Sisi Lain Metropolitan

Korban Terdampak Pandemi Ikut Belajar Daur Ulang Sampah, Hasilkan Produk Bernilai Jual

Mulai dari memilah sampah organik dan anorganik, sampah tersebut disulap menjadi aksesoris bernilai puluhan hingga ratusan ribu.

Penulis: Nur Indah Farrah Audina | Editor: Muhammad Zulfikar
Istimewa
Suasana pembuatan daur ulang sampah menjadi barang yang ekonomis 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Nur Indah Farrah Audina

TRIBUNJAKARTA.COM, PULOGADUNG - Miliki nilai ekonomis, Mona Windoe siap mengajari tiap individu daur ulang sampah jadi barang berharga.

Mona, sapaannya merupakan ibu tiga anak yang peduli terhadap sampah.

Sedari dulu, ia ingin mengubah paradigma masyarakat soal sampah yang terkadang disepelekan.

Ia ingin menunjukan bila sampah bisa dijadikan sesuatu yang berharga.

Akhirnya, ia mulai menerapkan hal tersebut kepada jemaat di Gereja Keluarga Kudus Paroki Rawamangun, Jakarta Timur lima tahun lalu.

Mulai dari memilah sampah organik dan anorganik, sampah tersebut disulap menjadi aksesoris bernilai puluhan hingga ratusan ribu.

Selain itu, ada juga pupuk organik yang sdi saat pandemi menjadi ketahanan pangan keluarga.

Mengacu pada hal tersebut, Mona terbuka bila ada masyarakat yang ingin mempelajari cara mendaur ulang sampah.

"Memang ada yang datang belajar dan bilang dia memang korban PHK pas pandemi. Jadi keahlian tersebut bisa dia miliki. Untuk hasil jadinya itu saya serahkan lagi ke mereka. Mau dijual ya silakan," katanya kepada TribunJakarta.com, Selasa (15/9/2020).

Untuk itu, bagi masyarakat yang ingin berlatih mendaur ulang sampah, Mona memperbolehkan mereka untuk datang.

"Tidak menutup kemungkinan untuk orang lain belajar juga. Karena sekarang masih pandemi jadi kami belajar via grup WhatsApp aja. Tapi kalau kondisi sudah membaik, mereka bisa datang ke gereja," jelasnya.

Sejauh ini, korban terdampak pandemi yang sudah berlatih turut menjual hasil karya mereka guna keberlangsungan hidup keluarga.

Jakarta Diguyur Hujan, Empat Pintu Air Siaga Dua dan 3 Ruas Jalan Tergenang

Soal Kasus Covid-19, Para Pedagang Minta Diedukasi Bukan Ditakut-takuti

Cerita di balik daur ulang sampah

Berangkat dari ingin mengubah paradigma, Mona coba memberikan pelatihan pendaur ulangan sampah kepada jemaat gereja.

Selanjutnya disusul kepada masyarakat sekitaran dan masyarakat umum lainnya pada 12 Februari 2015 lalu.

"Jadi 5 tahun lalu itu kita sudah mulai melakukan pendaur ulangan sampah," sambungnya.

Pro dan kontra

Layaknya sebuah gerakan, tentunya ada pro dan kontra yang Mona terima.

Untuk itu, ia memulai semuanya dengan sosialisasi lebih dulu kepada jemaat gereja.

Sayangnya, tak semuanya langsung menerima hal tersebut dengan lapang dada

Sejumlah penolakan saat sosialisasi pun ia dapatkan.

"Awalnya sosialisasi ke jemaat Gereja Keluarga Kudus Paroki Rawamangun. Ya, pro kontranya pas pertama kali, saya sampai dapat ucapan enggak enak" jelasnya

"Kamu enggak ada duit (uang) sampai ngurusin sampah? Kan kita bs bayar org untuk ngurus sampah," kata Mona menirukan seseorang yang enggan disebutkan namanya saat itu.

Dengan semangat, Mona menganggap hal tersebut sebagai sebuah tantangan.

Ia semakin gencar mensosialisasikan aksi peduli terhadap sampah.

Dimulai dengan gerakan memungut sampah, ia membangun kesadaran dalam diri masyarakat secara bertahap.

"Pertama buat gerakan memungut sampah memperkenalkan kepada mereka, kita mengajarkan mana sampah anorganik mana sampah organik," jelasnya.

Hasilnya, sekitar 600 orang mengikuti aksi memungut sampah tersebut dan berlanjut hingga saat ini.

Dukungan yang sudah dikantongi, ia jadikan lahan untuk berbagi ilmu.

Mona mengajarkan cara mengolah sampah menjadi hal yang berguna, hingga memiliki nilai ekonomis.

"Akhirnya saya lebih ke mengajarkan mereka mengolah sampah tersebut. Seperti menjadi pupuk organik, kemudian minyak jelantah bisa jadi sabun, lilin dan sebagainya," katanya.

"Jadi bukan hanya dari jemaat aja, tapi ke masyarakat umum dengan latar belakang agama yang berbeda. Kami saling toleransi karena memang tujuannya baik dan untuk lingkungan," tambahnya.

Sejauh ini, Mona memberikan kelonggaran terhadap hasil daur ulang yang dibuat oleh masyarakat.

Sehingga hasil daur ulang seperti gelang, kalung dan lain sebagainya bisa dijual oleh tiap individu.

"Saya hanya mengajarkan, mereka mau jual juga enggak apa-apa. Sebab seperti sekarang buatnya pupuk organik, jadi selama WFH membuatnya itu. Dan, rupanya bisa digunakan untuk etahanan pangan keluarga," tandasnya.

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved