Seorang Ibu Menangis Digugat Anak Kandungnya Karena Masalah Dapur dan Warisan, Anak: Demi Keluarga
Rully Wijayanto (32) menggugat sang ibu kandung, Praya Tinangsih (52), warga Kekere, Kelurahan Semayan, Lombok Tengah, NTB, terkait warisan.
Penulis: Suharno | Editor: Wahyu Aji
TRIBUNJAKARTA.COM - Rully Wijayanto (32) menggugat sang ibu kandung, Praya Tinangsih (52), warga Lingkungan Kekere, Kelurahan Semayan, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, terkait harta Warisan dari sang ayah.
Harta warisan yang digugat adalah tanah seluas 4,2 are yang di atasnya berdiri rumah tempat Rully dibesarkan orangtuanya.
Kejadian tersebut berawal saat sang ayah, Asroni Husnan, yang sakit strok kemudian meninggal dunia pada 29 Agustus 2019.
TONTON JUGA:
Kala itu, Asroni berwasiat kepada istri dan anak-anaknya agar rumah yang mereka tempati tak boleh dijual, dibagi, dan akan menjadi rumah bersama.
• Kapolri Jenderal Idham Azis ke Anggota Polri: Kembalikan atau Saya Pidanakan?
• Kisah Kakek Penjual Tisu di Halte Busway Penas Kalimalang: Rawat Cucu yang Ditinggal Orangtuanya
• Bocoran Soal Tes SKB CPNS 2019 dari Surat Edaran Kemenpan RB, BKN Sebut Itu Benar
• Sekelompok Remaja Tawuran Sambil Berenang di Laut Cilincing, Kapal Nelayan Rusak Kena Lemparan Batu
Namun, masalah muncul saat sang anak sulung, Rully, ingin membuat ruang tamu dan dapur. Keinginan sang anak tersebut tak diizinkan oleh Praya.
"Kita kan sudah berkeluarga, jadi saya ingin menambahkan untuk membuat ruangan tamu sama dapur, tapi oleh ibu tidak mengizinkan," kata Rully saat ditemui di rumah pamannya, Senin (9/8/2020).
Rully yang kecewa kemudian menggugat tanah warisan tersebut.
Ia menyebut gugatan yang diajukan bukan hanya untuk dirinya sendiri, melainkan juga untuk semua anggota keluarganya, termasuk adik dan ibunya.
"Saya ingin menggugat agar kita tahu hak bagian kita secara Islam. Saya menggugat bukan untuk diri saya sendiri, tapi untuk mama juga, dan adik-adik," kata Rully.
Pria 32 tahun tersebut mengakui bahwa almarhum ayahnya sempat berpesan agar rumah tersebut tak boleh djual.
Namun, jika harus dibagi, maka dilakukan secara hukum Islam.
"Bapak memang pernah berwasiat kalau rumah itu tidak boleh dibagi atau dijual. Tapi, kalau memang harus dibagi, katanya beliau (almarhum bapaknya) diminta untuk dibagikan secara hukum Islam," kata Rully.
Sempat dikira surat dari Pegadaian

Sementara itu, Praya Tiningsih mengaku terkejut saat tahu anak sulungnya mengajukan gugatan terkait harta warisan.
Ia bercerita, awalnya ia mengira mendapat surat dari jasa Pegadaian. Namun, saat dibuka ternyata surat tersebut berisit gugatan dari anaknya.
“Datang surat dari panggilan Agama pas kita duduk-duduk. Saya kira panggilan dari BPKB atau Pegadaian, ternyata surat dari Pengadilan Agama Praya yang berisi gugatan,” kata Ningsih ditemui di rumahnya, Sabtu (8/8/2020).
Ia membenarkan bahwa sang suami sempat berwasiat agar rumah tersebut tak boleh dijual dan dijadikan rumah bersama.
Menurut dia, setiap anak sudah memiliki kamar masing-masing di rumah tersebut.
“Bapaknya berpesan waktu itu, semenjak sakit strok 2016 lalu, kalau rumah ini tidak boleh dijual, tidak boleh dibagi."
"Siapa yang tinggal silakan tinggal, sudah ada kamarnya masing-masing, ini menjadi rumah bersama,” kata Ning sambil mengusap air matanya.
Praya bercerita, saat sidang kedua, ia dan anaknya sempat bermediasi agar masalah tersebut bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Namun, Rully bersikukuh untuk tetap melanjutkan gugatan.
Pekan ini akan gugatan anak terhadap ibunya akan memasuki sidang keempat yang akan berlangsung pada Kamis (13/8/2020).
Anak Bunuh Ibu Kandung Demi Warisan
Sementara itu, kisah tragis seorang anak TY (37), di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah yang diduga membunuh ibu kandungnya.
Penganiayaan dan pembunuhan itu dilakukan pada Selasa (23/6/2020) karena persoalan warisan.
Meski demikian, beberapa hari setelahnya sang anak menangis tersedu-sedu dan menuturkan bertobat.
Kapolres Kebumen AKBP Rudy Cahya Kurniawan mengemukakan, pembunuhan didasari masalah warisan. Tersangka meminta ibunya mengubah surat perjanjian yang dibuat oleh keluarganya dan berharap mendapatkan warisan lagi di kemudian hari.
• Daftar Resep Olahan Daging Kambing dan Sapi di Idul Adha 2020
Menurut Rudy, surat perjanjian yang dimaksud ialah, tersangka pernah menjual tanah keluarga seluas 30 ubin senilai Rp 45 juta.
"Dengan diubahnya surat perjanjian itu, tersangka berharap mendapatkan warisan lagi di kemudian hari. Namun saat diminta untuk diubah, korban menolak dan membuat tersangka marah," ujar Rudy.
FOLLOW JUGA:
Geram karena sang ibu tak bersedia mengubah surat tersebut, tersangka menganiaya ibunya dengan melempar botol minuman soda.
Botol tersebut mengenai pelipis sang ibu.
Tersangka juga memukul bagian wajah ibunya dan mendorong sang ibu hingga terpental.
• Begini Reaksi Keluarga Atta Soal Lamarannya, Aurel Hermansyah: Dia Sampai Nangis dan Gemetar
Ibu pelaku harus dirawat di RSUD Kebumen selama sepekan usai kejadian dan meninggal dunia.
Atas perbuatannya, tersangka terancam hukuman penjara maksimal 15 tahun dan dijerat Pasal 44 Ayat (2) atau Pasal 44 Ayat (3) UU RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.

Sementara proses hukum terus berjalan, Kapolres Kebumen AKBP Rudy berupaya menyadarkan tersangka.
"Kita lakukan pendekatan dari hati ke hati, komunikasi lewat pikiran bawah sadarnya," kata Rudy, Rabu (15/7/2020).
• Sandiaga Mohon Tak Diceraikan Usai Kena PHK, Istri Ungkap Kehidupan Pahitnya: Bukan Hal yang Kiamat
Kapolres yang melakukan hipnoterapi investigasi for trauma healing itu membuat tersangka menceritakan seluruh kondisinya.
Sembari polisi menyisipkan pesan-pesan moral.
FOLLOW JUGA:
Tak disangka, beberapa waktu kemudian, pelaku menangis tersedu-sedu menyesali telah membunuh ibu yang melahirkannya.
"Tersangka menangis menyesali perbuatannya. Tersangka juga minta buku tuntunan shalat dan buku mengaji. Dia mengaku tobat," ungkap Rudy.