Kondisi SMPN 1 Turi Pasca-Tragedi Susur Sungai: Siswa Ada yang Berteriak-teriak Hingga Menangis

Senin (24/2/2020) merupakan hari pertama siswa SMPN 1 Turi kembali belajar pasca-tragedi susur Sungai Sempor. Begini kondisi siswa.

Penulis: Ferdinand Waskita | Editor: Wahyu Aji
Tribun Jogja/Hasan Sakri
Hari pertama sekolah di SMP N 1 Turi, Sleman, Senin (24/2/2020) pagi pascatragedi susur sungai kegiatan Pramuka yang menewaskan 10 siswanya. 

Hingga saat ini ada enam siswa yang mengalami gejala gangguan psikologis.

"Sekali lagi ini baru gejala bukan gangguan, ada yang menangis dan berteriak-teriak misalnya. Kami akan terus mendata gejala yang ditunjukkan adik-adik," jelasnya. (*)

Siswa Tergoncang

Hari pertama sekolah di SMP N 1 Turi, Sleman, Senin (24/2/2020) pagi pascatragedi susur sungai kegiatan Pramuka yang menewaskan 10 siswanya.
Hari pertama sekolah di SMP N 1 Turi, Sleman, Senin (24/2/2020) pagi pascatragedi susur sungai kegiatan Pramuka yang menewaskan 10 siswanya. (Tribun Jogja/Hasan Sakri)

Satu di antaranya adalah Nindia (21) warga Wonokerto Turi, kakak dari pelajar kelas 8, Annisa Ramadhani (15).

Annisa adalah salah satu siswi yang selamat dalam kejadian laka susur sungai Sempor.

"Memang harus ada (pendampingan) untuk mengurangi trauma pada anak. Mereka juga masih sekolah, di jenjang berikutnya pasti ada kegiatan di luar lagi," ucap Nindia yang datang ke sekolah untuk menjemput adiknya.

Sebelum lebih jauh menceritakan kondisi adiknya saat ini, Nindia menceritakan bahwa ia dan orang tua tidak tahu bahwa sore itu akan ada agenda susur sungai.

"Tidak ada pemberitahuan dari sekolah, adik saya juga tahunya dari status WA sehari sebelumnya. Dia juga enggak bilang ke keluarga kalau mau susur sungai, cuma minta di jemput jam 4 sore," terangnya.

Nindia yang alumni sekolah itu pun heran, mengapa dalam kondisi mendung pihak pembina tetap bersikeras melanjutkan aktivitas susur sungai.

Karena menurutnya, saat ia bersekolah di sana, jika cuaca mendung atau hujan maka agenda di luar kelas diganti materi di dalam kelas.

Begitu mendapat informasi bahwa agenda susur sungai tersebut berakhir dengan insiden tenggelamnya para siswa, ia bersama kakaknya langsung membagi tugas untuk mencari data anak-anak yang selamat.

Pasalnya ia tak menemukan di mana posisi adiknya pada sore itu.

"Saya bagi tugas dengan kaka saya. Saya di Klinik SWA, kakak saya di puskesmas dan sekolah," imbuhnya.

Hatinya semakin hancur ketika di Klinik SWA sudah ada empat janazah.

Ia tak berani berandai-andai. Kekhawitarannya semakin membuncah.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved