Pesawat Sriwijaya Air Jatuh
Kisah Haru Korban Sriwijaya Air SJ-182, Kado yang Tak Pernah Sampai hingga Baju Pengobat Rindu
Berikut kumpulan kisah haru para korban jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182.
TRIBUNJAKARTA.COM - Ini kumpulan kisah haru para korban jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182.
Ada kado yang tak pernah sampai dari penumpang Sriwijaya Air untuk sang suami, hingga baju sebagai obat penawar rindu.
Peristiwa jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182 memunculkan banyak kisah mengharukan.
Pesawat yang berangkat dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Pontianak itu jatuh di sekitar Kepulauan Seribu, Jakarta, Sabtu 9 Januari 2020 lalu.
Selain menemukan sejumlah barang milik para penumpang Sriwijaya air yang berjumlah total 62 orang, lokasi jatuhnya pesawat juga sudah ditemukan.
Berikut ini adalah kumpulan kisah haru korban jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182:
Baca juga: Bukan Penumpang Sriwijaya Air Tapi Namanya Masuk Manifes, Ternyata KTP Sarah Dipinjam Temannya
1. Kado yang Tak Pernah Sampai
Satu di antaranya kisah Arneta Fauziah (39) yang terbang bersama 3 anaknya menuju Pontianak.
Belum terbayar kerinduan Arneta dan tiga anaknya pada sang suami, musibah terjadi di pesawat Sriwijaya Air yang membawa mereka menuju Pontianak.
Selain mengajak tiga buah hati, Zurisya Zuar Zai (8), Umbu Kristin Zai (2) dan Faou Nontius Zai (6 bulan), Arneta juga telah membawa sebuah jam tangan dan sepasang sepatu.
Baca juga: Cerita Ajie Penyelam Relawan POSSI: Tinggalkan Anak-Istri di Makassar Demi Misi SAR Sriwijaya SJ-182
Baca juga: Tahan Tangis Eks Pramugari Sriwijaya Ungkap Pesan Haru Kapten Afwan: Momen Sangat Berharga
Baca juga: Aktivitas Nelayan Terhenti Dengar Dentuman Keras, Air Naik 15 Meter saat Sriwijaya Air Jatuh ke Laut
Sedianya, benda-benda itu akan ia hadiahkan untuk suaminya, Yaman Zai.
Namun, jam tangan dan sepatu kado dari Arneta tidak pernah sampai ke tangan suami yang dicintainya.
Pesawat yang ditumpangi Arneta beserta ketiga anaknya, jatuh beberapa menit usai lepas landas, Sabtu (9/1/2021).

Saat berangkat, Arneta dan 3 anaknya diantar sampai pintu Bandara Soekarno Hatta oleh Yayu.
Yayu bekerja sebagai asisten rumah tangga di tempat tinggal Arneta, Perumahan Taman Lopang Indah, Kelurahan Unyur, Kecamatan Serang, Banten.
Menurut Yayu, keluarga itu pergi ke Pontianak untuk berjumpa dengan sang suami sekaligus ayah anak-anak Arneta, Yaman Zai.
Yaman selama ini bekerja di bidang pelayaran di Kalimantan. Arneta dan anak-anaknya merasa rindu lantaran telah lama tak bertemu.
"Ke sana karena kangen, sudah lama enggak ketemu suami," tutur Yayu dikutip TribunJakarta dari Kompas.com.
Arneta, kata Yayu, juga menyiapkan hadiah istimewa untuk sang suami.
Baca juga: Masuk Manifes Sriwijaya Air SJ 182, Dua Pria Ini Tak Henti Bersyukur dan Cerita Gagal Terbang
"Ibu Arneta itu sudah bawa jam sama sepatu kerja buat suaminya. Bilangnya hadiah," kata dia.
Yayu masih ingat betul, sebelum berangkat Arneta memintanya mebuat sayur sop dan makan cukup banyak.
Yayu pun turut mengantar sang majikan hingga ke Bandara. Saat itu, Arneta tidak mengucapkan kata pamitan padanya.
Namun, menurut Yayu, wajah Arneta terlihat pucat. Berbeda dengan sang ibu, tiga anak Arneta sempat berpamitan.
"Pas di Bandara itu, Ibu pucat enggak mau pamit. Tapi anaknya yang pertama sama kedua itu melambaikan tangan ke saya, kayak mau pamit gitu," kenang dia.

