Pesawat Sriwijaya Air Jatuh

Penjelasan Tim DVI Soal Terima Ratusan Sampel DNA Tapi Belum Berhasil Identifikasi Korban SJ-182

Tim Disaster Victim Identification (DVI) menjelaskan alasan belum ada jenazah korban Sriwijaya Air SJ-182 teridentifikasi lewat pencocokan sampel DNA.

Penulis: Bima Putra | Editor: Muji Lestari
TRIBUNJAKARTA.COM/BIMA PUTRA
Kepala Laboratorium DNA Pusdokkes Polri Kombes Ratna saat memberi keterangan di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, Rabu (13/1/2021). 

Kondisi jenazah yang terdampak bencana atau kecelakaan juga berpengaruh, Tim DVI harus lebih dulu melakukan sterilisasi atau proses pemisahan.

Tujuannya agar sampel DNA yang diambil sepenuhnya benar dari korban, tidak tercampur dengan DNA lain di lokasi karena kontaminasi dan lainnya.

"Setelah disterilisasi kita pilih kemudian kita sterilkan kemudian kita estraksi, ekstraksi juga butuh waktu. Muncul enggak sampel DNA-nya? Karena bisa saja tidak muncul," lanjut Ratna.

Baca juga: Ada Ombak Besar, Operasi SAR Sriwijaya Air SJ-182 Hari Kelima Dihentikan Sementara

Untuk bisa digunakan jadi data pembanding dengan antemortem, Ratna mengatakan hasil ekstrasi jaringan tubuh, tulang dari jenazah harus cukup.

Bila jumlah DNA hasil ekstrasi dari jenazah cukup maka sampel dicocokkan dengan data DNA antemortem yang sebelumnya diserahkan pihak keluarga.

"Kemudian setelah muncul gambara DNA kita analisa. Misalnya ada lima dari antemortem, 10 dari posmortem, kita cocokan satu-persatu. Ini satu dengan  satu, a dengan b, dengan c, jadi butuh waktu," sambung dia.

Ketentuan ini diatur dunia kedokteran internasional, persoalannya saat keluarga sudah memberikan sampel DNA tapi data DNA posmortem tidak ditemukan.

Suasana terkini posko utama operasi SAR Sriwijaya Air SJ-182 di Dermaga JICT II, Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Selasa (12/1/2021) malam.
Suasana terkini posko utama operasi SAR Sriwijaya Air SJ-182 di Dermaga JICT II, Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Selasa (12/1/2021) malam. (TribunJakarta.com/Gerald Leonardo Agustino)

Sebagaimana diketahui, dalam kasus bencana alam dan kecelakaan besar yang mengakibatkan banyak korban tidak semua jenazah berhasil ditemukan.

"Misalnya datanya (antemortem) sudah ada, tetapi ternyata di postmortem (jenazah korban) enggak ada. Jadi belum juga bisa belum bisa teridentifikasi," kata Ratna.

Kapus Inafis Polri Brigjen Hudi Suryanto mengatakan dari tiga parameter identifikasi lewat DVI sidik jari memang merupakan cara paling cepat.

Dibanding identifikasi lewat pencocokan data antemortem gigi dan DNA, pencocokan lewat sidik jari tidak memerlukan uji laboratorium.

"Mengidentifikasi orang itu ada berbagai cara, kalau paling cepat dan ilmu paling tertua itu adalah sidik jari. Kemudian kalau DNA butuh waktu agak lama," kata Hudi.

Sumber: Tribun Jakarta
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved