Kisah Mursih dan Narun Tinggal di Rumah Reyot, Menderita Sakit Keras hingga Tak Tersentuh Bantuan
Mursih tengah menjalani masa pemulihan dari kanker payudara, sedangkan Narun masih mengidap infeksi paru-paru.
Penulis: Jaisy Rahman Tohir | Editor: Muhammad Zulfikar
Dengan kondisi mengidap infeksi paru-paru, Narun harus keluar pada malam hari menjaga keamanan satu lingkungan RT.
Gaji Rp 700 ribu per bulan, hanya bisa memenuhi biaya pengobatannya.
Narun harus mengonsumsi obat setiap hari demi menjaga agar penyakitnya tidak semakin parah.
"Ya mau gimana, Alhamdulillah ada kerjaan ronda setiap malam, dibayar Rp 600 ribu, ditambah Rp 100 ribu jadi Rp 700 ribu," katanya.
Beruntung, saat ini, keperluan makan sehari-hari, diberikan anaknya yang sudah menikah.
"Sampai sekarang dari anak kalau makan," ujarnya.
Baca juga: Dua Laga Tanpa Ibrahimovic, AC Milan Sulit Raih Kemenangan di Liga Italia
Baca juga: The Jakmania Ulang Tahun, Anies Baswedan Puji Kontribusi Nyata Suporter Setia Persija Jakarta
Baca juga: Promo Giant di Akhir Pekan 18-23 Desember 2020, Beragam Produk Diskon Nugget Hingga Ayam
Dua anak Mursih sudah besar. Anak pertamanya, laki-laki, sudah lulus SMA tinggal di Solo bersama neneknya.
Sedangkan anak kedunya, perempuan, sudah menikah dan tinggal bersama suaminya.
Nahasnya, kondisi miskin tersebut seolah seperti dibiarkan oleh aparat pemerintahan di wilayahnya.
Mursih mengaku tidak terdaftar pada program penerima bantuan sosial di Tangsel.
Bahkan ketika sedang ramai distribusi bantuan sosial terkait Covid-19, ia harus meminta terlebih dahulu untuk bisa menerima.
"Enggak, bantuan, PKH atau apa gitu enggak pernah. Kalau yang Covid-19 saya minta dulu waktu itu baru dapat," ujarnya.
Bahkan, Mursih mengatakan, dirinya pernah sempat viral di media sosial hingga sejumlah bantuan datang.
Namun, mursih justru diomeli oleh Ketua RT, RW hingga Lurah setempat karena dianggap membuat malu wilayah.
Air matanya mulai turun ketika bercerita. Ia tidak ingin mengemis seperti anggapan para kepanjangan tangan pemerintah kota itu.