Komnas PA Sebut Anjay Bermakna Negatif, Ini Reaksi Warga Ibu Kota

Sejumlah Warga Jakarta memberikan pendapatnya ihwal kata 'anjay' yang dinilai bermakna negatif bagi Komnas PA.

Istimewa Via Tribun Timur
Polemik kata Anjay 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Muhammad Rizki Hidayat

TRIBUNJAKARTA.COM, GAMBIR - Sejumlah Warga Jakarta memberikan pendapatnya ihwal kata 'anjay' yang dinilai bermakna negatif bagi Komnas PA.

Satu di antara warga Jakarta, Rizki Karyo (30), mengatakan kata anjay tidak bermakna negatif.

"Anjay bukan kata kasar. Tapi kata yang diperhalus. Kalau saya, kata anjay dibanding anji** saya enggak tersinggung," kata dia kepada TribunJakarta.com, Selasa (1/9/2020).

Menurutnya, kata anjay merupakan ungkapan bagi rekan dekat. Istilahnya teman yang telah dekat dan tidak 'bawa perasaan' alias baper.

"Kalau anjay itu biasa saya ungkapkan kepada sobat kental. Itu biasanya sapaan buat sahabat-sahabat saya," jelasnya.

Kano Ranggan (28), menyebut kata anjay tidak terlalu penting dipermasalahkan.

Menurutnya, Komnas PA berlebihan.

"Terlalu berlebihan dan tidak penting. Seharusnya tidak perlu diurus hal kayak begitu," jelas Kano, pada kesempatan yang sama.

"Karena masih banyak pekerjaan lain yang lebih penting," lanjutnya.

Sebelumnya, Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mengeluarkan pernyataan penghentian penggunaan kata anjay.

Seruan itu disampaikan melalui keterangan resmi yang mereka rilis, pada Sabtu (29/8/2020).

"Anjay" yang digunakan dalam satu kalimat bermakna merendahkan martabat seorang.

Komnas PA, mengatakan hal itu termasuk kategori kekerasan verbal bahkan dapat dipidanakan.

Namun, kata anjay yang jika digunakan menunjukkan kekaguman, rasa salut, pujian, dan sebagainya, tidak masalah.

Sebab, tidak mengandung kekerasan dan tak berpotensi menimbulkan ketersinggungan, kerugian, atau sakit hati.

"Penggunaan istilah 'anjay' harus dilihat dari berbagai sudut pandang, tempat, dan makna," tulis keterangan resmi yang ditandatangani Ketua Umum Komnas PA, Arist Merdeka Sirait.

Warga Kelurahan Ciracas Budidaya Maggot Urai Sampah Organik

Diduga Telantarkan Anak, Ayah Atta Halilintar Dilaporkan ke Polisi

Respon Komnas Perlindungan Anak

Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, saat dijumpai wartawan di Balai Kota Depok, Selasa (14/7/2020).
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, saat dijumpai wartawan di Balai Kota Depok, Selasa (14/7/2020). (TRIBUNJAKARTA.COM/DWI PUTRA KESUMA)

Komnas Perlindungan Anak (PA) tak sependapat dengan pernyataan anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani terkait polemik kata anjay.

Menanggapi pernyataan Arsul yang menilai pemidanaan pengucap anjay dengan UU nomor 35 tahun 2014 tenang Perlindungan Anak tindakan over kriminalisasi atau berlebihan.

Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengatakan pemidanaan tersebut tidak berlebihan bila orang yang melontarkan kata anjay bermaksud merendahkan.

"Lah yang buat UU PA (Perlindungan Anak) kan DPR, kok kita yang dinyatakan lebay? Kalau begitu siapa yang melindungi anak", kata Sirait di Pasar Rebo, Jakarta Timur, Senin (31/8/2020).

Pihaknya mengaku sependapat dengan Arsul terkait pentingnya konteks penggunaan bahasa dan lawan bicara saat seseorang melontarkan kata anjay.

Dia membenarkan kata anjay bisa digunakan menyebut sesuatu yang keren saat dua orang yang akrab berbincang sebagai tanda pertemanan.

Namun lain urusan bila kata Anjay dilontarkan kepada lawan bicara baru dikenal atau lebih tua, dalam hal anak ke orangtua atau orang dewasa.

"Setiap orang termasuk anak untuk berekspresi dan mengeluarkan pendapatnya. Oleh sebab itu saya mengajak kalangan milenial untuk menggunakan istilah anjay pada tempatnya," ujarnya.

Sirait menyebut pihaknya meminta warga tidak menggunakan kata anjay karena banyak aduan orangtua terkait penggunaan kata.

Yakni bahwa kata tersebut erat dengan anjing dalam konteks makian, Komnas PA berpendapat seseorang dapat melapor ke polisi bila tak terima disebut anjay.

"Istilah anjay dan lainnnya yang ada di tengah masyarakat yang mengandung kekerasan maupun merendahkan martabat manusia serta menanamkan ujaran kebencian dan persekusi berdasarkan pasal 81 UU PA dapat dipidana 5 tahun penjara," tuturnya.

Mengaku terima aduan masif soal kata anjay

Arist Merdeka Sirait mengungkapkan pihaknya mendapatkan banyak laporan dari masyarakat soal penggunaan kata 'anjay'.

Arist mengatakan aduan tersebut tidak disampaikan ke Komnas Perlindungan Anak secara langsung, namun melalui telepon dan media sosial.

"Aduannya masif, ada yang lewat telepon ke kantor. Melalui Instagram, Facebook, Whatsapp, berbagai cara. Tapi enggak datang langsung ke kantor," kata Arist kepada Tribunnews.com, Minggu (30/8/2020).

Sebelumnya, pernyataan Komnas Perlindungan Anak yang disampaikan melalui pers rilis soal imbauan larangan penggunaan kata anjay menuai pro dan kontra di masyarakat.

Arist mengatakan pihaknya menyampaikan ke publik soal pelarangan kata anjay untuk menghindari kekerasan verbal antar masyarakat.

"Tentu ini harus saya sampaikan kepada publik. Ini satu cara sosialiasi agar masyarakat tidak menggunakan kata verbal dan melukai orang," ujar Arist.

Seperti diketahui, media sosial Twitter diramaikan dengan surat edaran dari Komisi Nasional Perlindungan Anak mengenai penggunaan istilah "anjay".

Dalam edaran tersebut, Komnas Perlindungan Anak meminta publik agar menghentikan penggunaan istilah anjay untuk tujuan merendahkan dan melecahkan.

Sebelumnya Arsul menilai penggunaan kata anjay masih belum dipastikan apa termasuk kekerasan verbal sehingga tak seharusnya dibawa ke ranah pidana.

Dia menyarankan Komnas PA mensosialisasikan kata yang tepat dan tidak terhadap generasi milenial ketimbang membawa masalah ke ranah pidana.

Isi Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2014

Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2014
Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2014 (http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/)

Secara lengkap terkait dengan perlindungan anak diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

UU ini secara gamblang mendefinisikan kekerasan dimaknai setiap perbuatan terhadap Anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.

Baca lengkap Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2014 di tautan ini.

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved