Demo Tolak UU Cipta Kerja
Demo Tolak UU Cipta Kerja Masih Berlangsung di Bekasi, Mahasiswa Berorasi di Depan Kantor Wali Kota
Demo tolak UU Cipta Kerja masih terjadi di Kota Bekasi, puluhan mahasiswa berorasi di depan kantor wali kota, Jalan Jenderal Ahmad Yani, Bekasi
Penulis: Yusuf Bachtiar | Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan wartawan TribunJakarta, Yusuf Bachtiar
TRIBUNJAKARTA.COM, BEKASI SELATAN - Demo tolak UU Cipta Kerja masih terjadi di Kota Bekasi, puluhan mahasiswa berorasi di depan kantor wali kota, Jalan Jenderal Ahmad Yani, Bekasi Selatan, Kota Bekasi, Kamis, (15/10/2020).
Pantauan TribunJakarta.com, puluhan mahasiswa dari berbagai kampus ini berkumpul di depan pintu gerbang kantor wali kota.
Mereka memasang spanduk berisi penolakan terhadap UU Cipta Kerja yang disahkan DPR-RI beberapa waktu lalu.
Aksi unjuk rasa ini juga dikawal puluhan personel kepolisian di sekitar kawasan Jalan Ahmad Yani, dibantu personel Satpol PP Kota Bekasi yang berjaga di balik pintu gerbang gedung kantor.
"Omnibus Law (Cipta Kerja) sudah disahkan, kami bersikap menolak Omnibus Law, pemerintah lebih mendukung pengusaha ketimbang para pekerja," kata orator aksi unjuk rasa.
Sementara itu, koordinator aksi Ricky Sandi mengatakan, peserta aksi yang hadir dalam unjuk rasa kali datang dari berbagai kampus dan elemen masyarakat.
"Hari ini kita datang bukan hanya dari elemen mahasiswaz tapi ada juga dari buruh dan teman-teman lain yang sepakat dengan kita menolak Omnibus Law," kata Ricky.
Baca juga: Mantan Elite PKS Dukung Pradi-Afifah, Ini Alasannya
Baca juga: Antisipasi Banjir, Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta Gerebek Lumpur di Kali Sekretaris Jakarta Barat
Ricky menjelaskan, seluruh elemen masyarakat yang hadir dalam akasi unjuk rasa kali ini menemai diri Front Rakyat Bekasi Bergerak.
"Tuntunan kita jelas menolak UU Cipta Kerja Omnibus Law dan respon pemerintah setelah aksi tanggal 6,7 dan 8 Oktober lalu, ternyata tidak memuaskan," ungkap Ricky.
Menurut dia, masyarakat Bekasi akan tetap berjuang agar UU Cipta Kerja dapat diabatalkan karena dinilai cacat prosedur.
"Draft final berubah-ubah sampai hari ini ada lima versi draft UU Omnibus Law, ternyata berbeda-beda juga di sisi lain Omnibus Law cacat prosrdur tidak sesuai dengan prosedur penyusunan undang-undang," tegas dia.