Kisah dari Ciliwung
Cerita Pencari Ikan Sapu-sapu di Ciliwung: Kerap Menemukan Jasad di Kali
Bukan hanya sekali saja, ia pernah menemukan jasad bayi yang berada di dalam kardus mengambang di kali.
Penulis: Satrio Sarwo Trengginas | Editor: Muhammad Zulfikar
"Paling banyak saya pernah sehari bawa 30 kilogram ikan. Itu sudah berupa daging ikan saja," ungkapnya kepada TribunJakarta.com saat ditemui di tepi sungai pada Selasa (3/11/2020).
Terkadang, ia berangkat sore pulang pagi. Sekira pukul 15.30 WIB dari rumahnya di Kampung Lebak Sari, Tanjung Barat, Jakarta Selatan berangkat menuju Sungai Ciliwung di wilayah Depok, Lenteng Agung dan sekitarnya.
Keesokan harinya, ia baru kembali pulang.
Nawan lebih suka mencari ikan saat sore menjelang malam hari. Pasalnya, suasana di Sungai Ciliwung lebih sepi.
"Lebih enak cari ikan saat malam. Kalau siang banyak yang mancing. Saya enggak enak karena kan sungai ini milik bersama," lanjutnya.
Nawan meraup rata-rata 10 kg dalam sehari.
Bila cuaca mendukung, ia bisa mendapatkan lebih banyak lagi.
Hujan deras dan banjir kiriman dari Bogor menyulitkannya mencari ikan. Soalnya, ia terhalang sampah yang berada di sungai.
Debit air yang tinggi juga menyulitkannya menebar jala.
Setor ke Pemasok
Hasil tangkapan dalam sehari tidak langsung dijual Nawan ke pemasok.
Setiap hari, ikan hasil tangkapannya disimpan di dalam lemari pendingin di rumahnya.
Sebelum disimpan, daging ikan itu harus dipisahkan dari badannya dan dibersihkan.
Bila sudah mencapai 40 kg sampai 50 kg, Nawan membawanya ke pemasok di sejumlah wilayah dengan mengendarai sepeda motor.
Biasanya, ia mengirimkannya tiga hari sekali ke kawasan Cileungsi dan Bekasi.