Mayjen Dudung Abdurachman: Puluhan Tahun Lalu Jualan Koran di Kodam, Siapa Sangka Kini Jabat Pangdam
Puluhan tahun berlalu, siapa sangka remaja yang dulu berjualan koran di Kodam, kini menduduki jabatan sebagai orang nomor satu di Kodam.
Penulis: Nur Indah Farrah Audina | Editor: Elga H Putra
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Nur Indah Farrah Audina
TRIBUNJAKARTA.COM, KRAMAT JATI - Masa remajanya dilewati dengan berjualan koran keliling kantor Komando Daerah Militer (Kodam), siapa sangka kini Dudung Abdurachman bisa menjadi orang nomor satu di Kodam.
Ya, masa remaja pria yang kini berpangkat Mayjen TNI ini memang bisa dibilang penuh perjuangan.
Ditinggal meninggal ayah di usia remaja membuat Dudung harus membantu ibunya mencari uang.
Salah satunya dengan berkeliling jualan koran.
Sebelum bersekolah SMA pada siang hari, di pagi harinya Dudung berjualan koran keliling, mulai dari pasar hingga ke warung-warung yang ada di Kodam III/Siliwangi di Bandung, Jawa Barat.
Masa remaja Dudung memang berada di Bandung. Ia pun mengaku tinggal di asrama TNI yang sangat sederhana.
"Rumah saya itu di barak-barak. Jadi asrama satu barak itu disekat-sekat pakai bilik-bilik atap. Itu nggak ada plafonnya langsung bolong gitu. Jadi kalau ngobrol sama tetangga sebelah itu kedengeran," cerita Dudung ditemui di Markas Kodam Jaya, Cawang, Jakarta Timur, Senin (23/11/2020).
Jadi Pangdam Jaya
Puluhan tahun berlalu, siapa sangka remaja yang dulu berjualan koran di Kodam, kini menduduki jabatan sebagai orang nomor satu di Kodam.
Kendati bukan di Kodam III/Siliwangi yang jadi tempatnya berjuang saat remaja, Dudung kini menjabat sebagai Pangima Daerah Militer Jayakarta (Pangdam Jaya) di ibu kota negara.
Meski kini telah menjadi perwira tinggi TNI dan menduduki jabatan strategis, Dudung tak lupa dengan masa lalunya darimana dia berasal.
Pria kelahiran Bandung 16 November 1965 ini tak malu mengakui masa lalunya yang pernah berjualan koran.
"Dulunya (saya) tukang koran. Jadi kalau saya jadi Pangdam (sudah) bersyukur banget," jelas Dudung.
Bahkan, Dudung rela memilih sekolah siang demi bisa berjualan koran di pagi harinya.
Tak hanya berjualan koran, saat masih remaja, Dudung juga tiap harinya harus mencari kayu bakar untuk keperluan memasak keluarga.
Baca juga: Perjuangan Mayjen TNI Dudung Abdurachman Saat Remaja, Rela Sekolah Siang Demi Bisa Berjualan Koran
Karena itulah, jenderal bintang dua ini tak takut hilang jabatannya sebagai Pangdam Jaya seiring keputusan tegasnya menurunkan baliho pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab.
Salah satu alasannya karena Dudung menyebut dirinya berasal bukanlah dari orang berada bahkan sempat menjalani profesi sebagai tukang koran.
"Jadi, misalnya dicopot gara-gara ini (pencopotan spanduk), copotlah. Saya enggak pernah takut. Benar, saya enggak takut," ia menegaskan.
Dudung menegaskan, sejak dirinya masuk Akabri dan mengabdi sebagai seorang TNI AD, dia hanya ingin menjadi prajurit yang bertanggungjawab dalam menjalankan tugasnya.
"Jadi saya bukan setelah ingin menjadi apa itu tidak ada, tapi kalau diberi amanah, apapun yang terjadi saya harus siap,"
"Seberat apapun amanah itu harus saya lakukan," tegasnya.
Pangdam Tak Ambil Pusing
Setelah perintahnya agar baliho Habib Rizieq menuai pro dan kontra, Dudung tak pernah ambil pusing.
Baca juga: Viral Video Ibu Muda Tenggelamkan Kepala Bayinya ke Ember, Ternyata Demi Tarik Perhatian Suami Orang
"Menurunkan baliho itu kita membantu pemerintah daerah juga. Kalau Satpol PP enggak sanggup ya kita bantu."
"Hukum tertinggi adalah menjaga keselamatan rakyat," ucap dia.
Tak hanya spanduk, poster atau baliho Habib Rizieq,
Dudung memastikan pencopotan turut menyasar poster, spanduk maupun baliho ilegal lainnya.
Di mana dipasang tidak sesuai aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Baginya, cuitan maupun umpatan negatif sesuatu yang wajar yang dilontarkan sejumlah masyarakat.
Ia hanya menganggap penilaian negatif berasal dari orang-orang yang tak memahami maksudnya sedari awal.
"Saya mengikuti polemik, ada yang pro dan kontra. Istilahnya direkayasa di saya begini, saya begitu, ya itulah dinamika kehidupan."

"Ya ini kan orang yang enggak paham ini terjadi seperti apa. Ya wajar lah. Saya biasa aja, banyak yang mendukung. Tapi kebanyakan yang mendukungnya," jelasnya.
Bukan Perintah Jokowi
Soal banyaknya dukungan yang datang kepadanya, Dudung merasa tak layak menerima.
Ia memastikan langkah yang diambilnya itu sebagai tanggung jawab dan tugasnya sebagai Pangdam Jaya.
"Saya tidak layak menerima ucapan dan dukungan seperti itu. Yang jelas saya melaksanakan tugas sebagai Pangdam Jaya dan juga tidak mengharapkan seperti itu jadi biasa aja," ungkapnya.
Polemik ini dipastikan Dudung tak mempengaruhi kehidupannya. Malahan ia menganggapnya biasa saja.
Bahkan, keluarganya mendukung langkah tegasnya dan lebih memahami dirinya.
Ketimbang mendengar komentar masyarakat yang kontra terhadap Dudung.
Baca juga: Dukung Mendikbud Nadiem, Politisi PDIP Desak Gubernur Anies Buka Sekolah Secara Bertahap
Termasuk, ketika muncul polemik di balik pencopotan baliho Habib Rizieq yang dihubungkan dengan perintah Presiden Joko Widodo.
Dudung pun membantah dengan tegas dugaan tersebut. Ia mengatakan perintahnya soal pencopotan baliho Habib Rizieq tak ada hubungannya dengan Presiden Jokowi.
"Begini, mula-mula hidup ini sadar mengandung risiko. Tetapi kalau hati nurani itu kuat, apapun yang kita hadapi harus berani."
"Termasuk menghadapi risiko itu sendiri. Kata Nabi Muhammad SAW dalam hadisnya orang yang tidak berani mengambil risiko adalah orang yang rugi."
"Hidup ini misteri, besok tidak ada yang tahu. Cuma saya yakin Allah itu sudah memilih apa yang akan kita alami, tinggal kita memilih Apa yang harus kita lalui."
"Yang terjadi kemarin itu sudah menjadi Jalan Tuhan, saya nggak ada stres, nggak ada apa, biasa aja," jelasnya.