media

Pengamat Media dari Kampus Uhamka, Gilang Kumari Putra, mengatakan yang dilakukan FG dan YA, merupakan konten yang receh atau tak bermutu.
"Dia melakukan hal yang sangat receh," kata Gilang, sapaannya.
Gilang mengatakan, FG dan YA sengaja melakukan rekayasa ini gegara banyak masyarakat Indonesia yang suka melihat konten lucu.
"Dia beranggapan bahwa karena apa, orang Indonesia itu, senang dengan hal yang lucu," beber Gilang.
"Ketika mengirim konten lucu, mereka yakin panjata sosialnya lebih cepat dibanding share hal yang serius," sambungnya.
Panjat sosial, lanjurnya, akan menjadi salah jika dilakukan secara salah pula.
"Misalnya, ketika nge-prank. Karena panjat sosial itu tujuannya meningkatkan viewers, followers, dan akan berujung pada iklan," kata Gilang.
Karena itu, Gilang mengimbau para pelaku konten media sosial sebaiknya membikin hal positif.
"Tidak boleh menggunakan cara-cara rekayasa, ngeprank, misalnya. Karena yang harus dilakukan adalah memberikan edukasi kepada masyarakat, untuk bermedsos secara sehat," tutur Gilang.
Menyoal FG dan YA dari kalangan terpelajar, Gilang menyatakan tak mempersoalkan.
"Ini bukan masalah dosen atau mahasiswa yang dari kalangan intelektual," kata Gilang.
"Saya berkesimpulan, kadang melakukan pansos itu tidak semata-mata untuk bersifat ekonomi," sambungnya.