Nasib Pedagang Minyak Goreng Curah, Terancam Gulung Tikar Usai Terbitnya Kebijakan Pemkot Bekasi
Dia menjelaskan, keberadaan minyak goreng curah hingga hari ini masih menjadi pilihan utama warga terutama para pedagang kecil
Penulis: Yusuf Bachtiar | Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Yusuf Bachtiar
TRIBUNJAKARTA.COM, BEKASI TIMUR - Pemerintah Kota Bekasi mulai membatasi peredaran minyak goreng curah dengan mengeluarkan surat instruksi wali kota, tentang kewajiban pengusaha menjual minyak goreng dalan kemasan kepada masyarakat.
Kebijakan ini rupanya tidak disambut baik penjual minyak goreng curah kemasan, bahkan mereka merasa kebingungan mau menjual apa jika kebijakan itu benar-benar diterapkan.
Hal ini diungkapkan Aman (40), pedagang minyak goreng curah di Pasar Baru, Jalam Ir. H. Juanda, Bekasi Timur, Kota Bekasi, saat dijumpai di tokonya, Jumat, (6/3/2020).
"Kalau minyak curah enggak ada saya mau jualan apa, kan saya emang jualan minyak curah," kata Aman kepada TribunJakarta.com.
Aman mengaku sudah mendengar terkait kebijakan tersebut, usai Kementerian Perdagangan dan Perindustrian mengeluarkan peraturan menteri tentang pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) minyak goreng sawit secara wajib.
"Kalau itu (peraturan menteri) saya udah dengar, cuma belum tahu kapan (diberlakukan), intinya ya saya enggak setuju,"jelas dia.
Dia menjelaskan, keberadaan minyak goreng curah hingga hari ini masih menjadi pilihan utama warga terutama para pedagang kecil seperti pedagang gorengan.
"Kalau kemasan saya jualan tapi enggak begitu main, lebih banyak curah yang beli karena lebih murah," jelasnya.
Ketika ditanya soal instruksi Wali Kota Bekasi yang mewajibkan pedagang mengemas produksi minyaknya, Aman justru belum mendengar sama sekali.
Dia bahkan belum memikirkan rencana kedepan, terkait kelangsungan usahanya jika kebijakan larangan peredaran minyak curah benar-benar diberlakukan pemerintah.
"Belum ada rencana mau gimana-gimana liat ajalah nanti," ungkapnya.
Aman mengaku sudah membuka usaha sebagai agen penjual minyak curah di Pasar Baru Bekasi sejak 15 tahun silam. Dalam sehari, sebanyak 5 ton minyak dapat dia jual ke pedagang-pedagang eceran.
"Sehari 5 ton, mayoritas pedagang juga ada yang pedagang eceran ada juga pedagang gorengan langsung beli ke sini," tuturnya.
Harga minyak goreng curah di tokonya dijual Rp9.825 per kilogram, harga itu tentu jauh lebih murah ketimbang minyak kemasan yang dijual dengan satuan liter.
"Kalau kemasan saya kurang tahu soalnya dia jual literan lebih mahal dia, kalau di pasaran yang saya tahu seliter itu Rp11.000," ujarnya.
Ketika ditanya soal higienitas menjadi alasan dikeluarkannya kebijakan larangan minyak curah. Aman menilai, minyak goreng kemasan yang dijual di pasar saat ini juga berasal dari minyak curah.
"Minyak kemasan tetap aja dari mana, minyak curah itu, cuna dikemas doang, belum tahu aja, minyak resto ini dapatnya dari curah cuma dikemas jadi mahal," tegas dia.
Pedagang gorengan menjerit
Pemerintah Kota Bekasi secara resmi mulai membatasi peredaran minyak goreng curah yang dijual bebas di masyarakat.
Hal ini tertuang dalam surat instruksi wali kota yang dikeluarkan pada, 28 Februari 2020 lalu.
Surat instruksi itu pada intinya, ditunjukkan kepada pelaku usaha baik pedagang maupun produsen minyak goreng curah agar merubah produknya menjadi kemasan yang lebih higienis.
Keberadaan minyak curah yang sudah ada sejak lama, tentu memiliki konsumennya tersendiri. Minyak goreng yang biasa dijual kiloan itu dianggap lebih murah dan praktis ketimbang minyak goreng dalam kemasan.
Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan Rizky (30), pedagang gorengan yang biasa menjajakan dagangan di Pasar Baru Bekasi ini mengaku, belum mengetahui kebijakan baru terkiat larangan minyak curah di pasaran.
"Saya belum tahu si kalau ada aturan kaya gitu, selama ini saya pakai minyak curah buat jualan," kata Rizky, Jumat, (6/3/2020).
Pedagang yang sudah turun temurun menjajakan gorengan di Pasar Baru Bekasi ini menilai, kebijakan larangan minyak curah tentu akan berpengaruh pada biya produksi gorengan yang dia jual.
"Kalau saya dari awal emang udah pakai minyak goreng curah, enggak pernah pakai minyak kemasan, karenakan lebih murah praktis juga udah tinggal tuang beli pakai jerigen," ungkapnya.
Setiap harinya, Rizky membutuhkan 15 kilogram minyak goreng untuk produksi gorengan yang di jajakan. Harga per kilo minyak goreng curah yakni Rp12.000.
"Kalau minyak kemasan saya enggak tahu harganya berapa tapi pasti lebih mahal, kalau ini (minyak curah) lebih murah, 15 kilo sehari saya beli buat dagang," ujarnya.
Jika kebijakan itu benar-benar diterapkan, Rizky mengaku tidak bisa berbuat banyak.
Mau tidak mau, beralih ke minyak goreng kemasan adalah pilihan yang paling realistis untuk kelangsungan usahanya.
"Mau enggak mau, tapi pasti harga produksinya jadi lebih mahal, paling saya naikin harga gorengannya, sekarang saya jual Rp 1.000 satu, paling kalau misal harga produksi naik Rp 5.000 empat atau gimana, tapi belum tahu juga," tegasnya.
Sementara itu, hal yang sama juga dirasakan Ikhsan (40), pedagang gorengan di pinggir Jalan Ir. H. Juanda ini mengaku belum mengetahui soal kebijakan larangan minyak kemasan.
"Saya belum tahu si, tapi kalau emang ada ya saya enggak setuju, setiap hari saya pakai minyak curah enggak pernah pakai minyak kemasan," kata Ikhsan.
Dia berharap, kebijakan larangan minyak curah bisa dibarengi dengan kebijakan yang memudahkan warga atau pedagang kecil seperti dirinya.
"Ya minyak curah enggak ada minyak kemasannya dimurahin kalau bisa, kasian juga pedagang kaya kita, saya enggak tahu harga minyak kemasan yang pasti lebih murah minyak curah," tegas dia.
Kepala Bagian Humas Setda Kota Bekasi, Sajekti Rubiyah mengatakan, kebijakan ini tertuang dalam instruksi Wali Kota Bekasi Nomor 510/273/SETDA.TU tentang Pelaksanaan Kewajiban Minyak Goreng dalam Kemasan di Kota Bekasi yang diterbitkan tanggal surat 28 Februari 2020.
"Kita tahu, masih beredar di masyarakat minyak goreng curah yang belum diketahui betul kehigienisannya dibandingkan minyak goreng dalam kemasan," kata Sajekti dalam keterangan tertulis, Jumat, (6/3/2020).
"Pemerintah Kota Bekasi mengimbau kepada pengusaha di Kota Bekasi untuk menjual minyak goreng dalam kemasan kepada masyarakat," tambahnya.
• Alami Cedera Parah Bersama Garuda Select, Bagus Kahfi Diragukan Tampil di Piala Asia U-19
• Beralaskan Karpet dan Terpal, Massa Aksi di Depan Kedubes India Gelar Salat Ashar Berjamaah
• Update Corona di Kota Depok, Lebih Dari 80 Warga Berstatus ODP
Dia menjelaskan, keluarnya instruksi ini juga didasari Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor 46 Tahun 2019 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Minyak Goreng Sawit secara Wajib (Berita Negara RI Tahun 2019 Nomor 1655).
"Pemerintah Kota Bekasi mengikuti arahan pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Perdagangan RI tentang pemberlakuan SNI Minyak Goreng Sawit secara wajib," jelasnya.
Dia melanjutkan, instruksi wali kota ini mulai efektif diberlakukan mulai 31 Desember 2020. Sejauh ini, pihaknya masih memberikan kesempatan untuk para pengusaha produsen minyak goreng dan pedagang untuk melakukan masa transisi peralihan dari penjulan curah ke kemasan.
"Namun begitu, Pemkot Bekasi masih memberi batas waktu bagi pengusaha untuk melengkapi produksi minyak gorengnya dan wajib berlaku sejak 31 Desember 2020 mendatang," tegas dia.
Pemkot Bekasi melalui Dinas Perdagangan dan Perindustrian akan melakukan pembinaan dan pengawasan, terkit upaya persiapan serta pelaksanaan kewajiban minyak goreng dalam kemasan di Kota Bekasi
"Bersama Dinas Perdagangan dan Perindustrian kota Bekasi, Bagian Humas juga akan melakukan sosialisasi persiapan pelaksanaan kewajiban minyak goreng dalam kemasan bagi pengusaha di Kota Bekasi," tandasnya.