Pada hari yang sama saat pesawat Arneta hilang kontak, sang suami Yaman Zai rupanya telah lama menanti.
Di Bandara Internasional Supadio Pontianak, hati Yaman Zai merasa tak tenang. Sebab, istri dan tiga anak yang ia nantikan tak kunjung tiba.
"Tadi terakhir kontak saya setengah dua siang tadi, mereka sudah di bandara (Soekarno Hatta) makanya saya tunggu-tunggu, paling kan satu jam sudah sampai, tapi ditunggu tidak datang, ditelepon tidah aktif," kata dia melansir Tribun Pontianak.
Tangis Yaman pecah, ketika mengetahui musibah tersebut.
"Istri saya lalu tiga anak saya jadi penumpang. Saya bekerja setahun lebih di sini, mereka mau ke sini mau liburan," tuturnya pilu.
Dalam kepasrahan, Yaman sangat berharap istri dan anak-anaknya segera ditemukan.
Baca juga: 12 Tahun Jadi Penyelam, Ajie Pernah Evakuasi Rp 30 Miliar dari Laut Hingga Ikat Jenazah di Badan
2. Pesan Terakhir Pramugari ke Keluarga
Pesan terakhir pramugari Sriwijaya Air asal Bali sudah dipenuhi keluarga, tak menyangka kenyataanya bakal begini.
Sebelum jadi salah satu korban Sriwijaya Air SJ 182, pramugari asal Bali, Mia Tre Setiyani Wadu sempat berpesan agar rumahnya dibersihkan karena dia akan pulang ke kampung halaman pada Januari 2021.
Pesan itu disampaikannya kepada orangtuanya.
Namun sayang keinginan Mia tak terlaksana.
Dia turut menjadi korban dalam kecelakaan pesawat Sriwijaya Air Sj 182 yang jatuh di perairan Kepulauan Seribu pada Sabtu (9/1/2021).
Mia berada di dalam pesawat itu saat tengah menjalankan tugasnya sebagai pramugari.
Mia Zet Wadu merupakan anak kedua dari dua bersaudara.
Sang paman, Johny Lay mengungkapkan, bahwa dua minggu yang lalu, Mia berpesan kepada orangtua meminta rumahnya di Denpasar dipersiapkan dan dibersihkan.
Sebab rencananya di Januari 2021 ini, Mia berencana berlibur dan berkunjung ke rumah bersama teman-temannya.
Baca juga: Kakak Kandung Ungkap Permintaan Terakhir Kapten Didik ke Orangtua Sebelum Sriwijaya Air SJ182 Jatuh
"Karena saat Hari Raya Natal kemarin Mia tidak bisa pulang ke rumah," kata Johny dikutip dari Tribun Bali, Senin (11/1/2021).
Dikatakannya, permintaan Mia itu disampaikan melalui telepon pada dua pekan lalu.
Orangtua Mia, lanjut Johny, juga sudah merenovasi dan membersihkan kamar mandi, toilet dan kamar tidur untuk menyambut kepulangan Mia.
Sedangkan, orangtua kontak terakhir dengan Mia sesaat sebelum jadwal keberangkatan Mia.
Namun, kali ini hanya kabar keberangkatan yang diterima, tiada kabar tiba dari Mia Zet Wadu.
“Sesaat sebelum berangkat masih menghubungi orangtua, bilang mau tugas, biasanya bilang mau berangkat. Mia dengan orangtua, setiap akan penerbangan mau berangkat pasti menghubungi orangtua, begitu pula setelah tiba,” bebernya.

3. Baju Pengobat Rindu
Riyanto berangkat bersama kakaknya, Suyanto ke Jakarta menggunakan bus dari Terminal Pilangsari, Sragen.
Sebelum berangkat, anak Riyanto yang masih berusia 1 tahun tidak memperbolehkannya pergi.
"Tidak boleh berangkat. Dipegangi benar. Tidak boleh berangkat. Anaknya nangis terus," ungkap Ernawati, Minggu 10 Januari 2021.
Riyanto kemudian menghibur sang anak lalu menidurkannya sebelum akhirnya berangkat bersama Suyanto.

