Sisi Lain Metropolitan

Cerita Makudi, Penjual Kaligrafi Keliling Yang Sempat Alami Kecelakaan: Kaki Patah dan Koma 21 Hari

Selain itu, Makudi menuturkan bila sang penabrak kabur begitu saja usai dirinya bangun dari koma.

Penulis: Nur Indah Farrah Audina | Editor: Erik Sinaga
TribunJakarta/Nur Indah Farrah Audina
Makudi, penjual kaligrafi keliling saat melintas di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan, Rabu (10/6/2020) 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Nur Indah Farrah Audina

TRIBUNJAKARTA.COM, JAGAKARSA - "Saya anggap ini penebus dosa saya", itulah kata pertama yang diucapkan oleh Makudi (58) saat membahas kisah hidupnya.

Makudi merupakan warga Lebak, Banten yang bekerja sebagai penjual kaligrafi keliling.

Sejak kejadian naas menimpanya, Makudi sudah tak bisa beraktivitas terlalu berat.

Kala itu, di tahun 1990, ia mengalami kecelakaan sewaktu mengojek.

Ya, sebelum menjadi penjual kaligrafi keliling, Makudi merupakan seorang tukang ojek atau biasa disebut opang alias ojek pangkalan.

"Jadi saat itu seingat saya sih, saya lagi bawa penumpang. Kemudian dari arah berlawanan ada mobil yang banting setir dan ke arah saya," ceritanya kepada TribunJakarta.com, Rabu (10/6/2020).

Tabrakan pun tak terelakan. Makudi terpental dan sepeda motornya ringsek.
Makudi yang mengalami luka parah pada bagian kaki kiri pun beranjak kehilangan kesadarannya dan ingatannya terputus pada hari itu.

"Sadar-sadar saya sudah di RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo dan keluarga saya bilang, saya ini sudah koma selama 21 hari,"

"Tapi selama saya koma, saya enggak alami kejadian aneh-aneh seperti mimpi. Malahan keluarga saya bilang saya sering meracau, tapi saya sendiri enggak ingat apa-apa," katanya.

Pertama kali membuka mata, Makudi merasakan kaki kirinya terlampau sakit dan operasi lanjutan pun diambil oleh dokter.

Sayangnya, atas persetujuan Makudi pribadi, ia tak melanjutkan operasi pemasangan pen tersebut dan meminta untuk berobat jalan.

"Yang saya ingat malahan dokter mau pasang pen tapi saya enggak mau. Saya juga ingat bawa penumpang, tapi kata orang-orang yang nolongin saya enggak bawa penumpang, ibaratnya itu jelmaan gitu lah seperti hantu," ungkapnya.

Selain itu, Makudi menuturkan bila sang penabrak kabur begitu saja usai dirinya bangun dari koma.

Sejumlah biaya rumah sakit dan berobat jalan terpaksa ia dapat dari menjual perhiasan yang selama ini disimpannya untuk masa-masa sulit.

Sekira 60 gram dijualnya juga untuk mencukupi kebutuhannya sehari-hari selama posisinya tak bekerja.

"Anak saya ada 9. Saat itu beberapa dari mereka sudah lahir dan masih kecil tentunya. Akhirnya apa yang saya punya dijual sama istri untuk penuhi kebutuhan kami sekeluarga," katanya.

Kaki kiri yang patah membuat Makudi harus belajar berjalan. Posisi kaki yang lebih pendek, membuatnya perlu menyeimbangkan diri ketika melangkah.

Alhasil, dua tahun berselang, Makudi sudah berangsur membaik dan memutuskan untuk bekerja meskipun jalannya tertatih.

Dengan sistem setor, Makudi mengambil kaligrafi dari bosnya yang tinggal di satu wilayah.

"Untuk pertama kalinya, saya diantar sama abang saya, Sambas pas dagang. Jadi keliling naik motor hasilnya bagi dua. Tapi sekira 3 tahun berjalan, dia lelah. Saya lanjut sendiri sampai sekarang," katanya.

Setiap hari, ia pergi berjualan menggunakan Commuterline dan turun disembarang stasiun.
Secara acak, ia memilih stasiun tujuan kemudian berjalan keliling di lokasi tersebut.

Tak jarang, hingga sore hari, belum ada satu pun kaligrafi yang terjual. Namun ia tetap semangat berjualan dan tak menyesali kejadiannya saat itu.

"Ya namanya orang jualan. Tapi sepasang pasti laku, cuma waktu lakunya enggak menentu. Alhamdulillah anak-anak saya sekarang sudah besar dan bantu saya. Tapi berhubung anak ke 7-9 masih sekolah, makanya saya masih kerja. Tapi anak-anak selalu bantu saya," katanya.

Sempat jadi kuli panggul kapal

Selain menjadi opang dan penjual kaligrafi keliling, Makudi menuturkan pernah bekerja sebagai kuli panggul kapal.

Hendak Kabur dari Pemeriksaan Rapid Test, PMKS Nekat Panjat GOR Ciracas

Dapat Cegah Kanker, Ini Sederet Manfaat Minum Susu Campur Lada dan Cengkeh Tiap Malam

Jika Ada Mal Tidak Jalankan Protokol Kesehatan, Pemkot Bekasi Siap Lakukan Hal Ini

Meski pekerjaan yang melelahkan, Makudi menuturkan penghasilannya sangat menjanjikan.

"Sempat juga jadi kuli panggul kapal. Penghasilannya lumayan. Dulu tuh sebulan bisa Rp 50 ribu. Itu sudah terbilang besar saat itu. Sayangnya bangkrut, jadi saya ngojek,"

"Tapi alhamdulillah apapun pekerjaannya selalu disyukuri dan alhamdulillah anak-anak membantu ekonomi saya," pungkasnya.

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved