Pengamat Politik Pertanyakan Keputusan Pembubaran FPI: Agak Membingungkan
Pengamat Politik Lingkar Madani Ray Rangkuti mempertanyakan keputusan pembubaran Front Pembela Islam (FPI)
Penulis: Gerald Leonardo Agustino | Editor: Satrio Sarwo Trengginas
Ray menjabarkan, dalam pasal tersebut, sanksi administratif hanya berupa: a. peringatan tertulis, b. penghentian kegiatan; dan/atau c. pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum.
"Jelas dalam UU ini dinyatakan bahwa ormas yang diberi sanksi administratif hanya dapat dihentikan kegiatannya, tapi tidak dibubarkan organisasinya," tutup Ray.
Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD resmi mengumumkan pelarangan dan pembubaran kegiatan FPI.
Hal itu diungkapkan Mahfud MD dalam konferensi pers, Rabu (30/12/2020).
"Bahwa FPI sejak 20 Juni 2019 secara de jure telah bubar sebagai ormas, tetapi sebagai organisasi, FPI tetap melakukan aktivitas yang melanggar ketertiban dan keamanan yang melanggar hukum," ungkap Mahfud MD dikutip dari Kompas TV.
"Seperti tindak kekerasan, sweeping secara sepihak, provokasi, dan sebagainya," ungkapnya.
Mahfud MD menyebut berdasar peraturan perundang-undangan dan sesuai putusan MK, tertanggal 23 Desember 2014, pemerintah melarang aktivitas FPI dan akan menghentikan setiap kegiatan FPI.
"Karena FPI tidak lagi mempunyai legal standing baik ormas maupun organisasi biasa," ujarnya.
Pernyataan resmi Pemerintah ini tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) enam pemimpin tertinggi Kementerian dan Lembaga.
SKB itu ditandatangani oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate, Jaksa Agung Burhanuddin, Kapolri Jenderal Idham Azis dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Komjen Boy Rafli Amar.
Ada juga Kepala BIN Budi Gunawan, Panglima TNI Hadi Tjahjanto, Kepala KSP Moeldoko, dan Kepala PPATK Dian Ediana.