Sisi Lain Metropolitan

Siapa Pelukis Spanduk Pecel Lele Pinggir Jalan? Sosoknya Dikenal dari Aceh Sampai Papua

Pernahkah bertanya siapa pelukis spanduk pecel lele yang mudah dijumpai di pinggir jalan? Tak disangka, sosoknya dikenal dari Aceh sampai Papua.

Penulis: Satrio Sarwo Trengginas | Editor: Y Gustaman
TribunJakarta.com/Satrio Sarwo Trengginas
Hartono sedang melukis spanduk pecel lele di rumah kontrakannya Kawasan Pekayon Jaya, Bekasi Selatan, Bekasi pada Senin (22/2/2021). 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Satrio Sarwo Trengginas

TRIBUNJAKARTA.COM, BEKASI SELATAN - Pernahkah bertanya siapa pelukis spanduk pecel lele yang mudah dijumpai di pinggir jalan? Tak disangka, pelanggannya dari Aceh sampai Papua.

Sejak merantau dari daerahnya asalnya di Desa Ngayung, Madura, Jawa Timur, Hartono (51) tak langsung menjalani profesi sebagai pelukis spanduk pecel lele.

Pencapaiannya sebagai pelukis spanduk pecel lele dengan pelanggan dari seantero Indonesia, didapat Hartono tidak setahun dua tahun.

Banyak cerita dari pria yang kini tinggal di rumah kontrakannya yang sederhana di kawasan Pekayon Jaya, Bekasi Selatan, Jawa Barat.

Cerita bermula saat Hartono yang masih lajang, merantau ke Jakarta pada tahun 1992. 

Baca juga: Denny Darko Terawang Asmara Amanda Manopo & Billy Usai Diisukan Putus: Hal Tak Diinginkan Terjadi

Ia ikut bekerja dengan adik sepupunya yang membuka usaha warung seafood di Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.

Siang sebelum ikut berjualan, Hartono mengambil pekerjaan sampingan di Depok untuk mengais rezeki tambahan.

"Dari tahun 1992 sampai 1997 itu saya mondar-mandir Depok ke Pondok Pinang," cerita Hartono kepada TribunJakarta.com, Sabtu (20/2/2021).

"Di Depok saya pernah jadi tukang minyak dan tukang buah. Malam bantuin saudara, siang dorong minyak atau jual buah dingin," ia menambahkan. 

Baca juga: Cara Anies Baswedan Tangani Banjir Dikritik Giring PSI: Anggaran Jakarta Boros Buat Hal Tak Perlu

Baca juga: Suka Duka Pelukis Spanduk Pecel Lele, Hartono Kerap Dikomplain Akibat Salah Ejaan hingga Cat Luntur

Baca juga: Anies Buntuti Prabowo di Survei Capres, Arief Poyuono: Keok Semua Jika Jokowi Boleh 3 Periode

Jadi Pelukis Gara-gara Ditolak Teman Baik

Selang beberapa tahun kemudian, tepatnya pada 1997, Hartono berhenti ikut saudaranya dan membuat usaha warung pecel lele sendiri.

Saat itu, Hartono membutuhkan spanduk pecel lele untuk warungnya. Sehingga ia meminta tolong kepada temannya, Teguh (51) di kampung.

Baca juga: Bercanda Pelorotkan Celana di Hajatan Berujung Maut, Pria 45 Tahun Ini Tewas Ditikam

Teguh yang didatangi, malah menolak membuatkan spanduk pesanan Hartono dan malah meminta temannya itu untuk membuat sendiri.

Menurut Hartono, semua orang tahu Teguh lah yang lebih dulu memulai usaha jasa lukis spanduk pecel lele di kampungnya.

Hartono (51), sosok pelukis spanduk pecel lele di rumah kontrakannya di kawasan Pekayon Jaya, Bekasi Selatan, Bekasi pada Senin (22/2/2021).
Hartono (51), sosok pelukis spanduk pecel lele di rumah kontrakannya di kawasan Pekayon Jaya, Bekasi Selatan, Bekasi pada Senin (22/2/2021). (TribunJakarta.com/Satrio Sarwo Trengginas)

Rupanya, berkat penolakan Teguh itu membuka jalan bagi Hartono bisa jadi sekarang sebagai pelukis spanduk pecel lele.

Kok bisa? Usut punya usut, Hartono sejak muda dikenal sebagai pelukis andal dan pernah juara lukis tingkat kabupaten.

"Mungkin saya dulu juara Kabupaten, ngapain meminta bantuan. Jadi dia itu agak enggak enak," cerita Hartono.

Hartono dan Teguh merupakan teman satu SMP. Semasa sekolah mereka berdua dikenal pintar melukis.

Hartono mengakui Teguh jago dalam melukis dan sempat menyabet juara Porseni tingkat Kabupaten dari tingkat SD sampai SMP.

Ketika masuk SMA, kedua sahabat ini berpisah. Dalam satu kesempatan, Hartono dan Teguh dipertemukan di sebuah kompetisi lukis antarsekolah tingkat kecamatan. 

Hartono berhasil menyabet juara pertama dan Teguh juara kedua. Karena bakat dan prestasi ini diduga Hartono jadi alasan Teguh menolak membuatkannya spanduk pecel lele

Pelajaran lain yang didapat Hartono dari Teguh, adalah cat-cat yang digunakan.

Baca juga: Viral Perahu Karet Berlogo FPI Ditumpangi Aparat dan Korban Banjir, Kuasa Hukum: Digunakan Evakuasi

Ternyata, hasil karya Hartono untuk usahanya sendiri menarik perhatian temannya di Paguyuban Keluarga Besar Ngayung Jabodetabek.

Teman-temannya menyarankan Hartono untuk menjual jasa lukisnya kepada penjual pecel lele lainnya.

Selama berjualan pecel lele, Hartono juga terkadang melayani pesanan melukis spanduk pecel lele.

Tak Lagi Jualan Pecel Lele

Beruntung, TribunJakarta.com saat menyambangi Hartono sedang duduk santai di depan laptop sambil melihat-lihat desain spanduk pecel lele buatannya.

Bila sedang ada pesanan, Hartono enggan menerima tamu lantaran waktunya banyak tercurahkan untuk menyablon dan melukis spanduk.

"Kalau saya ada tamu, biasanya saya cari waktu saat tidak sedang membuat spanduk. Soalnya, akan memakan waktu lama," ujar Hartono sambil mengisap rokoknya.

Akhirnya, pada 2008 Hartono tak lagi berjualan pecel lele dan memfokuskan menggeluti usaha jasa lukis spanduk pecel lele.

Ia beralasan sewa tempat yang mahal, ditambah kewajiban mencukupi kebutuhan hidup dua anak buahnya cukup nesar.

Sebelum gantung wajan, Hartono beberapa kali pindah lapak warung pecel lele dan harus memulainya dari nol.

Baca juga: Niat Curi Motor Ketua RT yang Sedang Salat di Masjid, Pelaku Kepergok hingga Jatuh ke Got

Dari situ ia memberanikan diri terjun di dunia lukis spanduk karena sudah banyak penjual pecel lele yang mengetahui keahliannya.

Bersama istrinya, Sriningsih (47), Hartono mulai merintis usaha lukis spanduk pecel lele dengan dua teknik: sablon dan lukis.

Teknik sablon untuk mencetak huruf sedangkan gambar-gambar hewan dilukis dengan cat.

Berdasarkan pengalamannya, Hartono mengaku melukis secara otodidak. Ia sering mensurvei ke berbagai spanduk pecel lele lalu mempelajari bentuk tulisan dan gambarnya.

Rata-rata spanduk pecel lele hanya awet selama dua tahun. Lebih dari itu biasanya sudah rusak dan kusam.

Menurut Hartono, penjual pecel lele biasanya menyimpan spanduk ala kadarnya saja. Padahal, spanduk itu penting karena menjadi branding.

"Ketika udah malam kan capek. Jadi kadang-kadang main gulung aja. Diikatnya asal-asalan, akhirnya besok jamuran. Kalau termasuk orang yang rajin setelah kehujanan sarungnya itu direndam di bak dan dijemur," kata dia.

Kenapa Cat Spanduk Pecel Lele Ngejreng

Hampir semua spanduk pecel lele terlihat ngejreng ternyata ada alasannya.

Menurut Hartono, cat warna 'ngejreng' untuk tulisan dan gambar di spanduk memang disengaja agar terlihat mencolok dan menyala di malam hari.

Baca juga: Begini Cara Login Facebook di Ponsel Jika Ada Masalah Dimintai Kode Keamanan

Soal warna ini, lanjut Hartono, sebagian besar pelukis pecel lele asal Lamongan memakai pakem ini.

"Kalau kita pakai warna standar saja itu tidak menyala kalau malam. Untuk mengakalinya pakai warna terang. Kena lampu warung itu jadi terang. Di pinggir spanduk dikasih kain lis dengan warna stabilo agar terlihat kontras juga," lanjutnya.

Sejak 2008 hingga sekarang, Hartono sudah melukis sekitar 4.427 spanduk dengan beragam ukuran.

Ia selalu mencatat order yang masuk di sebuah buku panjang sejak 2008. 

Kebanyakan pelanggannya datang dari penjual pecel lele. Hanya beberapa saja yang berasal dari penjual seafood dan lainnya. 

Soal harga, ia mematok Rp 130 ribu per meter. Spanduk yang dipesan pun beragam ukuran. Spanduk terpanjang yang pernah dibuatnya mencapai 25 meter.

Dalam sebulan, ia biasanya menghabiskan sekitar 280 meter sampai 300 meter spanduk.

Pelanggan pun banyak yang berasal bukan saja dari dalam kota, tetapi juga luar kota.

"Dari Aceh sampai Papua, pokoknya sebagian besar Pulau Indonesia sudah masuk semua. Saya pernah kirim ke Sentani, Papua. Ongkirnya saja Rp 1,3 juta," ujarnya.

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved