Virus Corona di Indonesia
Penerapan PSBB di Suatu Wilayah Butuh Izin Kemenkes, Ahli Epidemologi: Bisa Diketawain Dunia
Apabila suatu wilayah ingin menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) maka harus memenuhi beberapa kriteria yang telah ditentukan.
Penulis: Rr Dewi Kartika H | Editor: Siti Nawiroh
TRIBUNJAKARTA.COM - Apabila suatu wilayah ingin menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) maka harus memenuhi beberapa kriteria yang telah ditentukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI.
Kriterianya adalah jumlah kematian akibat penyakit menyebar secara signifikan ke beberapa wilayah dan terdapat kaitan epidemiologis dengan kejadian serupa di wilayah atau negara lain.
Aturan mengenai PSBB itu dituangkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease ( Covid-19).
TONTON JUGA
Ahli epidemiologi Universitas Indonesia Pandu Riono tak sepakat dengan aturan birokrasi tersebut.
Hal itu diungkapkan oleh Pandu Riono saat menjadi narasumber di ILC TV One, pada Selasa (14/4/2020).
"PPnya itu sudah ada kesalahan fatal, karena PPnya dibuat dari undang-undang karantina, jadi tidak tepat," ucap Pandu Riono, dikutip TribunJakarta.com dari YouTube TV One, pada Rabu (15/4/2020).
"Sehingga untuk PSBB harus izin dulu ke menteri kesehatan, bahkan sempat ditolak," imbuhnya.
Menurut Pandu Riono kriteria atau persyaratan yang dibuat oleh Kemenkes terkait penerapan PSBB terbilang aneh.
• Ragu Kematian Akibat Corona di Indonesia Cuma 459 Orang, Ahli Epidemiologi: Bisa 4 Kali Lebih Banyak
TONTON JUGA
PSBB seharusnya bertujuan untuk mencegah jatuhnya korban akibat Covid-19 semakin banyak.
"Sehingga ada persyaratan yang tak mungkin dipenuhi oleh daerah, ini kan aneh," kata Pandu Riono.
"Misalnya harus terjadi kasus yang banyak, baru bisa diterapkan PSBB,"
"Padahal gunanya PSBB itu untuk pencegahan, satu atau dua boleh melakukan PSBB," tambahnya.
Pandu Riono menegaskan PSBB harus segera diberlakukan secara nasional.
• Nekat Dagang, Ibu Penjual Pakaian Dalam: Daripada Mati Sia-Sia, Mending Mati Berjuang demi Anak-anak
Tak cuma itu ia juga menyarankan Pemerintah Indonesia untuk tak menghilangkan bikrosi yang justru menyulitkan suatu wilayah yang ingin menerapkan PSBB.
"PSBB harus diberlakukan secara nasional," kata Pandu Riono.
"Jangan sampai membuat birokrasi aneh yang enggak perlu,"
"Itu diketawain dunia, sampai hari ini kok masih izin dengan menteri kesehatan," tambahnya.
Pemkot Tangsel Pertimbangkan Minta Restu Menteri Kesehatan untuk Terapkan PSBB
Pemerintah Kota Tangerang Selatan (Tangsel) tengah memperhitungkan untuk menerapkan status Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Hal itu diungkapkan oleh Wakil Wali Kota Tangsel, Benyamin Davnie, saat dihubungi TribunJakarta.com, Kamis (2/4/2020).
"Sedang dirumuskan dari berbagai indikator sesuai PP 21 tahun 2020, sebelum nantinya Ibu Wali Kota mengusulkan ke Menkes," ujar Benyamin.
Seperti diketahui, dalam Peraturan Presiden (PP) nomor 21 tahun 2020, setiap kepala daerah yang hendak menerapkan PSBB harus mengajukannya ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Pada pasal 3, PSBB di sebuah daerah harus memenuhi sejumlah persyaratan, di antaranya jumlah kasus meninggal akibat Covid-19 tinggi dan persebarannya signifikan.
Selain itu, terdapat kaitan epidemiologis dengan kejadian serupa di wilayah atau negara lain.
• Sederet Fakta Suami Jual Istri di Jawa Timur, Motif Tak Cuma Ekonomi Tapi Juga Fantasi
• Pandemi Covid-19, 56 Narapidana di Lapas Pemuda Kelas IIA Tangerang Dibebaskan
Gugus Tugas Covid-19 Tangsel, menjelaskan, kasus meninggal di Tangsel per Rabu (1/4/2020), sudah mencapai 17 orang.
Sebanyak 6 orang meninggal dunia setelah sebelumnya berstatus positif.
Sedangkan 11 orang lainnya yang meninggal dunia, merupakan kasus pasien dalam pengawasan (PDP).
"ODP 336, PDP 139, positif 38, meninggal 6, sembuh 6 orang," ujar Juru Bicara Gugus Tugas Covid-19 Tangsel dalam keterangan resminya, Rabu (1/4/2020).