PPDB 2020

Gagal PPDB Jalur Zonasi di SMAN 1 Kota Bekasi, Orangtua Ini Justru Ditawari 'Kursi' Rp15 Juta

PPDB setiap tahunnya kerap menimbulkan masalah. Seorang ibu berkeluh kesah terkait SMAN 1 Kota Bekasi.

TribunJakarta.com/Yusuf Bachtiar
Damayanti orangtua calon peserta didik saat menunjukkan skor akhir jarak jalur zonasi PPDB putrinya. 

Laporan wartawan TribunJakarta.com, Yusuf Bachtiar

TRIBUNJAKARTA.COM, BEKASI TIMUR - Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) setiap tahunnya kerap menimbulkan masalah.

Mulai dari sistem yang dianggap tidak adil hingga muncul dugaan jual beli kursi oleh oknum sekolah.

Pengalaman tersebut rupanya dirasakan seorang ibu bernama Damaynti (52), warga Kelurahan Bekasi Jaya, Kecamatan Bekasi Timur ini memiliki niat memasukkan anaknya ke SMA Negeri 1 Kota Bekasi.

Damayanti mengatakan, alasan memilih SMA Negeri 1 Kota Bekasi tidak lain karena letak sekolah yang dekat dari kediamannya.

Dari skor akhir PPDB jalur zonasi yang diikuti, jarak sekolah dengan rumahnya sekitar 1,2 kilo meter (1,256,148 meter).

Skor akhir itu rupanya tidak cukup untuk memasukkan putrinya lolos seleksi PPDB jalur zonasi.

Dia terpaksa tersingkir dengan calon peserta didik lain yang skor jarak rumahnya lebih dekat.

Kekecewaan Damayanti bukan terletak pada hasil akhir skor jarak zonasi yang didapat putrinya, lebi dari pada itu, praktik PPDB di Kota Bekasi khususnya dinilai belum cukup adil.

"Saya bukan apa-apa, mau berharap banyak juga perumahan dekat SMA Negeri 1 juga banyak, kalaupun dapat juga paling tipis-tipis," kata Damayanti dijumpai di kediamannya, Kamis (9/7/2020).

Dia mengaku sangat kecewa ketika mendengar kabar, teman-teman putrinya dari SMP yang sama ikut mendaftar di SMA Negeri 1 Kota Bekasi lolos seleksi.

Padahal, sejak kenal dari SMP, teman-teman putrinya berdomisili di wilayah Kabupaten Bekasi yang secara logika letaknya jauh dari sekolah tujuan.

"Anak saya punya teman, dia keceplosan cerita ke anak saya begini 'ibu gua kan udah mindahin gua, kemana kata anak saya 'ke lapangan burung'," ungkap Damayanti saat menceritakan kekesalannya.

Pindah dalam hal ini adalah, berpindah dokumen kependudukan berupa KK (kartu keluarga).

Hal ini bertujuan supaya, siswa dapat lolos seleksi jalur zonasi dengan memindahkan alamat sesuai KK dengan letak yang dekat dengan sekolah.

"Saya tahu persis rumahnya, pas hari terakhir zonasi dia (teman anaknya) bisa 160 meter, anak saya sampai syok, kenapa bisa begini lho," ucapnya.

Damayanti menyesalkan orangtua yang melakukan praktik seperti itu.

Menurut dia anak secara tidak langsung diajarkan berprilaku curang demi mendapatkan keinginannya.

"Di sini orangtua yang harusnya berpikir, mau seperti apa mental anak kalau masalah pendidikan aja seperti ini," ujar dia.

Damayanti tidak tahu secara pasti, apakah alamat yang dibuat oleh para oknum curang PPDB merupakan alamat asli atau fiktif.

Dia pada, Sabtu, (4/7/2020) sempat mendatangi SMA Negeri 1 Kota Bekasi, dia saat itu hanya ingin memastikan peluang anaknya bisa masuk.

"16 tahun saya tinggal di sini, saya lihat SMA 1 itu bangga rasanya (kalau) bisa masuk situ, saya ketemu satpam, dia nanya ke saya mau ke mana, lalu saya bilang mau ketemu panitia PPDB," ucapnya.

Dia lantas diarahkan oleh satpam bertemu dengan bagian tata usaha, di sana Damayanti bertemu dengan petugas dan memberitahukan bahwa panitia PPDB libur karena pada saat itu tepat hari sabtu.

"Petugas TU (tata usaha) bilang kalau saya sebaiknya balik lagi hari senin, yauda saya keluar, pas saya keluar satpam nyamperin saya, itu benar-benar tidak saya terpikirkan," ujarnya.

Damayanti lantas ditanya oleh satpam terkait kendala PPDB yang tengah ia hadapi.

Dengan polosnya dia bercerita kalau skor jarak anaknya saat ini 1,2 kilometer.

"Saya jadi cerita ke dia (satpam) bahwa ada banyak anak-anak yang saya tahu (rumahnya jauh dari sekolah tapi skornya dekat)," tuturnya.

"Sebenarnya bukan kapasitas dia buat jawab tapi saya cerita aja, apa coba jawaban dia, 'ibu mau diubah?' 'Saya udah dapat tiga lho bu' saya kaget terus saya tanya emang berapa pak? 'Rp15 juta bu'," katanya saat bercerita.

Mendengar pernyataan oknum satpam SMA Negeri 1 Kota Bekasi, Damayanti lantas terdiam dan tidak menyangka, sekolah yang selama ini dianggap bagus ternyata memiliki praktik curang.

"Saya sampe enggak bisa ngomong, ini langsung nembak duit ini, enggak ngomong prosedur begini-begini segala macem," terang dia.

Usai mendengar perkataan oknum petugas tersebut, Damayanti mulai pudar kepercayaan dengan institusi pendidikan yang sempat dia anggap bagus.

Bahkan, pertanyaan besar terkait praktik pindah domisili juga dianggapnya sudah terjawab dengan sikap salah oknum yang membocorkan adanya jual beli kursi.

Pemkot Bekasi Izinkan Ojol Angkut Penumpang: Bisa Batalkan Pesanan Jika Tidak Pakai Masker

Panglima TNI dan Kapolri Luncurkan Kampung Tangguh di Pelosok Kabupaten Tangerang

Damayanti dengan kebesaran hati mencoba memberikan pengertian ke putrinya, dia lantas mendaftarkan anaknya ke salah satu SMA swasta tidak jauh dari tempat tinggalnya.

"Saya bukan apa-apa, kalau masalah uang saya daftar anak saya ke swasta jauh lebih mahal dari itu, artinya kalau jalurnya bener saya mau bayar," tegas dia.

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved