Duka Pedagang Pasar Antik di Jalan Surabaya: Pandemi Datang, Turis Menghilang
Pasar Antik di Jalan Surabaya, Menteng, Jakarta Pusat, sudah menahun menjadi magnet bagi wisatawan domestik maupun asing untuk berburu Barang Antik.
Penulis: Satrio Sarwo Trengginas | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
"Paling sering dibeli sama orang India, Jepang, Cina, sama orang-orang Eropa," ucapnya.
Pedagang barang antik lainnya, Pram (64), sama juga keluhannya dengan Iwan.

Ia kehilangan ara turis asing yang suka membeli barang porselen di kiosnya.
Selama pandemi, Pram selalu membuka kiosnya demi mengharap cuan. Namun, tetap saja, harapan hanya harapan yang berbanding terbalik dengan realita.
Omo (60), pedagang barang antik yang termasuk paling lama berdagang, mengatakan pasar antik yang memiliki sekitar 200 kios itu sedang mengalami mati suri.
"Seperti mati suri, enggak ada yang mau beli. Takut korona kali. Ini udah jalan 3 bulan sepi total. Kehilangan banyak turis asing dan pembeli orang kita juga enggak ada," tambahnya.

Bisa Raup Puluhan Juta di Masa Normal
Sementara Fikri, penjual buku dan kamera antik mengatakan, dalam sebulan bisa meraup sekira Rp 20 jutaan.
Pembeli sebagian besar membeli buku-buku lawas secara borongan yang digunakan sebagai dekorasi cafe atau rumah. Pernah satu rak buku yang dijualnya habis dibeli.
Namun, bila tak ada yang membeli borongan, pembeli masih suka datang membeli satuan untuk dibaca.
"Sekarang turun jauh deh enggak ada setengahnya. seperempatnya juga enggak ada. Ini aja baru buka sebulan, sebelumnya tutup," ujar penjual asal Bojonggede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat tersebut.

• Ini 4 RW di Jakarta Barat yang Masih Berstatus Zona Merah Covid-19
• Tolak Reklamasi, Massa Unjuk Rasa di Depan Taman Impian Jaya Ancol
• Wakil Wali Kota Tangerang Ungkap Teka-teki Keberadaan Anaknya yang Tersandung Narkoba
Selain Fikri yang kehilangan omset jutaan, Rahmat (65) pun juga sama.
Saat ditemui, ia sedang sibuk mengusap-usap teko dengan amplas. Usapan tangannya semakin membuat bodi teko halus. Usai dibersihkan, teko itu tampak lebih mengkilap.
Ia membersihkan benda untuk minum itu di seberang jalan sementara kiosnya ditinggal kosong. Rohmat seakan yakin tidak ada pengunjung yang datang untuk melihat-lihat.
"Parah sekali, enggak ada tamu sama sekali. Biasanya sebulan bisa raup Rp 10 juta dari turis-turis asing, sekarang kosong," pungkasnya.
Kala pandemi datang, turis pun menghilang. Para pedagang berharap geliat pasar hidup kembali seperti sedia kala.