Food Story

Cerita Haji Jewo, Tukang Bubur Naik Haji dari Masjid Cut Meutia

Sejumlah Presiden Republik Indonesia sudah pernah merasakan kenikmatan bubur ayam dari balik gerobak sederhana Haji Jewo

Penulis: Satrio Sarwo Trengginas | Editor: Erik Sinaga
TribunJakarta/Satrio Sarwo Trengginas
Haji Jewo saat ditemui di balik gerobak sederhananya di area Masjid Cut Meutia, Menteng, Jakarta Pusat pada Jumat (11/9/2020). 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Satrio Sarwo Trengginas

TRIBUNJAKARTA.COM, MENTENG - Kisah tukang bubur naik haji tidak hanya sebatas tayangan sinetron.

Sudah banyak dari mereka yang mewujudkan impian ke tanah suci Makkah di dunia nyata.

Di Jakarta, tukang bubur bernama Haji Jewo salah satunya.

Dari mata pencahariannya di balik gerobak bubur nan sederhana, Jewo (64) tidak menyangka akhirnya bisa menunaikan rukun ke-lima islam tersebut.

"Pada tahun 1996 saya alhamdulilah sudah berangkat haji. Biayanya dari hasil jualan bubur. Baru-baru ini tahun 2018, saya, istri, anak dan cucu juga berangkat umrah," ceritanya kepada TribunJakarta.com di Masjid Cut Meutia, tempatnya sekarang berjualan, pada Jumat (11/9/2020).

Kini, usaha buburnya sudah terbilang sukses. Gerobaknya selalu ramai disambangi banyak orang. Bahkan, sejumlah Presiden RI dan tokoh terkenal pun sudah pernah menjajal buburnya yang memang terkenal nikmat.

Gerobak bubur ayam Haji Jewo di area Masjid Cut Meutia, Menteng, Jakarta Pusat pada Jumat (4/9/2020).
Gerobak bubur ayam Haji Jewo di area Masjid Cut Meutia, Menteng, Jakarta Pusat pada Jumat (4/9/2020). (TribunJakarta.com/Satrio Sarwo Trengginas)

Kerja keras dan konsistensi yang menjadi kunci Jewo bisa berhasil dari usaha buburnya.

Sejak usia belasan tahun, Jewo sudah berjualan bubur dengan cara dipikul berkeliling wilayah Menteng, Jakarta Pusat di tahun 1970-an.

Karena sering berjualan di Jalan Tanjung, Menteng, buburnya sempat dinikmati keluarga Cendana.

Ia dibolehkan berjualan bubur dengan gerobak di depan rumah milik Bambang Trihatmodjo.

"Awalnya keliling di Jalan Tanjung, terus diajak keluarga pak Bambang Trihatmodjo berjualan di depan rumahnya. Pak Harto sering makan, pernah juga sekali makan di belakang gerobak," terangnya.

Suasana tempat makan bubur ayam Haji Jewo di area Masjid Cut Meutia, Menteng, Jakarta Pusat pada Jumat (4/9/2020).
Suasana tempat makan bubur ayam Haji Jewo di area Masjid Cut Meutia, Menteng, Jakarta Pusat pada Jumat (4/9/2020). (TribunJakarta.com/Satrio Sarwo Trengginas)

Satu hal lagi yang membuat Jewo sukses dalam berusaha adalah rasa. Usaha kuliner bisa bertahan lama karena menjual rasa.

Kalau menjual bubur dengan rasa standar saja, barangkali ia tidak bakal menjadi langganan keluarga Cendana hingga diajak berjualan di depan rumahnya.

Bubur Haji Jewo terbilang khas. Ia berani menjual rasa yang berbeda dengan kebanyakan bubur sampai akhirnya populer. Langganannya juga turun temurun.

Sumber: Tribun Jakarta
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved