Persiapan New Normal di DKI
Nasib PSBB di DKI, Jika Diperpanjang Ekonomi Makin Anjlok Tapi Tak Bisa Langsung Terapkan New Normal
Masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta hari ini memasuki hari terakhir pemberlakuannya.
Penulis: Dionisius Arya Bima Suci | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Dionisius Arya Bima Suci
TRIBUNJAKARTA.COM, GAMBIR - Masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta hari ini memasuki hari terakhir pemberlakuannya.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sendiri belum menentukan apakah bakal kembali memperpanjang PSBB atau mulai memberlakukan tatanan hidup baru atau new normal.
Awalnya, Anies bakal memberi keterangan terkait nasib PSBB Jakarta pada Rabu (3/6/2020) sore, namun, agenda konferensi pers itu ditunda tanpa alasan jelas.
Belakangan pun muncul sebuah dokumen yang tersebar di media sosial yang menunjukan bahwa PSBB diperpanjang hingga 18 Juni.
Beberapa media elektronik nasional pun sempat mengabarkan perpanjangan PSBB tersebut.
Namun, Pemprov DKI buru-buru langsung mengeluarkan pernyataan resmi yang menyebut informasi itu hoaks dan menyatakan bahwa nasib PSBB belum ditentukan.
Terkait polemik PSBB di DKI Jakarta ini, pengamat kebijakan politik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah mengatakan, kedua kebijakan yang nantinya bakal diambil Anies, baik itu perpanjangan PSBB dan new normal sama-sama memiliki konsekuensi sulit untuk diterapkan di Jakarta.
Menurutnya, jika PSBB diperpanjang, maka perekonomian Jakarta bakal semakin anjlok mengingat sebagian besar bidang usaha tak bisa beroperasi.
Sebab, hanya ada 11 sektor usaha yang diizinkan beroperasi selama PSBB sesuai dengan Pergub 33/2020.
"PSBB dikhawatirkan tak berjalan efektif karena masyarakat akan berusaha tetap bekerja mencari penghasilan demi menopang kebutuhan ekonomi keluarga," ucapnya, Kamis (4/6/2020).
Tak hanya dampak ekonomi, perpanjangan PSBB ini juga diprediksi bakal memberikan dampak sosial yang belakangan ini mulai terasa.
"Dampak sosial juga terasa, protes masyarakat dalam bentuk ujaran kebencian terhadap pemerintah (pusat) sudah mulai terlihat," ujarnya.
Sedangkan bila Anies memutuskan untuk mulai memberlakukan new normal, ia menilai, hal itu tak bisa begitu saja langsung diterapkan ke masyarakat.
Harus ada hitung-hitungan yang tepat dan penerapannya dilakukan secara bertahap untuk menghindari gelombang kedua penyebaran Covid-19.
"Tingkat penularan dan kasus di Jakarta masih tinggi, saat ini ODP (orang dalam pemantauan) saja masih banyak jumlahnya, masih ribuan," kata dia.
Trubus menilai, Pemprov DKI juga harus mengevaluasi tingkat kepatuhan masyarakat selama masa penerapan PSBB lalu.
• Ini Skema Persiapan Pembukaan Sekolah di Bekasi Jelang New Normal
• Cerita Gelandang Persita Tangerang Mateo Bustos Ingat Gaya Bermain Rizky Pellu dan Wiljan Pluim
Jangan sampai aturan new normal dilanggar masyarakat sehingga penerapannya gagal dan malah memicu gelombang kedua penyebaran Covid-19 seperti yang terjadi di beberapa negara usai adanya pelonggaran kebijakan.
"Nah sekarang masyarakat kita ini siap enggak new normal? Memulai kebiasaan baru itu sulit," tuturnya.
Untuk itu ia berpendapat, seharusnya Anies menerapkan satu fase sebagai masa transisi dengan melonggarkan PSBB, tapi dengan catatan penegakan hukum harus lebih gencar dilakukan.
Rencana Anies melakukan karantina lokal atau Pembatasan Sosial Berskala Lokal (PSBL) di 62 RW yang masuk zona merah dinilainya bisa menjadi titik balik menuju new normal bila kebijakan itu berhasil diterapkan.
"Harus ada relaksasi (aturan) menuju new normal. Ada masa satu bulan, kalau karantina lokal ini berhasil jumlah penularan akan melandai dan bisa menuju new normal," tuturnya.