Saat itu, Riyanto sempat mengingatkan kepada buah hatinya bahwa jika rindu, maka ia meminta sang anak untuk milat pakaiannya.
Seolah pakain tersebut akan menjadi obat rindu jika sang buah hatinya itu kangen terhadap dirinya.
"Setelah tertidur, bapak baru berangkat," kata Ernawati.
Bahkan, Riyanto menitipkan sebuah pesan kepada Ernawati.
"Bila (anaknya) kangen. Lihat baju bapaknya saja," ucapnya.
Riyanto kemudian menghibur sang anak lalu menidurkannya sebelum akhirnya berangkat bersama Suyanto.
Baca juga: Jelang Sidang Putusan Praperadilan, Kuasa Hukum Rizieq Shihab: Kami Punya Harapan Besar
Mata Sri Wisnuwati berkaca-kaca saat bercerita awal mula Suyanto berangkat ke Jakarta sebelum menjadi korban kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ-182.
Warga Girimulyo RT 18, Desa Katelan, Kecamatan Tangen, Kabupaten Sragen itu berangkat bersama sang adik Riyanto.
Mereka berangkat dari rumah Riyanto, diantar menggunakan sepeda motor menuju Terminal Pilangsari, Kecamatan Ngrampal, Kabupaten Sragen, Kamis 7 Januari 2021.
Suyanto dan Riyanto menggunakan bus untuk bertolak ke Jakarta. Bertolaknya warga Sragen itu lantaran ingin menjalani uji swab PCR.
Awalnya mau mencoba layanan uji swab PCR di Sragen, lantaran waktu tunggu terlalu lama, mereka memilih bertolak ke Jakarta.
"Kalau di Jakarta, hasilnya 24 jam bisa diambil," kata Sri, Minggu 10 Januari 2021.
Baca juga: Penumpang Sriwijaya SJ182 Sempat 3 Kali Batal Berangkat ke Pontianak: Mimpi Batal Menikah
Sebelum bertolak ke Jakarta, Suyanto sempat meminta doa dan restu Sri.
Ia meminta supaya hasil uji swab PCR negatif Covid-19.
"Doakan, semoga lolos uji swab PCR," ucap Sri.
Suyanto dan Riyanto tiba di Jakarta, Jumat 8 Januari 2021, mereka kemudian menjalani uji swab PCR di salah satu rumah sakit di sana.
"Kemudian memberitahu saya kalau hasilnya negatif Covid-19," ujar Sri.

Suyanto dan Riyanto rencananya akan bertolak ke Pontianak dari Bandara Soekarno-Hatta, Banten, Sabtu 9 Januari 2021.
Mereka menggunakan maskapai Sriwijaya Air SJ-182, penerbangan tersebut sedianya berjalan pukul 07.00 WIB.
Namun kemudian ditunda hingga pukul 13.30 WIB.
Selama menunggu, Sri dan Suyanto terus berkomunikasi melalui aplikasi pesan Whatsapp (WA).
"Kontak terakhir jtu jam 13.30 WIB. Suami masih berbalas WA dengan saya. Pesannya tanya lagi dimana. Terus saya balas baru service sepeda motor," ucap Sri.
Setelahnya tidak ada pesan lagi, WA Suyanto terakhir kali aktif sekira pukul 14.15 WIB.
Sri kemudian mendapatkan kabar nahas insiden kecelakaan Sriwijaya Air SJ-182 selepas salat Maghrib.
Kabar itu didapatkannya dari istri Riyanto, Ernawati lewat kiriman tangkapan layar kabar insiden itu.
Sri belum percaya ketika pertama kali mengetahuinya.
"Awalnya sempat kepikiran itu belum pasti. Jadi jangan dipikirkan dulu," kata Sri.
Kemudian, Sri mengecek status WA milik Riyanto, status tersebut mengunggah foto tiket pesawat.
"Setelah dicek ternyata tipe pesawatnya sama," ujarnya.
Tak berselang lama, manifes penumpang pesawat Sriwijaya Air SJ-182 didapatkan Sri sekira pukul 19.00 WIB.
"Kabar data manifes penumpang keluar, ternyata nama suami saya ada di nomor 2 lalu ada nama adik ipar saya," ucapnya.
(TribunJakarta/Kompas.com/TribunPontianak/TribunnewsMaker)