Ditangkap Setelah Buron 11 Tahun, Begini Mewahnya 'Tempat Persembunyian' Djoko Tjandra di Malaysia

Setelah kurang lebih 11 tahun dalam pelarian, terpidana kasus pengalihan hak tagih Bank Bali Djoko Tjandra akhirnya ditangkap.

Penulis: Rr Dewi Kartika H | Editor: Siti Nawiroh
TribunJakarta/Bima Putra
Buronan korupsi pengalihan hak tagih Bank Bali Djoko Tjandra saat tiba di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis (30/7/2020). 

TRIBUNJAKARTA.COM - Setelah kurang lebih 11 tahun berada dalam pelarian, terpidana kasus pengalihan hak tagih Bank Bali Djoko Tjandra akhirnya ditangkap, Kamis (30/7/2020).

Pengkapan Djoko Tjandra merupakan hasil kerja sama Polri dengan Polis Diraja Malaysia.

TONTON JUGA

Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo menuturkan, pihaknya mendapat informasi mengenai keberadaan Djoko Tjandra di Malaysia.

Kemudian, Kapolri Jenderal (Pol) Idham Azis menyurati aparat kepolisian di Negeri Jiran tersebut.

“Kemudian ditindaklanjuti dengan kegiatan police to police, Bapak Kapolri mengirimkan surat kepada Kepolisian Diraja Malaysia untuk kita bersama-sama melakukan kegiatan dalam langkah upaya pencarian,” kata Listyo seperti dikutip dari tayangan KompasTV, Kamis (30/7/2020).

Listyo bersama jajarannya pun menjemput Djoko Tjandra ke Malaysia.

“Alhamdulillah berkat kerja sama kami, Bareskrim dengan Kepolisian Diraja Malaysia saat ini narapidana Djoko Tjandra sudah berhasil kita amankan,” ucap dia.

Dikutip TribunJakarta.com dari YouTube TV One, 'tempat persembunyian' Djoko Tjandra selama di Malaysia terungkap.

Tusuk Ayah Tiri yang Aniaya Ibu dan Perkosa Adiknya, Pria 18 Tahun Ini Kini Alami Nasib Tragis

TONTON JUGA

Selama pelariannya Djoko Tjandra ternyata tinggal di sebuah apartemen super mewah di jantung kota Kuala Lumpur, The Avare.

Apartemen super mewah tersebut berada tak jauh dari Menara Petronas.

Djoko Tjandra menempati unit apartemen 20-A.

Selama pelariannya Djoko Tjandra ternyata tinggal di sebuah apartemen super mewah di jantung kota Kuala Lumpur, The Avare.
Selama pelariannya Djoko Tjandra ternyata tinggal di sebuah apartemen super mewah di jantung kota Kuala Lumpur, The Avare. (YouTube TV One)

Gara-gara Tak Potong Hewan Kurban Tepat di Hari Idul Adha, Ashanty Ngaku Terima DM Begini

Unit apartemen yang ditempati Djoko Tjandra tampak begitu luas.

Sofa-sofa besar berwarna putih tampak mengisi ruang tamu unit apartemen tersebut.

Tak cuma itu, TV LCD berukuran raksasa juga terlihat mengantung dengan elegan.

Dewi Perssik Tanya Soal Malam Pertama, Maia Estianty Tertawa Ungkap Kehebatan Pria Timur Tengah

Awal Mula Kasus

Melansir Harian Kompas, 7 Agustus 1999, nama Djoko Tjandra disebut-sebut identik dengan Grup Mulia.

Namun keterkaitannya dengan kasus Bank Bali (BB) melibatkan PT Era Giat Prima (EGP).

EGP mendapatkan hak pengalihan penagihan piutang BB di Bank Indonesia (BI), yang kemudian menjadi berita besar.

Mengutip Harian Kompas, 24 Februari 2020, Djoko Tjandra, yang merupakan Direktur PT Era Giat Prima dijerat dakwaan berlapis oleh Jaksa Penuntut Umum Ridwan Moekiat.

Dalam dakwaan primer, Djoko didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan negara Rp 940 miliar.

Dalam dakwaannya, jaksa Ridwan Moekiat juga menyebutkan soal adanya pertemuan 11 Februari di Hotel Mulia yang dipimpin AA Baramuli.

Saat itu, sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim R Soenarto dan Djoko didampingi tim penasihat hukum yang dipimpin OC Kaligis.

Sidang berlangsung sekitar enam jam, dimulai sekitar pukul 10.00 dan baru usai pukul 16.00.

Dalam dakwaan JPU, Direktur PT Era Giat Prima (EGP) ini didakwa terlibat tindak pidana korupsi berkaitan dengan pencairan tagihan Bank Bali melalui cessie.

Dalam dakwaan itu disebut-sebut juga nama Setya Novanto (saat itu Wakil Bendahara Golkar), Rudy Ramli (mantan Dirut Bank Bali), Pande Lubis (mantan Wakil Kepala BPPN), mantan Ketua DPA AA Baramuli, mantan Menteri Negara Pendayagunaan BUMN Tanri Abeng, Gubernur BI Syahril Sabirin, Marimutu Manimaren, Firman Soetjahja, Rusli Suryadi, serta mantan Menkeu Bambang Subianto.

Sempat lolos beberapa kali Melansir Harian Kompas, 7 Maret 2000, dakwaan yang disusun Jaksa Penuntut Umum Ridwan Moekiat atas Djoko Tjandra tidak diterima oleh majelis hakim yang diketuai R Soenarto.

Alasannya, soal cessie bukan perbuatan pidana, melainkan masalah perdata. Dengan demikian, Joko yang akhirnya terbebas dari dakwaan tidak bisa lagi dikenai tahanan kota.

Setelah itu, JPU Ridwan Moekiat mengajukan perlawanan (verset) ke Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.

Mengutip Harian Kompas, 2 Mei 2000, Panitera PN Jakarta Selatan M Jusuf, PT DKI Jakarta tanggal 31 Maret 2000 memutuskan, dakwaan JPU Ridwan Moekiat dibenarkan dan pemeriksaan perkara Joko Tjandra dilanjutkan.

Oleh karena itu, pemeriksaan perkara dilanjutkan kembali dengan acara pemeriksaan saksi.

Namun, pada akhirnya, Djoko Tjandra kembali lolos.

Sebagaimana diberitakan Harian Kompas, 29 Agustus 2000, Majelis hakim menilai kasus Bank Bali dengan terdakwa Joko Tjandra bukan merupakan kasus pidana melainkan perdata.

Dalam putusan yang dibacakan sekitar hampir tiga jam, majelis hakim mengatakan, dakwaan jaksa penuntut umum, yang menyatakan bahwa Djoko telah mempengaruhi para pejabat otoritas moneter guna memperlancar pencairan klaim Bank Bali pada Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), tidak terbukti.

Kemudian pada 28 Juni 2001 Kasasi MA menjatuhkan vonis bebas kepada Djoko S Tjandra.

Peninjauan kembali tahun 2008

Kasus yang membelit Djoko Tjandra ternyata belum terhenti sampai disitu.

Pada 3 September 2008 Kejaksaan Agung mendaftarkan permohonan peninjauan kembali (PK) atas putusan kasasi Djoko S Tjandra ke Pengadilan Negeri Jakarta Setelah sempat bebas selama 8 tahun, jaksa mengajukan peninjauan kembali (PK) terhadap putusan kasasi MA terkait dengan terdakwa Djoko yang dinilai memperlihatkan kekeliruan yang nyata.

PK tersebut diajukan pada 15 Oktober 2008.

Menurut jaksa, putusan majelis kasasi MA terhadap Djoko, Pande, dan Syahril berbeda-beda.

Padahal, ketiganya diadili untuk perkara yang sama, dalam berkas terpisah.

Mengutip Harian Kompas, 12 Juni 2009, Mahkamah Agung kemudian menjatuhkan hukuman terhadap Djoko dan mantan Gubernur Bank Indonesia Syahril Sabirin, masing-masing dengan pidana penjara selama dua tahun.

Mereka dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam perkara pengalihan hak tagih piutang (cessie) Bank Bali.

Dalam putusan tersebut, menurut Kepala Biro Hukum dan Humas MA Nurhadi, MA juga memerintahkan dana yang disimpan dalam rekening dana penampungan atau Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dirampas untuk negara.

Namun sebelum putusan tersebut dieksekusi, Djoko Tjandra disebut-sebut lebih dulu kabur ke luar negeri.

Sejak itulah, drama 'perburuan' Djoko dimulai.

Ia dikabarkan kabur ke luar negeri, menghilang, hingga akhirnya ditemukan jejaknya pada 8 Juni 2020 lalu.

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved