PPDB DKI Jakarta

PPDB DKI Jakarta Berpotensi Salahi Aturan Permendikbud No 44, Nadiem Makarim Diminta Mengawasi

Penggunaan aturan usia sebagai syarat utama PPDB DKI Jakarta berpotensi menyalahi aturan Permendikbud, Nadiem Makarim diminta turut mengawasi.

Penulis: Suharno | Editor: Erik Sinaga
TribunJakarta.com/Annas Furqon Hakim
Puluhan orangtua murid mendatangi posko penerimaan peserta didik baru di SMAN 70, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. 

TRIBUNJAKARTA.COM - Penggunaan aturan usia sebagai syarat utama dalam Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB DKI Jakarta jalur afirmasi dan zonasi berpotensi menyalahi aturan dari Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) no 44 tahun 2019 tentang PPDB pada TK, SD, SMP, SMA, dan SMK.

Hal itu disampaikan oleh Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (Wasekjen FSGI), Satriwan Salim.

"Sebab di dalam Pasal 25 ayat 1 Permendikbud No 44/2019 mengatakan bahwa: "Seleksi calon peserta didik baru SMP (kelas 7) dan SMA (kelas 10) dilakukan dengan memprioritaskan jarak tempat tinggal terdekat ke sekolah dalam zonasi yang sama," kata Satriwan dilansir dari Kompas.com.

Secara yuridis formal, lanjut Satriwan kebijakan PPDB di DKI Jakarta untuk alokasi afirmasi dan zonasi yang memprioritaskan usia calon peserta didik alih jenjang, berdasarkan Keputusan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta No 501 tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis PPDB 2020.

 SIMAK! Jadwal Masuk Sekolah Tahun Ajaran Baru Mulai PAUD, TK, SD, SMP, SMA dan SMK

 PPDB DKI Jakarta, Kepala Dinas Pendidikan: Daya Tampung SMA dan SMK Negeri Cuma 32 Persen

 Razia Asusila di Hotel saat PSBB, 8 Pasangan Selingkuh dan 3 PSK Diamankan Satpol PP Tangsel

 PSI Kritik Soal 32 Lokasi Pengganti CFD: Harusnya Pemprov DKI Jakarta Mengedukasi

Di Permendikbud no 44/2019 sendiri seleksi utama siswa SMP dan SMA jalur afirmasi dan zonasi adalah memprioritaskan jarak tempat tinggal siswa.

"Jelas sekali prasyaratnya bukanlah usia, melainkan jarak!," ujar Satriwan.

Adapun Ayat 2 di Permendikbud no 44/2019 menjelaskan, "Jika jarak tempat tinggal calon peserta didik dengan sekolah sebagaimana maksud ayat 1 sama, maka seleksi untuk pemenuhan kuota/daya tampung terakhir menggunakan usia peserta didik yang lebih tua."

Dalam petunjuk teknis PPDB DKI Jakarta 2020 menyebutkan jika jumlah Calon Peserta Didik Baru yang mendaftar dalam zonasi melebihi daya tampung, maka dilakukan seleksi berdasarkan usia tertua ke usia termuda, urutan pilihan sekolah, dan waktu mendaftar.

"Jadi sebenarnya sudah sangat clear di dalam pasal ini, bahwa patokan PPDB zonasi itu adalah jarak rumah siswa dengan sekolah, bukan seleksi berdasarkan usia. Adapun seleksi prioritas usia tertua bisa dilakukan jika jarak rumah calon siswa dengan sekolah adalah sama," tambah Satriwan.

Adapun prasyarat usia tertua memang ada di dalam Pasal 25 Ayat 2, tetapi konteksnya berbeda yaitu jika jarak rumah dengan sekolah para calon siswa adalah sama.

"Jadi menempatkan syarat atau ketegori usia sebagai prasyarat utama atau menempatkannya di seleksi awal untuk alokasi jarak dan afirmasi, memang berpotensi menyalahi Permendikbud No 44/2019," kata Satriwan.

Satriwan menemukan penggunaan seleksi umur jalur afirmasi di beberapa SMP dan SMA Negeri di Jakarta. Dari penelusurannya, ketika calon siswa mendaftar ke sekolah yang bisa ikut pendaftaran jalur afirmasi adalah para siswa yang usianya lebih tua secara otomatis diatur oleh sistem.

"Lebih mengkhawatirkan lagi, prasyarat utama usia ini juga diberlakukan bagi jalur zonasi (jarak) yang di DKI Jakarta alokasinya sebesar 40 persen. Sama dengan contoh di atas tadi. Artinya calon siswa pendaftar yang usianya di bawah, jika melampaui kuota di sekolah, maka yang akan di ambil adalah yang usia tertua. Pada konteks inilah kebijakan dan pelaksanaan PPDB DKI berpotensi diskriminatif dan bertentangan dengan Permendikbud No. 44/2019," tambah Satriwan.

Penjelasan Kepala Dinas Pendidikan DKI

Sebelumnya, Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta Nahdiana buka suara soal polemik Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) lewat jalur zonasi yang sempat diprotes sejumlah orang tua murid.

Adapun protes tersebut dilayangkan oleh para orang tua murid lantaran menganggap jalur zonasi PPDB 2020 mementingkan usia siswa, bukan prestasi.

Anak buah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ini menjelaskan, kriteria pertama PPDB lewat jalur zonasi ini tetap berdasarkan tempat tinggal atau domisili calon peserta didik.

Hal ini telah diatur dalam Surat Keputusan (SK) Kepala Dinas Pendidikan No 506/2020 tentang Penetapan Zonasi Sekolah untuk Penerimaan Peserta Didik Baru Tahun Pelajaran 2020/2021.

Kemudian, bila PPDB jalur zonasi melebihi daya tampung, maka seleksi bakal dilakukan berdasarkan usia, urutan pilihan sekolah, dan waktu pendaftaran.

"Usia yang lebih tua didahulukan. Sistem sekolah pun dirancang sesuai dengan tahap perkembangan anak, karena itu, disarankan agar anak tidak terlalu muda saat masuk suatu jenjang pendidikan," ucapnya, Senin (15/6/2020).

Nahdiana menyebut, pihaknya memprioritaskan usia siswa yang lebih tua di jalur zonasi untuk memberi kesempatan kepada setiap anak untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas.

"Hal ini dilatarbelangi oleh fakta di lapangan bahwa masyarakat miskin justru tersingkir di jalur zonasi lantaran tidak dapat bersaing secara nilai akademik dengan masyarakat mampu," ujarnya.

"Oleh karena itu, kebijakan baru diterapkan, yaitu usia sebagai kriteria seleksi setelah siswa tersebut harus berdomisili dalam zonasi yang ditetapkan, bukan lagi prestasi," sambungnya.

Meski demikian, ia mengaku, pihaknya juga memperhatikan dan tidak mengabaikan prestasi para siswa.

Hal ini dibuktikan dengan masih dipertahankannya PPDB jalur prestasi untuk menyeleksi siswa berprestasi, baik itu akademik maupun non-akademik.

"Prinsipnya, kami berupaya menjamin keseimbangan antara variabel prestasi dengan kesempatan bagi mastarakat miskin untuk menikmati pendidikan yang berkulitas di sekolah negeri," kata Nahdiana.

Dengan demikian, ia berharap, seluruh anak di Jakarta, khususnya berasal dari keluarga dengan ekonomi menengah ke bawah bisa memperoleh pendidikan dengan kualitas baik.

Sebab, selama ini prestasi akademik kerap mencerminkan kondisi sosial ekonomi, seperti fasilitas belajar di rumah, kegiatan les tambahan, hingga ketersediaan buku-buku penunjang lainnya.

Padahal, pendidikan harus terjangkau oleh semua, tidak terbatas bagi mereka yang berprestasi tinggi saja.

"Dengan begitu, masyarakat dari keliarga miskin juga tidak langsung tersingkir di jalur zonasi," tuturnya.

Mendikbud Diminta Mengawasi

Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda meminta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim memantau secara langsung pelaksanaan Pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru ( PPDB) 2020.

Hal ini menyusul banyaknya keluhan terkait proses PPDB di tengah pandemi Covid-19.

"Mendesak agar Mendikbud Nadiem Makarim turun langsung memantau proses PPDB ini. Berbagai protes di DKI Jakarta, Malang, dan Bogor bisa jadi hanya puncak gunung es terkait polemik PPDB 2020," kata Huda dalam keterangan tertulis, Kamis (25/6/2020).

Ia berharap, temuan di lapangan dapat memberikan evaluasi yang nyata terkait proses PPDB.

Menurut Huda, keluhan soal PPDB ini sebetulnya cerita lama yang terus berulang.

Dia mengatakan, semestinya Kemendikbud bersama dinas pendidikan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota menyosialiasikan proses PPDB sejak jauh hari.

Apalagi, kata dia, daerah diberikan kewenangan untuk menentukan aturan PPDB sesuai kondisi masing-masing meski tetap mengacu pada kebijakan yang ditetapkan Kemendikbud.

"Perbedaan aturan ini harus dikawal dan disosialisikan sejak jauh hari sehingga tidak memicu kericuhan," ujar Huda.

Ia pun meminta dinas pendidikan setempat dan sekolah membuka ruang klarifikasi bagi orangtua calon siswa yang belum mehami betul aturan PPDB.

Pelaksanaan PPDB yang dilakukan serba online, menurut dia, semestinya dipahami dapat menimbulkan berbagai kendala teknis hingga kekhawatiran terkait proses itu sendiri.

"Karena pandemi Covid-19 semua PPDB dilakukan secara online. Kondisi ini bisa jadi memicu kecurigaan para orangtua siswa ketika mereka tidak diberikan pemahaman mengenai aturan main penerimaan peserta didik baru secara komprehensif," tutur dia. 

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima 15 pengaduan terkait Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2020 di tengah pandemi Covid-19. Sebagian besar pengaduan PPDB 2020 berkaitan dengan masalah teknis.

"Pengaduan didominasi masalah teknis yang mencapai 10 kasus atau 66,66 persen. Sedangkan pengaduan terkait kebijakan sebanyak 5 kasus atau 33,33 persen dari total pengadu," kata Komisioner Bidang Pendidikan KPAI Retno Listyarti seperti dikutip dari Antara, Kamis (11/6/2020).

KPAI menerima pengaduan PPDB 2020 dari rentang waktu 27 Mei hingga 10 Juni 2020.

Seluruh pengaduan tersebut dilakukan secara daring dan terdiri dari lima pengaduan dari jenjang TK yang ingin mendaftar ke SD, dua pengaduan dari jenjang SD ke SMP/MTs, dan delapan pengaduan dari jenjang SMP/MTs yang ingin mendaftar ke jenjang SMA/SMK.

Adapun permasalahan yang diadukan antara lain terkait dengan keberatan usia pendaftaran yang menjadi salah satu indikator seleksi PPDB di DKI Jakarta.

Pengaduan juga diajukan karena protokol kesehatan untuk mencegah penularan Covid-19 tidak diterapkan secara ketat, baik oleh orang tua dan juga panitia, yang di antaranya tidak memakai masker dan tidak menjaga jarak.

Selanjutnya, pengaduan juga diajukan karena adanya keberatan dengan kebijakan jalur prestasi yang dijadwalkan belakangan setelah jalur zonasi murni.

Ada juga yang keberatan dengan kebijakan syarat domisili yang menetapkan syarat minimal 1 tahun.

Selain itu, keberatan dengan syarat jalur prestasi yang tidak sesuai dengan ketentuan Permendikbud No.44/2019 tentang PPDB. (Kompas.com/ TribunJakarta.com)

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved