Duka Badut Pesta di Tengah Pandemi: Tidak Ada Panggilan, Hanya Menghibur Lewat Ponsel
Selama masa pandemi, terhitung sekira tiga bulan, ia baru menerima dua panggilan untuk menghibur di pesta
Penulis: Satrio Sarwo Trengginas | Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Satrio Sarwo Trengginas
TRIBUNJAKARTA.COM, KEBAYORAN LAMA - Pandemi yang tidak kunjung usai turut berdampak kepada penghasilan seorang badut pesta.
Seorang badut pesta, Suharno (58) misalnya, mengalami penurunan pendapatan akibat tidak adanya panggilan pesta.
"Sekarang lagi sepi, belum ada lagi (panggilan)," ungkapnya kepada TribunJakarta.com di kediamannya di kawasan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Ia sempat menghibur melalui video call karena tidak bisa bertemu.
"Waktu itu menghibur anak lewat video call. Enggak bisa datang karena Corona," ucapnya.
Ketika pemerintah melonggarkan masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), ia sempat datang untuk menghibur lagi ke sebuah acara di kawasan Salemba.
Selama masa pandemi, terhitung sekira tiga bulan, ia baru menerima dua panggilan untuk menghibur di pesta.
Biasanya, Suharno mengajak anak-anak untuk bermain tebak-tebakan, bernyanyi, dan bermain sulap di pesta ulang tahun.
Sekali tampil, ia mendapatkan honor Rp 500 ribu.
Selama pandemi, Suharno mengaku hanya bekerja sebagai pengendara ojek dalam jaringan (daring).
Penghasilan dari ojek daring dirasa pas-pasan untuk hidup.
Kisah Suharno si Badut Pesta dari Jakarta
Bila ada pekerjaan yang selalu menuntut gembira dan ramah kepada anak-anak, maka itu adalah pekerjaan Suharno.
Meski usianya sudah tidak lagi muda, raga Suharno (58) masih mampu menyambung hidup sebagai badut pesta di Ibu Kota.
Keluarga Suharno berasal dari angkatan bersenjata. Mendiang ayahnya seorang kapten tentara.
Namun, ia tidak melanjutkan jejak ayahnya.
Suharno bekerja sebagai seorang petugas keamanan mal di kawasan Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Namun, pekerjaannya sebagai petugas keamanan malah berujung nestapa ketika ia harus pisah dengan sang istri.
Menurutnya, istrinya tidak bisa hidup dengannya sebagai petugas keamanan yang berpenghasilan kecil.
Selain itu nasib malang lainnya kembali datang pada tahun 1991, mal tidak mampu bertahan sehingga mengorbankan mata pencaharian Suharno.
Setelah terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), ia mencari pekerjaan lain.
Namun, cukup sulit bagi Suharno untuk mendapatkan pekerjaan karena terbentur usia yang tidak lagi muda.
Suharno tertarik pekerjaan sebagai badut panggilan ketika melihat orang lain melakukannya.
"Saya awalnya ikut-ikutan orang. Orang bisa begitu kok saya enggak bisa. Dulunya ikut sama teman akhirnya saya sendirian jadi badut," ujar anak pertama dari dua bersaudara itu kepada TribunJakarta.com di kediamannya, di kawasan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Menjadi badut bukan pekerjaan yang mudah awalnya. Suharno belajar bagaimana menghibur anak-anak dari rekan-rekannya.
Ia juga sering memperagakan bagaimana cara menghibur secara otodidak.
Suharno berlatih berbicara di depan cermin di rumah seolah sedang menghibur anak-anak.
Ia pernah merasakan canggung ketika pertama kali menjadi badut.
Suharno yang biasanya tampak kaku saat bekerja menjadi petugas keamanan mal harus melunak di hadapan anak-anak.
"Pertama-tamanya grogi dan malu waktu bicara di depan anak-anak. Tapi sekarang sudah terbiasa," ujarnya.
Keluarga Suharno mendukung apa yang dilakukannya asalkan itu halal.
• Paling Beda, Siapa Ayamo Anak Buah John Kei yang Serahkan Diri? Polisi Ungkap Perannya
• Perangkat Desa Selingkuh dengan Bidan, Kerja Bareng Gugus Tugas Covid-19 Hingga Peran Petugas Hotel
• Viral Acara Dangdutan di Wisma Atlet Kemayoran, Pakai Masker Tapi Tak Jaga Jarak, Ternyata Acara Ini
Nyambi Jadi Driver Ojol
Era digital juga membawa berkah untuk Suharno.
Bila sebelumnya ia harus menempelkan selebaran-selebaran di tembok-tembok, kini itu tak perlu ia kerjakan lagi.
Ia tinggal memasang jasanya di media sosial. Dari sana, banyak orang yang mengetahui diri Suharno.
"Saya buat akun di Twitter dan Facebook, dari situ orang tahu semua tentang saya. Banyak yang menghubungi saya," ucapnya.
Buat tambahan penghasilan, ia juga bergabung sebagai ojek dalam jaringan (daring) sejak tahun 2013.
Selepas mengantarkan penumpang, Suharno selalu memberikan kartu nama bila sewaktu-waktu membutuhkan badut pesta.
Maka tak ayal, banyak juga pelanggan yang awalnya jadi penumpang Suharno.
"Biasanya kalau antar penumpang saya menitipkan kartu nama saya. "Bu, maaf bu kalau anaknya ultah barangkali ibu perlu" sambil saya sodorkan kartu nama. Ada aja yang tertarik," ujarnya.
Biasanya, bila ada empat panggilan acara pesta dalam seminggu, ia tidak perlu mencari penumpang selama seminggu.
Karena media sosial juga lah, nama Suharno banyak dikenal warganet.
Namanya sempat viral hingga pernah beberapa kali diundang di Stasiun TV.
Motor matic-nya pun kini dipakainya berasal dari pemberian orang lain yang tergugah hatinya melihat perjuangan hidup Suharno.
Selain karena untuk hidup, ia senang menjadi badut ketika melihat anak-anak terhibur dengannya.
"Saya senang menghibur anak-anak, pokoknya senang aja melihatnya," pungkasnya.