Santriwati Alami Trauma, Terkuak Beda Pengakuan Guru yang Cabulinya Selama 4 Tahun dengan Korban
Kapolresta Bandung, Kombes Pol Hendra Kurniawan menjelaskan, korban saat ini masih trauma setelah empat tahun menjadi korban pencabulan.
Penulis: Kurniawati Hasjanah | Editor: Muji Lestari
TRIBUNJAKARTA.COM - Sosok guru EP (36) di sebuah sekolah kawasan Soreang, Kabupaten Bandung diciduk polisi setelah terkuak aksinya yang nekat mencabuli siswa selama empat tahun.
Polisi menangkap guru tersebut usai mendapatkan laporan dari korban.
Kapolresta Bandung, Kombes Pol Hendra Kurniawan menjelaskan, korban saat ini masih trauma setelah empat tahun menjadi korban pencabulan dan baru mengaku ke orang tuanya.
"Orang tuanya melaporkan dan korban trauma. Kami juga memberikan bantuan atau bimbingan konseling agar kondisinya bisa sembuh kembali," tegas Hendra.
TONTON JUGA:
Hendra menilai, tersangka sudah melakukan aksinya sejak korban berusia 14 tahun hingga kini 17 tahun, yakni dari tahun 2016 hingga 2020.
"Nah, sampai dengan saat ini berdasarkan pengakuan dan pemeriksaan, (korban) tidak hamil," aku Hendra.
• Teuku Wisnu Bagi-bagi Ponsel & Berangkatkan Umrah Karyawan, Pengasuh Anak Shireen Tahan Tangis
Lebih lanjut Hendra menjelaskan, korban dari guru cabul tersebut, sampai dengan saat ini masih satu orang.
Meski demikian, tidak menutup kemungkinan ada korban lain.
FOLLOW JUGA:
"Saat ini sedang kami dalami, di komputer ini atau pun di laptop apakah ada korban lain atau tidak karena ada indikasi foto-foto lainnya. Apakah ada hubungan atau tidak masih kamI dalami," kata Hendra.
Selain itu Hendra mengimbau, kepada orang tua yang menitipkan siswanya di sekolah agama tersebut, lebih melakukan pendekatan kepada anaknya.
• Pengakuan Ruben Onsu Lebih Pilih Betrand Peto daripada Thalia, Alasan Bijaknya Ramai Diperbincangkan
"Agar lebih terbuka seandainya ada korban lain, tapi sampai saat ini masih satu korban," jelas Hendra.
Beda Pengakuan Tersangka dan Korban
Guru yang cabuli siswanya di Kabupaten Bandung, EP (36) membantah tak pernah menyetubuhi korban.
Saat ditanya apa yang sudah dilakukannya kepada korban, EP mengaku tak menyetubuhi korban.
"Enggak sampai disetubuhi," ujar EP sambil tertunduk di Mapolresta Bandung pada Selasa (26/5/2020).
EP mengatakan, dirinya melakukan aksinya tersebut sudah dua tahun.
"Dua tahun pak, dua tahun," kata EP.
• Sebelum Daftar SBMPTN 2020, Segera Cek Prodi dengan Daya Tampung Terbesar di UI, ITB, UGM dan UNDIP
Ketika ditanya alasan elakukan aksi bejdtya, apakah tertarik karena korban cantik, EP membantahnya.
"Enggak, khilaf aja," aku EP.
Lebih lanjut EP mengungkapkan, ia melakukan aksi bejatnya kepada korban di sekolah dan di kontrakannya.
"Di sekolah dan di kontrakan, di sekolah di ruang seni," tuturnya.
Kendati demikian, pengakuan tersangka tersebut berbeda dengan keterangan dari polisi.

Kapolresta Bandung, Kombes Pol Hendra Kurniawan menuturkan, dari pengakuan korban, EP telah melakukan aksi bejatnya sejak usia korban 14-17 tahun, atau sekitar 4 tahun dan korban telah disetubuhi pelaku.
"Adapun modusnya berdasarkan pengakuan dari korban dengan cara ditakut-takuti (fotonya) akan disebarluaskan melalui media sosial," imbuh Hendra.
Hendra menceritakan, awalnya korban diminta untuk memperlihatkan dirinya dengan tidak menggunakan hijab, dan difoto dengan tidak menggunakan hijab.
"Kemudian di sekolah itu ada aturan kalau tidak menggunakan hijab akan ada tindakan (diberi sanksi)," aku Hendra.
• Daftar Lengkap 60 Mal di Jakarta Buka Mulai 5 Juni, Begini Panduan New Normal ala Menkes Terawan
Setelah mendapatkan foto korban tanpa hijab, lanjut Hendra, pelaku meminta korban difoto tanpa busana korban terpaksa menurutinya karena takut dengan ancaman.
"Kondisi ini justru dimanfaatkan oleh pelaku, untuk berhubungan badan dengan cara mengancam (fotonya akan disebarluaskan). Kegiatan ini sudah berlangsung sampai dengan kurang lebih empat tahun dari korban berumur 14 sampai 17 tahun," imbuh Hendra.

Hendra menjelaskan, dari kasus tersebut pihaknya mengamankan barang bukti berupa, Handphone, CPU komputer, baju lengan panjang warna putih, baju warna kuning, dan rok seragam warna abu.
"Pelaku melakukan (aksinya) di tempat situ juga, di pondok pesantren dan di rumah pelaku," katanya.
Hendra menegaskan, foto dan video korban belum disebarkan di medsos.
• Jelang Tahun Ajaran Baru, Simak Petunjuk Teknis PPDB 2020 dan Jadwal Masuk Sekolah dari Kemendikbud
"Ancaman, belum dimunculkan (di media sosial). Jumlah foto dan videonya masih kita dalami," katanya.
Hendra mengatakan, atas perbuatannya pelaku terjerat pasal pasal 81 ayat 3 tentang persetubuhan yang dilakukan oleh tenaga pendidik, ini lebih berat kemudian juncto dengan pasal 64 KUHP.
"Pemberatannya, kita lakukan pemberatan tambah 1/3 perbuatan yang berulang, kemudian karena pengajar kita lakukan pemberatan, jadi minimal ancaman pidana lima tahun dan maksimal 15 tahun atau lebih," ucapnya. (tribunjakarta/tribunjabar)