Sisi Lain Metropolitan
Imbas Pandemi Covid-19, Kisah Yuli Diusir Dari Kontrakan Hingga Dua Anak Bantu Keliling Jualan Peyek
Terdampak pandemi Covid-19, keluarga Yulina Novitasari (28) dua kali diusir dari kontrakan.
Penulis: Nur Indah Farrah Audina | Editor: Suharno
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Nur Indah Farrah Audina
TRIBUNJAKARTA.COM, CIPAYUNG - Terdampak pandemi Covid-19, keluarga Yulina Novitasari (28) dua kali diusir dari kontrakan.
Yuli merupakan ibu tiga anak yang saat ini tinggal di kawasan Cipayung, Jakarta Timur.
Dua diantara anaknya, Muhammad Sidiq Mulyadi (10) dan Indra Julian Pasyah (7) terpaksa membantunya imbas pandemi Covid-19.
Sidiq dan Julian dengan ikhlas membantu sang ibunda berjualan peyek, opak dan kerupuk tiap pagi dan sore hari.
• Kronologi Buaya Terkam Seorang Warga Labuhanbatu, Istri dan Anak Menjerit Histeris
Tiap berjualan, keduanya selalu berteriak 'peyek..peyek..opak' sembari menawarkan dagangannya ke warga sekitar.
Mulanya Yuli turut ikut berjual untuk menambah pemasukan keluarga.
Terhitung sudah lebih dari 6 bulan lalu, suaminya yang bekerja sebagai makelar tak memiliki penghasilan.
Barang-barang di rumahnya pun sudah dijualnya untuk keberlangsungan hidup keluarganya.
Sayangnya, saat beberapa bulan berjualan, kondisi fisik si bungsu, Vijar Amri (1) masih rentan dan mudah terserang penyakit.
• Alami Trauma, Korban Penganiayaan Anak di Duren Sawit Jakarta Timur Dapat Pendampingan Psikologis
Mau tak mau, kedua kakak beradik itu turun tangan langsung dan mengerti keadaan orang tuanya saat ini.
Mendapatkan uluran tangan dari tetangganya membuat pikiran mereka terbuka tentang kehidupan dan kesulitan yang dialami.
Selain itu, keduanya juga melihat dan merasakan dua kali terusir dari kontrakan selama pandemi.
"Karena pandemi benar-benar sulit. Sudah dua kali diusir. Yang pertama di Munjul nunggak 2 bulan. Habis gimana Ayahnya juga enggak ada pemasukan. Barang-barang yang dijual juga cuma cukup buat makan sehari-hari aja," kata Yuli kepada TribunJakarta.com, Selasa (28/7/2020).
Kala itu Yuli berupaya tegar di depan ketiga anaknya.
• Sering Tampil Bareng Artis, Siapa Putra Siregar Pengusaha Handphone yang Diduga Jual Beli Ilegal
Ia seolah tampak baik-baik aja dan mengatakan anak-anaknya untuk bersabar.
Baik Yuli maupun suaminya berusaha mencari kontrakan di hari yang sama mereka terusir.
Tentunya hal itu terasa sulit sebab keduanya tak memiliki uang sepeserpun.
Syukurnya, seorang tetangganya datang dan membiayai kontrakan pada bulan pertama.
"Ya itu ketolong sama tetangga. Katanya dari temannya juga bantuin buat bayar kontrakan. Tapi karena kemahalan kita enggak sanggup bayar buat bulan berikutnya ya. Akhirnya pindah lagi ke daerah Bambu Apus ini," ungkapnya.
Sejak saat itulah, kedua anaknya semakin peka terhadap kondisi keluarganya.
Tanpa mengeluh, Sidiq dan Julian rela menjual dagangan yang dibuat ibunya.
• Jaga Imunitas Anak Lewat Asupan Makanan, Berikut Tips-tipsnya
"Sekarang kalau anak-anak keliling saya masak. Sebab kan ada adiknya juga jadi agak lama juga proses kerjanya. Makanya anak-anak kalau ditanya orang ibunya kemana, mereka jawab saya lagi masak opak dan kerupuk. Karena memang begitu kenyataanya,"
"Sekarang untung seribu dua ribu pasti saya lakoni. Kalau enggak begini kami enggak makan. Yang penting ada putaran uang masuk untuk kebutuhan sehari-hari aja sama untuk bayar kontrakan. Saya juga kasian ke anak kalau sampai terusir lagi," jelas Yuli
Awal mula berdagang
Sebelum berdagang, Yuli mengatakan mendapatkan saran dari rekannya.
Di mana suatu hari ia ditawari untuk menjual peyek.
"Jualan peyek mau enggak? Dari saya Rp 4 ribu. Terserah kamu mau jual berapa," tanya temannya.
"Mau," jawab Yuli cepat.
Kala itu ia hanya berpikir untuk tetap menghasilkan uang.
Baginya keuntungan sedikit tak mengapa asalkan anak-anaknya bisa makan dan tak menahan lapar.
"Untung seribu dua ribu enggak apa-apalah. Apalagi waktu itu buat makan saya sampai dikasih sama tetangga. Karena sama sekali enggak punya uang," jelasnya.
Mengingat ketiga anaknya masih belia, ia pun menceritakan niatnya berdagang kepada Sidiq dan Julian.
"Sidiq kan sekolah di kampung (Sukabumi), saya cuma bilang mau jualan. Mereka jawabnya mau ikut. Jadi saya keliling bawa 3 anak," jelasnya berlinang air mata.
Sambil membawa tiga anak dan belasan peyek di dalam kantong plastik besar, Yuli berteriak senada seperti anak-anaknya kini.
Peyek dan opak menjadi kata-kata yang ia keluarkan selama berdagang sampai jualannya habis.
"Saya berangkat pagi. Dulu tuh rutenya Munjul-Cilangkap sampai Jalan Bina Marga. Sehabisnya jualan aja. Kadang sampai sore, tergantung gimana rezekinya aja," ungkapnya.
Mirisnya, beberapa bulan kemudian kondisi si bungsu memburuk.
Imbas ikut bekerja, si bungsu Amri mudah terserang penyakit dan demam.
Hingga akhirnya Yuli dan suaminya memutuskan untuk tak bekerja.
Sembari menjelaskan kondisi itu, Sidiq dan Julian menawarkan diri membantu orang tuanya.
Layaknya orang dewasa, mereka pasang dada dan melindungi adik kecilnya.
Keduanya rela berkeliling sendiri tanpa kehadiran Yuli.
"Abang, adek.. mama enggak bisa jualan. Kasian adiknya. Abang sama adik mau ngga bantu mama?," tanya Yuli.
"Rupanya mereka mau. Jadi seperti dewasa karena keadaan ya. Sebab mereka tahu kalau enggak jualan enggak bisa makan seperti awal Covid-19. Akhirnya sudah beberapa bulan Sidiq sama Julian jualan sendiri," katanya.
Kendati begitu, Yuli tetap tak tega hati. Dalam kesendirian ia kerap menangis dan berbagi cerita kepada suaminya.
Serupa, suaminya pun sedih bukan main ketika melihat dua anaknya terpaksa membantu mereka.
"Saya sama Ayahnya suka ngobrol, kasian sama anak-anak. Makanya kalau mereka enggak mau jualan kita biarin aja. InsyaAllah ada uang buat beli sayuran,"
"Alhamdulillah mantan suami saya enggak apa-apa karena ngerti kondisi lagi begini. Makanya saya coba buat opak, kerupuk sendiri biar ada untung lebih banyak. Jadi kalau mereka besok enggak jualan, masih ada uang yang dipakai untuk makan esoknya," jelasnya.
Meski begitu, Yuli selalu mengingatkan sang anak untuk tetap berjualan ke lokasi yang mereka tahu saja.
Habis atau tidak, Yuli selalu berpesan agar anaknya pulang sebelum waktu magrib tiba.
"Khawatir ya pasti, makanya saya banyak nasihati mereka. Alhamdulillah mereka ngerti. Kalau pagi pasti siaang mereka sudah pulang. Nah kalau sore sebelum magrib biasanya sudah pulang juga. Jadi jualannya pagi sama sore aja. Kalau mereka mau ya jalan, kalau enggak ya sudah," jelasnya.
Saat ini penghasilan Sidiq dan Julian tak menentu.
Bila dagangan mereka habis, mereka bisa mendapatkan sekitar Rp 50 ribu persekali jualan.
"Yang dibawa kebetulan enggak banyak. Sekitar 10-17 bungkus aja. Semuanya serba Rp 5 ribu dan untung saya cuma Rp 1 ribu. Kalau habis semua untungnya paling Rp 17 ribu,"
"Jadi kalau lebih berarti ada yang enggak mau dikembaliin. Nah uang itu saya kasih mereka buat disimpan. Jadi benar-benar enggak saya ambil. Itu saya kasih buat mereka jajan," tandasnya.